Kekerasan Memburuk! Diplomasi PBB Melalui ASEAN Kurang Manjur, Militer Myanmar Dianggap 'Ngeyel'

- 11 Juni 2021, 21:12 WIB
Para warga sipil Myanmar korban krisis demokrasi berusaha untuk mencari pengungsian ke tempat lebih aman.
Para warga sipil Myanmar korban krisis demokrasi berusaha untuk mencari pengungsian ke tempat lebih aman. /arabnews.com

ISU BOGOR - Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet menganggap militer Myanmar 'ngeyel' terhadap 5 poin konsensus yang disepakati bersama negara-negara ASEAN untuk menghentikan kekerasan terhadap pendemo antikudeta.

Junta militer Mynmar malah mengeluarkan 5 langkah tersendiri untuk pemilihan umum baru untuk menentukan pimpinan Myanmar ke depan. 

Michelle Bachelet memperingatkan kekerasan yang memburuk di Myanmar dan mendorong upaya diplomatik yang lebih kuat oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan 'negara-negara berpengaruh' lainnya.

“Tampaknya tidak ada upaya ke arah de-eskalasi melainkan peningkatan pasukan di daerah-daerah utama, bertentangan dengan komitmen yang dibuat militer untuk ASEAN untuk menghentikan kekerasan,” kata Michelle Bachelet dalam sebuah pernyataan, Jumat, 11 Juni 2021 dikutip Isubogor.com dari Reuters.

 

Baca Juga: Mantan Anggota AOA, Mina Ikuti Teman-Teman Baik Jimin di Instagram

Baca Juga: Emas dan Uang 600 Ribu Dolar Kini Mewarnai Kekacauan Kudeta Militer Myanmar

 

Ia pun mengutuk penggunaan senjata berat yang 'keterlaluan' oleh militer Myanmar dalam menanggapi demo menentang kudeta.

Bachelet yang pernah ditolak untuk mengunjungi Myanmar pada Bulan April 2021 menyampaikan ada laporan yang bisa dipercaya tentang kekerasan junta militer terhadap warga sipil.

Di Negara Bagian Kayah, warga sipil digunakan sebagai tameng manusia, sementara tentara menembaki rumah dan gereja, yang telah memaksa lebih dari 108.000 orang mengungsi.

Warga sipil diblok dari akses kemanusiaan dan hanya memiliki sedikit makanan, air atau sanitasi.

 

Baca Juga: Bima Arya Enggan Berkomentar Lagi soal Kasus Habib Rizieq: Semuanya Sudah Disampaikan di Pengadilan

 

“Tampaknya tidak ada upaya ke arah de-eskalasi melainkan peningkatan pasukan di daerah-daerah utama, bertentangan dengan komitmen yang dibuat militer untuk ASEAN untuk menghentikan kekerasan,” kata Bachelet.

Seperti diketahui, Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak kudeta pada Senin, 1 Februari 2021 menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Kudeta membuat demo warga tak terbendung melakukan protes harian dan pemogokan yang melumpuhkan ekonomi.

Bukan hanya itu, demo yang ditanggapi dengan kekerasan menyebabkan pemberontakan semakin meluas hingga pertempuran di perbatasan antara angkatan bersenjata dengan pasukan gerilya etnis minoritas dan milisi tak terelakan.

 

Baca Juga: Aksi Pembebasan Habib Rizieq, Bima Arya Lakukan Pertemuan dengan Perwakilan Massa

 

Seorang juru bicara junta tidak segera menanggapi panggilan telepon Reuters yang meminta komentar.

Meskipun begitu, upaya mediasi Asia Tenggara dianggap telah membuat sedikit kemajuan, dengan menteri luar negeri ASEAN, China dan Jepang di antara beberapa negara minggu ini menekankan pentingnya rencana perdamaian yang dilaksanakan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara Barat, dan China semuanya mendukung upaya ASEAN.

Sayangnya, militer Myanmar yang dikenal sebagai Tatmadaw, tidak terlalu memperhatikan hal itu. Seolah 'ngeyel', konsensus seperti kurang manjur menjadi solusi penghentian kekerasan di Myanmar.

Junta malah menggembar-gemborkan kemajuan rencana lima langkahnya sendiri menuju pemilihan baru.

 

Baca Juga: ARMY Buat DIY Kemasan McDonald BTS Meal di eBay Terjual Lebih dari yang Diharapkan

Bachelet mendorong intensifikasi diplomasi, termasuk dari negara-negara berpengaruh, dan mengatakan dialog sangat dibutuhkan dengan semua pemangku kepentingan politik.

Termasuk pemerintahan bayangan yang terdiri dari penentang kekuasaan militer.

Dua utusan ASEAN mengunjungi Myanmar pekan lalu dan bertemu dengan pejabat tinggi junta, termasuk panglima militer Min Aung Hlaing.

Sebuah perjalanan yang dikritik oleh kelompok-kelompok pro-demokrasi, yang mengatakan bahwa mereka dilarang masuk.

 

Baca Juga: Megawati Raih Gelar Profesor Kehormatan, Presiden Jokowi Beri Selamat

 

“Masyarakat internasional perlu bersatu dalam tuntutannya agar Tatmadaw menghentikan penggunaan artileri berat yang keterlaluan terhadap warga sipil dan objek sipil,” kata Bachelet.

“Kepemimpinan militer bertanggung jawab penuh atas krisis ini, dan harus dimintai pertanggungjawaban.”

Dia juga mengatakan pasukan sipil yang baru dibentuk, yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat dan kelompok bersenjata lainnya, harus mengambil semua tindakan untuk menjauhkan warga sipil dari bahaya.

Bachelet juga menyatakan sangat terganggu dengan penahanan dan laporan atau penyiksaan.

Menurut kelompok aktivis Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), 5.965 orang telah ditangkap sejak kudeta. Dari mereka, 4.804 tetap di penjara, pusat interogasi, dan di bawah tahanan rumah.

 

Baca Juga: Proyek Jalan Tol Semarang-Demak, Jokowi Harap Kurangi Kemacetan dan Tumbuh Ekonomi Baru

 

Setidaknya 860 orang telah tewas, 22 di antaranya akibat penyiksaan selama penahanan, AAPP.

Junta telah mencap lawannya sebagai teroris dan melarang banyak organisasi, termasuk AAPP.***

 

 

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x