Umbu Landu Paranggi Meninggal, Cak Nun: Umbu Menghadap Allah Dalam Keadaan Berpuasa

- 6 April 2021, 14:57 WIB
Umbu Landu Paranggi saat memeluk Cak Nun
Umbu Landu Paranggi saat memeluk Cak Nun /CakNun.com

Itu adalah pertanyaan akademis. Puisi memprihatini, meskipun tidak sampai mentertawakan pertanyaan itu. Mereka menyangka Umbu pernah memberikan kursus penulisan puisi, karena faktanya dia mengasuh rubrik puisi di “Pelopor Yogya” dan “Bali Post”. Tetapi tidak. Sama sekali tidak. Ia hanya setia menemani anak-anaknya sebagai manusia.

Ia tekun mendalami proses kejiwaan murid-muridnya. Ia jeli dan teliti melakukan “nahi munkar” ketika ada di antara anak-anak asuhnya mengalami kesesatan jiwa terutama kesombongan mental dan kekaburan proses rohaniahnya. Sebab Umbu menemani murid-muridnya itu di tengah peradaban manusia modern yang penuh kesesatan jiwa. Yang sok, keminter dan kemlinthi. Umbu bisa berjalan kaki puluhan kilometer dari Malioboro ke rumah anaknya di suatu kampung pelosok, kalau menjumpai satu kata atau koordinat poetika yang sesat atau pilihan koordinat poetika yang menurut dia dialami oleh anaknya itu.

Kalau Umbu adalah guru tadabbur, apakah ia seorang Muslim? Saya kemukakan dua hal. Pertama, model pendidikan Umbu kepada remaja dan masa muda saya itulah yang menghembuskan angin energi batin ke dalam mesin jiwa saya untuk membangun tradisi tadabbur. Kedua, apakah pertanyaan “apa dia Muslim” itu Anda ajukan juga kepada Abu Thalib, paman Rasulullah Muhammad?

Abu Thalib diprotes oleh para pembesar Mekah dan didesak agar mempengaruhi Nabi Muhammad untuk menghentikan gerakan dakwahnya. Bahkan menawarkan kepada Muhammad, melalui pamannya itu, sejumlah harta benda untuk “menyogok” Muhammad. Dan Kanjeng Nabi menjawab:

وَاللَّهِ يَا عَمِّ ، لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي ، وَالْقَمَرَ فِي شِمَالِي
عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ مَا تَرَكْتُهُ ، حَتَّى يُظْهِرَهُ اللَّهُ ، أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ

“Wahai Pamanku, Demi Allah, kalau pun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perintah Allah ini, takkan sesaat pun aku meninggalkannya. Sampai kelak Allah memenangkannya atau aku binasa”.

Abu Thalib pasang badan sepenuh-penuhnya untuk membentengi keponakannya dari ancaman para penguasa Mekah. Abu Thalib mempertaruhkan hidup dan nyawanya untuk melindungi Muhammad. Abu Thalib mateg aji “tohpati” untuk menjamin kelancaran perjuangan Kanjeng Nabi, dan itu melebihi jumlah perjuangan kita semua di dalam menegakkan Islam. Lantas kita dengan pongah dan “gemmedhe” menuduh Abu Thalib bukan seorang Muslim. Hanya karena tidak ada “berita acara” bahwa beliau pernah mengucapkan Syahadatain. Seakan-akan kita punya pasukan Jin dan Malaikat sebagaimana Nabi Sulaiman yang kita bawai Smartphone untuk meneliti dan merekam syahadatnya Abu Thalib dan Umbu Landu Paranggi.

Sampai usia hampir 68 tahun sekarang ini, belum pernah saya menjumpai manusia yang sangat menikmati setiap kata dan segala narasi saya tentang Islam, iman, taqwa, tawakkal, sabar dan shalat, melebihi Umbu menikmatinya dengan sumringah pancaran cahaya wajahnya. Tolong jangan siapapun masih menuntut Umbu aktif sebagai anggota Takmir Masjid, menjadi anggota Muhammadiyah atau NU Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Apalagi meminta pembuktian keIslamannya dengan menguji apakah dia bisa memimpin Yasinan atau Tahlilan.

Yogyakarta, 6 April 2021.***

Halaman:

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: CakNun.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x