Militer Myanmar Terkungkung, Inggris Tambah Boikot 3 Aset Penyuplai Dana Kekejaman Kudeta

22 Juni 2021, 18:26 WIB
Warga mengungsi memasuki hutan akibat peperangan di sebelah timur Myanmar di Negara Bagian Kayah /REUTERS

 

ISU BOGOR - Inggris menambah daftar boikot aset pemerintah Myanmar yang menyuplai dana bagi militer dalam kudeta yang berbuntut kekejaman terhadap demonstran.

Sebelumnya, pada Senin, 21 Juni 2021, pertemuan Konferensi Uni Eropa yang akhirnya memberikan sanksi keras dengan memboikot aset dan sanksi perjaalan kepada 8 pejabat Myanmar.

Namun Inggris menambahkan tiga entitas Myanmar ke daftar boiperuot, yakni perusahaan mutiara dan kayu milik negara, dan 'Dewan Administrasi Negara' yang menjalankan fungsi negara. Hal itu diposting di situs web pemerintah Inggris.

 

Baca Juga: Kudeta Militer Bantai 860 Warga, Uni Eropa Boikot Aset dan Sanksi 8 Pejabat Myanmar

 

Inggris mengatakan ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa kedua perusahaan milik negara tersebut memberikan dana kepada junta militer.

Bahkan, Dewan Administrasi Negara bertanggung jawab, atau telah mendukung, perusakan demokrasi di Myanmar.

Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan beberapa gelombang sanksi terhadap Myanmar dalam upaya untuk meningkatkan tekanan pada militer sejak mengambil alih kekuasaan dalam kudeta, Senin, 1 Februari 2021.

“Bersama sekutu kami, kami memberikan sanksi pada perusahaan yang terkait dengan junta militer Myanmar, menargetkan keuangan rezim tidak sah ini,” kata menteri luar negeri Dominic Raab.

 

Baca Juga: Putin Dikabarkan Tidak Ingin Bertemu Min Aung Hlaing, Nyatanya Perkuat Kerjasama dengan Militer Myanmar

 

“Militer telah melanjutkan subversi demokrasi dan pembunuhan brutal terhadap warga sipil. Kami akan terus meminta pertanggungjawaban Junta dan memberikan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab, sampai demokrasi dipulihkan.”

Tuduhan junta tentang penyimpangan dalam pemilihan November ditolak oleh komisi pemilihan.

Inggris juga memperkuat sarannya kepada bisnis, menekankan bahwa mereka harus “melakukan uji tuntas rantai pasokan yang ditingkatkan dan tidak boleh masuk ke dalam hubungan perdagangan yang menguntungkan militer Myanmar.”

Diketahui, kudeta militer Myanmar terhadap pemimpin terpilihnya melalui pemilihan umum (pemilu) Aung San Suu Kyi pada Senin, 1 Februari telah membuat huru-hara protes massa.

 

Baca Juga: China Bakal Menghadapi 'Isolasi' Global Jika Menolak Penyelidikan Kasus Asal Usul Pandemi Covid-19

 

Sekitar 860 pembantaian terhadap warga sipil tercatat, meskipun jumlah tersebut dibantah junta militer Myanmar.

Akan tetapi, kerusuhan demontran dengan militer hingga perang etnis telah mewarnai pemberitaan mengenai kudeta itu.

Sejumlah korban bahkan sempat menarik perhatian publik dunia atas kematiannya saat ikut demonstrasi.***

Editor: Chris Dale

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler