ISU BOGOR - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Azis Syamsuddin ditangkap karena kasus dugaan suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah menetapkan Azis sebagai tersangka.
"KPK menetapkan Saudara AZ, Wakil Ketua DPR RI, sebagai tersangka terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah," katanya dalam jumpa pers, Sabtu 25 September 2021.
Baca Juga: Jokowi 'Disentil' Jubir KPK Darurat, Ferdinand Hutahaean Bereaksi: Jangan Jerumuskan Presiden
Politikus Partai Golkar itu ditangkap di kediamannya di Jakarta pada Jumat, 24 September 2021.
Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun bersuara.
"Kalau di negara lain ini barang kali sudahh kiamat. Coba bayangkan yang dijadikan atau diumumkan sebagai tersangka adalah Wakil Ketua DPR yang juga pernah menajadi Ketua Komisi III DPR RI yang memimpin sidang pemilihan anggota KPK periode 2019-2023," kata Refly Harun di YouTubenya.
"Bisa kita bayangkan, juga melakukan fit and proper test kepada kapolri, penegak hukum, Allahu Akbar," sambungnya.
Kemudian Refly Harun mengajak membayangkan jika di Indonesia ini bisa ada pejabat yang awalnya di tempat tertinggi tiba-tiba langsung berada di tempat terendah karena dianggap melakukan tindakan pidana korupsi.
"Persoalannya adalah ini perkara baru, baru kali ini saja terjadi, atau sesungguhnya fenomena yang biasa saja yang di republik kita ini," kata Refly Harun seoalah menanyakan.
Baca Juga: Azis Syamsuddin Ditangkap KPK, Rocky Gerung: Pasti Politis Banget
Menurut dia, rasanya orang akan mengatakan bahwa melakukan tindak pidana korupsi menjadi sudah biasa.,
"Semua institusi kena, MK ketua MK-nya pernah kena, DPD pernah kena, terlepas dari akhrnya dibebaskan melalui peninjauan kembali itu soal lain," ujarnya.
"Kemudian DPR bukan lagi kena, tapi kena berkali-kali. Mahkamah Agung juga begitu hakim-hakimnya. Polisi juga, jaksa juga, orang lingkar istana juga," sebutnya.
Menurut Refy Harun, dapat disimpulkan di negeri ini tidak ada lagi lembaga atu institusi yang steril dari tindak pidana korupsi
"Sekali lagi, bukan radikalisme, bukan ekstrimisme yang mebahayakan republik ini, tapi tindak pidana korupsi," tandasnya. ***