Fenomena Komet Lintang Kemukus di Belahan Dunia, Mitos Pertanda Perang Sampai Isu Kiamat

12 Oktober 2020, 11:01 WIB
Ilustrasi komet atau Lintang Kemukus menghantam bumi. /

ISU BOGOR - Fenomena komet atau Lintang Kemukus dalam istilah Jawa yang dikaitkan dengan mitos ternyata terjadi tak hanya di Indonesia.

Terlepas banyaknya terminologi dalam menyebut komet yang di Indonesia terkenal sebagai Lintang Kemukus, nyatanya di berbagai belahan dunia juga memiliki nilai sosio histori atas sebuah kejadian dan peristiwa.

Berdasarkan data dari planetarium.jakarta.go.id, fenomena komet dari masa ke masa dengan sudut pandang sejarah, ilmiah hingga mitologi memang selalu menarik diulas.

Baca Juga: Lintang Kemukus Menurut Kosmologi Jawa Dulu dan Sekarang, Tanda Konflik dan Kehidupan Susah

Baca Juga: Heboh Fenomena Lintang Kemukus, LAPAN Belum Bisa Pastikan Nama Jenis Benda Luar Angkasa Tersebut

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Menurut Astrophile, Legenda Keris Majapahit dan Istilah 'Berambut Panjang'

Bahkan pada masa sekarang dengan peralatan yang semakin modern, penemuan demi penemuan akan benda-benda luar angkasa ini semakin sering.

Berdasarkan data Minor Planet Center – International Astronomical Union (MPC-IAU), pada tahun 2016 hingga tanggal 24 Mei telah ditemukan 16 buah komet mendekati Matahari.

Sehingga total temuan komet atau Lintang Kemukus ini, kini sudah mencapai 3887 buah yang telah diketahui dengan baik dari sifat orbitnya.

Pertanda Perang Dunia

Sejak zaman dahulu hingga saat ini fenomena komet di kubah langit malam sering dikaitkan dengan tanda akan datangnya bencana atau sejenisnya.

Baca Juga: Makna Penampakan Lintang Kemukus Berdasarkan Arah Mata Angin

Baca Juga: Ini Sinopsis Film yang Ditonton Hotman Paris Terkait Omnibus Law, Kisah Nyata Ruth Bader Ginsburg

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Pieter Rasiman Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya

Shakespeare dalam karya Julius Caesar, mengaitkannya dengan pertanda kematian. Bahkan, ada kasus unik, tentang komet ini, dimana Mark Twain pengarang buku fiksi Petualangan Huckleberry Finn dan Petualangan Tom Sawyer, lahir 1835 dan meninggal 1910 saat fenomena komet Halley muncul.

Bersamaan dengan itu di tahun 1910, ketakutan pun melanda dunia. Bahkan Amerika sempat memproduksi pil anti komet dan masker gas.

Suasana ini memunculkan rumor di seluruh dunia bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang besar.

Nyatanya, 4 tahun berselang, terjadilah Perang Dunia I, sejak 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918 yang dipicu dengan pembunuhan Franz Ferdinand, pewaris tahta Austria, Hongaria dan istrinya, oleh nasionalis Yugoslavia Gavrilo Princip di Sarajevo 28 Juni 1914.

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Muncul di Langit Jawa, Antara Mitos dan Tetengger Pagebluk

Baca Juga: Hotman Paris Emosi Saat Ingatkan Jokowi Soal UU Omnibus Law Cipta Kerja Ada Netizen yang Asbun

Dampaknya, tidak kurang 9 juta tentara dan 7 juta pertahanan sipil tewas di medan perang dengan melibatkan sejumlah negara yakni Austria, Hongaria, Jerman, Kerajaan Ottoman, Bulgaria melawan Serbia, Rusia, Perancis,Kerajaan Inggris, Itali, Amerika Serikat, Jepang dan Rumania.

Selain seluruh wilayah Eropa, juga merambah Caucasus, Mesopotamia, Sinai, dan banyak kawasan seantaro dunia lainnya. Dimaklumi bila kemudian komet Halley kembali mengemuka menjadi perbincangan sebagai tanda bencana seperti rumor yang muncul tahun 1910.

Mitos Kiamat dan Wabah Penyakit

Sementara itu di Indonesia, komet Halley atau Lintang Kemukus ini sejak zaman dahulu dikaitkan dengan peristiwa sejarah yang kelam, saat komet yang teramati sejak masuk abad 20:

- 1910 1P/Halley (76 tahun),
- 1927 7P/Pons-Winnecke dan Skjellerup–Maristany (36.530 tahun),
- 1945 79P/du Toit–Hartley atau du Toit 2 (5,6 tahun),
- 1965 Ikeya-Seki (1.060 tahun),
- 1973/4 Kohoutek (35.600 tahun),
- 1996 Hyakutake (70.000 tahun),
- 1997/8 Hale-Bopp (2520 – 2533 tahun),
- 2004 P/2004 R3 (LINEAR-NEAT),
- 2013 C/2011 L4 (Panstarss) dan C/2012 S1 (ISON).

Bahkan, saat itu ragam takhayul tumbuh subur dari tahun ke tahun dan bermunculan silih berganti seolah tanpa istirahat, bahkan hingga menyisip ke isu kiamat.

Baca Juga: Heboh Fenomena Lintang Kemukus Juga Terjadi di Negara Ini dengan Sebutan Fireball, Ini kata LAPAN

Tahun 1908, memang ada komet cemerlang (Komet Morehouse atau C/1908 R1), tetapi apakah terlihat dari Indonesia belum dapat dipastikan.

Yang jelas tanggal 30 Juni 1908 di Rusia terjadi bencana saat pecahan komet Encke jatuh. Dikenal sebagai Peristiwa Tunguska, terjadi dekat Sungai Tunguska – Siberia.

Cikal bakalnya adalah pecahan komet Encke yang meledak di ketinggian 10 km, menghancurkan lebih dari 2.000 km2 hutan di sana. Gema ledakan hingga radius 1.000 km dan Seismometer dari segala penjuru dunia mencatatnya.

Baca Juga: Jokowi Pol Pot Indonesia Mendadak Trending di Twitter, Ini Biografi Pemimpin Kamboja 1975-1979 Itu

Kecerlangan ledakan bahkan mengalahkan terangnya Matahari. Adapun tahun 1927/8, untuk komet Skjellerup–Maristany di atas, identifikasi lainnya C/1927 X1, 1927 IX, dan 1927k, merupakan komet periode panjang dan sangat cemerlang.

Sangat mudah dilihat dalam kisaran 1 bulan lebih. Secara terpisah ditemukan oleh astronom amatir John Francis Skjellerup (Australia, 28/11/1927) dan Edmundo Maristany (Argentina, 06/12/1927) dengan warna kuning terang yang ternyata karena kelimpahan sodium yang tinggi pada komet tersebut.

Bila hendak merunut kehadiran benda ini pada masa lalu memang sangat sulit.

Sekedar contoh, astronom dari Tiongkok, Li Qibin, harus menelusuri lebih dari 150.000 manuskrip dan 10.000 prasasti yang relevan serta puluhan tinggalan lain selama 13 tahun hingga 1987 bersama 200 mahasiswanya untuk mencari dan mengidentifikasi benda langit yang di sana dikategorikan sebagai bintang Zhoubo, Bei, Jing atau sebutan lainnya.

Baca Juga: 5 Fakta Tanaman Hias Fenomenal Janda Bolong yang Dibanderol Seharga Mobil Bekas

Tercampurnya beragam istilah cukup menyulitkan apakah benda yang tercatat benar komet atau lainnya seperti bintang, planet, nova, supernova, atau lainnya.

Sama dengan di Indonesia, apapun benda langit umumnya disebut dengan awalan Lintang/Wintang.

Hingga kini, dengan banyak lagi tambahan manuskrip, pekerjaan ini masih terus berlangsung dan jauh dari tuntas.

Catatan tentang hadirnya komet yang terlihat di Tiongkok salah satunya telah ditulis pada manuskrip Book of Prince Huai Nan (komandan pasukan raja Wu saat melawan Zhou dari Yin tahun 1057 SM), yaitu komet Halley.

Baca Juga: Ini Penyebab Banjir Bandang di Bogor dan Sukabumi, BMKG: Fenomena Rossby

Berbeda dengan dunia barat, justru astronom China sangat teliti dalam menera langit serta mendokumentasikannya baik dalam bentuk gambar, ukiran, maupun tulisan termasuk kehadiran komet.

Catatannya bahkan bukan hanya dalam bentuk komet, melainkan lokasi di lautan bintang, evolusi kecerlangan dan orientasi ekor, hingga jejak pergeserannya.

Sebutan komet antara lain, Bintang Ekor Panjang Burung Pegar, Bintang Sapu (terkait bencana); kadang hingga sebutan Bintang Keji (vile stars).

Contoh tinggalan lainnya seperti di Mesir. Dapat kita sebut semisal komet Hale-Bopp. Komet ini kemungkinan besar telah diamati bangsa Mesir kuno pada era Firaun Pepi I (2332-2283 SM).

Baca Juga: 7 Warga Bogor Raya Dilaporkan Meninggal Dunia Terkait Covid-19 Dalam Sehari

Pada piramidanya di Saqqara terdapat tulisan “nhh–star” yang dalam sandi hieroglyph maksudnya adalah pendamping firaun di langit dan “nhh” sendiri berarti rambut panjang.

Sementara itu, tahu bahwa mitologi Mesir begitu kaya dengan aneka kisah terkait dewa dewinya.

Dari benua Afrika, beberapa komet cemerlang tampak tahun 1843, 1848, 1884. Budaya di benua ini dahulu kala tidak memiliki sistem kalender yang mapan.

Biasanya sebuah kejadian ditandai dengan kejadian yang unik lainnya, semisal dikaitkan dengan peristiwa perang, kematian kepala suku, banjir, juga fenomena langit termasuk penampakan komet.

Umumnya untuk hadirnya komet adalah sebagai pertanda akan datangnya bencana.

Baca Juga: Bima Arya Galau karena Kewenangannya Banyak Dipangkas Omnibus Law UU Cipta Kerja

Hal ini sebenarnya mirip di Indonesia. Dulu sering kita jumpai apabila ditanya lahirnya seseorang, sering jawabannya "ketika gunung tertentu meletus“, "ketika terjadi banjir besar“, dikaitkan beragam kejadian.

Namun, ada pula anggapan bahwa apabila benda ini terlihat, maka akan terjadi malapetaka. Pada gua di Fouriesberg – Afrika Selatan terdapat lukisan komet (menilik bentuknya, walau ada pemikiran – dapat jadi gambar bolide meteor) berusia kisaran 25.000 tahun.

Selain itu juga dijumpai pada budaya Masai (Kenya, dekat Swahili) bahwa komet malah merupakan dewa yang sangat penting, lebih dari sekedar pertanda sesuatu.

Dewa inilah yang memberi sesuatu yang optimistis. Ibarat hadirnya Batara Surya di India/Indonesia yang terkait Matahari.

Pandangan di atas juga terjadi di benua Amerika. Hadirnya komet menimbulkan ragam ketakutan, kekaguman, dan aneka takhayul.

Baca Juga: Tahun Lalu 11.000 Kejadian Gempa, Hingga November 2020 Waspadai Ancaman Serupa

Sebagai pertanda bencana, murkanya Dewa, saatnya meramal kematian pangeran hingga jatuhnya kerajaan, dll. Mulai hilangnya budaya Aztec (wilayah Mexico) karena serbuan bangsa Spanyol (tertangkapnya Moctezuma – sang raja) juga kebetulan ditandai dengan munculnya the Great Comet tahun 1517.

Mitos Lintang Kemukus

Khususnya di Jawa, kemunculan komet yang disebut Lintang Kemukus dikaitkan atau sebagai pertanda akan munculnya kerusuhan, kekacauan, perang, kelaparan, kematian, bencana, atau wabah penyakit (Maas/Tijdschrift, 1924).

Namun, ada pula kisah atau mitos muasal keterjadian komet. Tinjau budaya di pulau Jawa bagian tengah (Solo dan Yogyakarta). Terdapat mitos tentang Lintang Kemukus pada manuscript Babad Tanah Jawi.

Bila mendengar Babad Tanah Jawi, sebenarnya ada ragam versi. Misal “Serat Babad Segaluh dumugi Mataram” (Babad Galuh-Mataram) dan “Serat Babad Tanah Jawi”.

Ada pula “Babad Pajajaran” yang isinya sebenarnya Babad Tanah Jawi yang mana didalamnya terdapat cerita tentang pertempuran antara Prabu Brawijaya (Jaka Suruh) dengan Siung/Tiung/Ciung Wanara hingga kisah penyerbuan Penembahan Senapati (Mataram) ke Pajang.

Baca Juga: Tidak Puas dengan UU Omnimbus Law Cipta Kerja, Opsi Wali Kota Bogor Bima Arya Judicial Review ke MK

Kisah Lintang Kemukus berasal dari yang pertama, yang isinya praktis sama dengan Serat Babad Tanah Jawi pada naskah Radyapustaka No.128, bab Teluh Condong-campur (ref: Sawitar 2015).

Dikisahkan akhirnya keris Kyai Condong-campur kalah dan kembali ke tempatnya. Walhasil Majapahit pun terbebas dari wabah penyakit. Prabu Brawijaya menitahkan ke Kyai Supagati dan Supradriya untuk menghancurkan keris itu karena pamornya telah rontok.

Saat tiba keris dibakar hingga merah membara dan siap dihancurkan, keris mendadak melesat ke langit bersama teluh braja (braja: senjata) lalu menjelma menjadi Lintang Kemukus (bintang berasap, mêtu kukusé = keluar asapnya) yang disaksikan banyak orang.

Sambil melesat itulah, terdengar keris tersebut bertutur ke Prabu Brawijaya tentang tugasnya untuk membuat keris berdapur nagasasra (keris Ki Jigja yang berukuran kecil terkenal dengan keris berdapur sabuk-inten).

Pada kisah lanjutannya, pemilik keris Kyai Sengkelat adalah Sunan Kalijaga, kakak ipar Ki Supa.

Tentang keris nagasasra atau dapur sewu (Kyai Segara-wedang) dan sabuk-inten pernah dipopulerkan kisahnya oleh S.H. Mintardja (fiksi, berlatar sejarah transisi Majapahit – Pajang/Demak dengan tokoh Mahesa Jenar, murid Syeh Siti Jenar) yang Beliau juga terkenal dengan “Api di Bukit Menoreh”nya (transisi Pajang – Mataram; tokohnya Kyai Gringsing, Agung Sedayu, Glagah Putih, Pangeran Benawa, dan Panembahan Senopati).

Baca Juga: Bocoran Harga HP Realme C17 RAM 6GB dan Realme 7 Pro Berkamera 64MP yang Meluncur 14 Oktober 2020

Dalam naskah di atas, lenyapnya Kyai Condong-campur merupakan tanda runtuhnya Majapahit. Dalam sejarah Nusantara, saat Majapahit runtuh dikenal kata sandi atau sengkalan: sirna ilang kertaning bumi (0–0–4–1), yang artinya tahun 1400Ç (1478M).

Yang sebenarnya cukup menarik, apakah saat itu memang ada Lintang Kemukus? Hingga saat ini belum ada yang biasa mendapatkan datanya.

Paling mungkin bahwa kejadian itu pada akhir masa Prabu Brawijaya V (1478) dan ada catatan bahwa komet tersebut dapat dilihat oleh banyak masyarakat saat itu.

Artinya komet cukup lama terlihat dan cukup terang, maka kemungkinannya adalah komet 1471Y1 yang muncul sejak Desember 1471 hingga akhir Januari 1472 yang diprediksi memiliki magnitudo semu minus 3 (setelah melewati perihelion tanggal 1 Maret 1471).

Adapun pada tahapan melesat ke langit, bercampur dahulu dengan têluh braja (diibaratkan layaknya Lintang Alihan yang mlêtik-mlêtik).***

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: planetarium.jakarta.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler