Tanggapi Negaranya Menghina Nabi Muhammad, Dubes Prancis: Islamisme Radikal yang Dilawan

31 Oktober 2020, 20:14 WIB
Dubes Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard.* /Twitter @ChambardOlivier

ISU BOGOR - Kecaman keras Pemerintah Indonesia terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron yang telah menghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berbendapat, akhirnya direspon oleh Duta Besar Prancis untuk Indonesia di Jakarta.

Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard melalui laman resmi Kedutaan Besar id.ambafrance.org, ia menanggapi kontroversi pernyataan Presidennya lewat tulisan berjudul Apa yang dimaksud oleh Presiden Macron sebenarnya?

Bahkan dalam sub judul klarifikasinya terkait tuduhan Prancis telah menghina Nabi Muhammad itu ia memberikan penekanan "Islamisme radikal lah yang dilawan," ujarnya Sabtu 31 Oktober 2020.

Baca Juga: Prancis Menghina Nabi Muhammad, Jokowi Kecam Keras Presiden Emmanuel Macron

Untuk lengkapnya, simak klarifikasi atau tanggapan Dubes Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard berikut ini:

Serangan teroris yang terjadi di Conflans Sainte-Honorine pada tanggal 16 Oktober lalu, dimana seorang guru dipenggal kepalanya saat meninggalkan sekolahnya, yang disusul dengan serangan yang terjadi di kota Nice pada tanggal 29 Oktober, di gereja Basilika Notre-Dame de l’Assomption, yang menewaskan tiga orang, amat mengguncang Prancis.

Prancis mengalami serangan teroris yang bertubi-tubi di wilayahnya sejak beberapa tahun terakhir ini, seperti halnya di Indonesia.

Sebuah surat kabar Iran menerbitkan kartun yang menunjukkan Presiden Prancis Emmanuel dalam bentuk setan, sehubungan dengan pernyataannya di mana dia mendukung penerbitan kartun yang menyinggung Nabi Muhammad (SAW).* Twitter @ababeel122

Oleh karena itu, Presiden Republik Emmanuel Macron pun menyampaikan sebuah strategi yang bertujuan untuk mengisolasi dan memerangi terorisme yang mengambil bentuk Islamisme radikal (radikalisme).

Baca Juga: Jokowi: Presiden Prancis Emmanuel Macron Telah Melukai Perasaan Umat Islam

Mengingat sejumlah pernyataan dan seruan untuk memboikot produk Prancis yang marak, di beberapa hari terakhir ini, merupakan kewajiban saya untuk menyanggah pemahaman yang salah atau bias terhadap pidato Presiden Emmanuel Macron tersebut.

Saya akan membahas poin-poin utama strateginya, tetapi di atas semua itu, saya mengajak semua orang untuk membaca pidato tersebut agar dapat membangun opini mereka sendiri.

Unggahan Paul Pogba yang menyanggah berita headline The Sun terkait pengunduran diri dari Timnas Prancis soal pernyataan Presiden Macron yang terus menerus 'menyerang' Islam.* Twitter @Pogba

Islamisme radikal lah yang dilawan

Presiden Republik Prancis dengan jelas telah menetapkan sasaran dari strategi tersebut: sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal.

Baca Juga: Demo Presiden Macron di Bogor, Mahasiswa: Kami Mendesak Pemerintah Indonesia Boikot Produk Prancis

Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) memerangi Islamisme radikal ini, yang sering menjadi inkubator terorisme. 

Ini terjadi di Prancis selama beberapa tahun terakhir, seperti juga di Indonesia.

Penegasan kembali “laïcité” (sekularisme Prancis) sebagai jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tidak percaya pada Tuhan) dan kebebasan beragama.

Para pengunjuk rasa berkumpul di luar kedutaan Prancis di London memprotes Presiden Prancis Emmanuel Macron, Jumat 30 Oktober 2020 dailymail

Presiden Republik Prancis mengingatkan pentingnya laïcité, perekat Republik Prancis, yang merupakan landasan kebebasan beragama.

Juga memungkinkan setiap komunitas beragama untuk menjalankan ibadah, dan menjaga netralitas Negara terhadap semua agama.

Baca Juga: Ribuan Orang Bakal Kepung Kedubes Prancis di Jakarta Senin 2 November 2020, Polisi Mulai Antisipasi

Laïcité adalah salah satu azas Republik Prancis seperti halnya "Pancasila" yang menjadi salah satu azas Republik Indonesia. Laïcité sama sekali bukan berarti penghapusan agama di ruang publik.

Penolakan terhadap penyamarataan yang dinyatakan dengan jelas

Presiden dengan jelas menyampaikan bahwa dia tidak akan mentolerir penyamarataan apapun: Ada perbedaan nyata antara mayoritas warga Muslim Prancis yang damai dan moderat, dengan kelompok minoritas militan yang bersifat separatis yang mengabaikan hukum dan memusuhi nilai-nilai Republik Prancis.

Umat Muslim di Dunia Marah Terhadap Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron

Golongan terakhir inilah yang merupakan penyakit bagi mayoritas Muslim Prancis. Saya ingin mengatakannya lagi dengan jelas: korban pertama dari Islamisme radikal itu adalah umat Muslim sendiri.

Baca Juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron 'Ngotot' Bela Media Penghina Nabi Muhammad meski Warganya Dipenggal

Dukungan dari Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM)

Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM), yang merupakan instansi resmi perwakilan umat Islam di Prancis dan mitra utama pemerintah, menyatakan,"Nilai-nilai yang mendasari (...) Republik kita yang sekuler, tak terpecah-belah, demokratis dan sosial, dengan moto tritunggalnya.

"Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan" ini memungkinkan kita, umat Muslim Prancis, seperti halnya semua warga negara Prancis lainnya, untuk menjalankan ibadah dengan bebas atau untuk tidak menjalankan ibadah sama sekali, untuk membangun masjid dan menikmati hak-hak kita sepenuhnya."

Akhirnya, CFCM mengatakan "Tidak! Kami kaum Muslim tidak dianiaya di Prancis. Kami adalah warga negara penuh di negara kami. Seperti semua warga negara kami lainnya, kami memiliki hak yang dijamin dan kewajiban untuk dijalankan”.

Presiden Macron mengungkapkan kegembiraan dan kelegaan atas pembebasan Sophie Petronin [Gonzalo Fuentes / Reuters]

Baca Juga: Tanggapi Penghinaan Nabi Muhammad di Prancis, UAS: Eropa Akan Jadi Islam

Pembelaan terhadap kebebasan berpendapat

Prancis membela kebebasan fundamental, termasuk kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama atau berkeyakinan, bagi semua orang, apa pun agama yang dianut.

Ini berlaku bagi warga Prancis yang beragama Islam, seperti juga bagi semua warga Prancis lainnya.

Faktanya, banyak warga Muslim Prancis yang menunjukkan solidaritas mereka terhadap kartunis yang terbunuh, meskipun mereka tidak mendukung kebijakan Charlie Hebdo untuk menerbitkan karikatur.

Namun, membela kebebasan berekspresi di Prancis tidak berarti bahwa segala sesuatu mungkin terjadi: hukum hadir untuk melindungi setiap warga negara.

Menurut hukum di Prancis, ada perbedaan jelas antara ruang yang diberikan untuk memperdebatkan dan mempertanyakan semua sistem pemikiran, agama atau kepercayaan, yang mencakup kebebasan untuk mengkritik, termasuk melalui humor, di satu sisi, dan hasutan kebencian agama, di sisi lain.

Tangkapan layar akun twitter @Dakwah_annajah mengenai boikot produk-produk Prancis Prancis.*

Baca Juga: Peristiwa Berdarah di Prancis, Pria Tunisia Penggal Kepala Perempuan di Gereja

Yang terakhir ini yang diperangi menurut hukum yang berlaku. Majalah Charlie Hebdo yang telah menerbitkan kartun selama 50 tahun, bersifat provokatif terhadap semua kekuatan dan institusi, pemerintah, politik, agama dan lain-lain, tanpa mendorong kekerasan atau kebencian.

Majalah ini menerbitkan karikatur tentang berbagai keyakinan, serta tiga agama monoteistik, tidak hanya tentang Islam. Beberapa karikatur, antara lain, menargetkan Paus dan agama Katolik.

Charlie Hebdo telah berkali-kali dituntut ke pengadilan. Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan karena menargetkan individu atau kelompok masyarakat, tapi bukan karena mengolok-olok agama.

Baca Juga: Hacker Serang Puluhan Situs Komersial Prancis, Buntut Presiden Macron Bela Penghina Islam

Saya berharap, beberapa poin yang dipaparkan di sini dapat membantu para pembaca untuk lebih memahami strategi Presiden Republik Prancis.

Perang melawan terorisme merupakan masalah yang kompleks dan global, yang hanya dapat dilawan melalui kerja jangka panjang, dan membutuhkan peningkatan kerja sama.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa posisi Prancis selama ini adalah melindungi kebebasan fundamental, menolak kebencian, dan memerangi terorisme, seperti halnya di Indonesia yang merupakan mitra strategisnya.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler