Merunut ke belakang, beberapa bulan sebelum kudeta 1 Februari, penyedia layanan telekomunikasi dan internet diperintahkan untuk memasang spyware agar memungkinkan tentara menguping komunikasi warga.
Dikabarkan, Reuters tidak dapat menentukan seberapa luas teknologi pengawasan telah dipasang dan digunakan, tetapi empat sumber mengatakan Telenor ASA (TEL.OL) Norwegia dan Ooredoo QPSC (ORDS.QA) Qatar belum sepenuhnya mematuhi.
Pertama, pada Senin, 1 Februari, militer Myanmar memutus akses internet dan masih belum sepenuhnya dibangun kembali.
Perusahaan telekomunikasip pun dipaksa memberikan daftar situs web dan nomor telepon aktivis untuk diblokir.***