Susul Kudeta Militer Myanmar, Menlu RI Nyatakan Indonesia Akan Berkontribusi Selesaikan Konflik Politik

- 16 Februari 2021, 16:56 WIB
Menlu RI Retno Marsudi/Instagram/@retno_marsudi
Menlu RI Retno Marsudi/Instagram/@retno_marsudi /

ISU BOGOR - Menyusul kudeta yang dilakukan militer negara Myanmar pada 1 Februari lalu, Menteri Luar Negeri RI menyatakan bahwa Indonesia akan berkontribusi dalam menyelesaikan konflik politik negara tersebut.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan berupaya dan berkontribusi secara konstruktif dalam penyelesaian konflik politik Myanmar.

Saat melakukan pers bersama setelah melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Hungaria di Jakarta pada Selasa, 16 Februari 2021, Retno menyampaikan pernyataan terkait hal tersebut.

Baca Juga: Angka Keterisian Tempat Tidur Isolasi Pasien Covid-19 Kota Bogor Turun 14 Persen

Baca Juga: Niat Membatalkan Puasa Rajab, Arab, Latin dan Terjemahan

Baca Juga: Masih Zona Merah, Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor dan BIN Lakukan Tes Massal di Bojonggede

"Sejak awal, Indonesia secara konsisten terus menyampaikan kesediaan untuk berkontribusi," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar harus menjadi prioritas utama.

Retno pun menilai bahwa upaya ini untuk mengamankan keberlangsungan transisi inklusif menuju demokrasi di Myanmar perlu dikedepankan.

"Untuk itu, mekanisme kawasan harus dapat bekerja lebih baik untuk secara konstruktif membantu penyelesaian isu yang sulit ini," ujarnya.

Hal ini untuk merespons perkembangan situasi di Myanmar, Menlu Retno telah berkomunikasi dengan para menlu Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Selain itu juga sejumlah menlu lainnya seperti India, Australia, Jepang, Inggris, dan utusan Khusus Sekjen PBB mengenai isu Myanmar.

Baca Juga: 10 Korban Tanah Longsor di Nganjuk Jawa Timur Masih Hilang

Retno juga berencana melakukan komunikasi dengan menlu Amerika Serikat dan menlu China untuk membahas isu yang sama.

Militer Myanmar meluncurkan kudeta terhadap pemerintah sipil dan menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi.

Selain itu mereka pun menangkap Presiden Win Myint, politikus dari partai pemenang pemilu yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis pro demokrasi dan HAM Myanmar.

Tidak lama setelah kudeta, militer memberlakukan status darurat selama satu tahun yang menempatkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Semua itu berada di bawah kendali pimpinan tertinggi, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.

Dua hari setelah kudeta, kepolisian Myanmar resmi menangkap Suu Kyi atas tuduhan impor alat komunikasi ilegal.

Sementara Presiden Myint ditangkap karena dianggap melanggar Undang-Undang Tata Kelola Bencana.

Baca Juga: Jadwal Sahur dan Imsak Puasa Rajab 2021, Lengkap Dengan Jadwal Salat, Unjuk Jakarta dan Sekitarnya

Baca Juga: Kemendikbud Pilih Kabupaten Bogor Jadi Penyelenggara Tahap Awal Sekolah Penggerak

Baca Juga: JTBC Rilis Spoiler Kecil Drama Sisyphus: The Myth, Tim Produksi: Park Shin Hye Lalui Jalan Jauh dan Berbahaya

Berbagai tindakan tersebut mendorong warga Myanmar untuk terjun ke jalan-jalan dan melakukan unjuk rasa damai.

Ribuan warga di mulai dari kelompok buruh, pegawai negeri sipil, tenaga kesehatan, mahasiswa, dan aktivis muda menggelar aksi damai menentang kudeta militer.

Selain itu mereka pun menuntut otoritas setempat mengembalikan kekuasaan ke pemerintah yang terpilih secara demokratis.

Belakangan, junta militer Myanmar menuai kecaman terutama dari komunitas internasional.

Hal ini dikarenakan tanggapan kerasnya terhadap aksi unjuk rasa, bahkan hingga melukai para demonstran.***

Editor: Aulia Salsabil Syahla

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x