KemenPANRB Kritisi Instansi Soal Hak Kompetensi PNS

- 29 Juli 2020, 19:06 WIB
Proses pelaksanaan tes SKD CPNS 2020 hari pertama Rabu (12/2/2020) di Graha Batununggal, Kota Bandung.
Proses pelaksanaan tes SKD CPNS 2020 hari pertama Rabu (12/2/2020) di Graha Batununggal, Kota Bandung. /PRFM/Tommy Riyadi/

 

ISU BOGOR - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) mengkritisi soal para pengelola sumber daya manusia (SDM) di berbagai instansi pemerintahan belum menanamkan pengembangan kompetensi merupakan hak mutlak setiap PNS.

Menutip pernyataan Deputi bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq yang dirilis menpan.go.id, ia mengatakan pengelolaan pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil (PNS) sudah harus diikuti dengan perubahan pola pikir (mindset) untuk pengelola sumber daya manusia (SDM) di setiap instansi pemerintah.

Salah satu tantangan utama dalam pengembangan ASN adalah program pengembangan kompetensi yang selama ini kerap kali dilakukan serta merta hanya untuk pemenuhan peraturan perundang-undangan yang ada.

Baca Juga: Meskipun Banyak Diserang Kritik, Hanya 30,1 Persen Survei Tidak Puas Kinerja Pemerintah Pusat

Dikatakannya, seharusnya ASN memenuhi tiga kompetensi yaitu manajerial, sosio kultural, dan teknis, namun rata-rata habis untuk pelatihan dasar serta pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim).

Padahal PNS memiliki hak 20 jam pelajaran dalam satu tahun untuk mendapatkan pengembangan kompetensi.

“Kita ingin mempersiapkan ASN sebagai human capital yang menjadi sumber penggerak dari pembangunan. Oleh karena, itu perlu perubahan mindset semua pengelola kepegawaian,” ujar Taufiq saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2020 tentang Perubahan atas PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa waktu lalu.

Menurut Taufiq, mindset pengembangan kompetensi yang masih berorientasi pada pemenuhan peraturan perundang-undangan menyebabkan pengelolaan kompetensi hanya terfokus pada pelatihan yang bersifat klasikal, seperti training, seminar, kursus, atau diklat.

Baca Juga: Mata-mata Tiongkok Tertangkap di Singapura, Pemerintah Barat Khawatir Ada Perekrutan Intelijen

Yang mana diketahui bahwa pelatihan yang bersifat klasikal tentu membutuhkan banyak biaya, sementara pemerintah memiliki anggaran yang terbatas.

Ia menuturkan bahwa pengembangan kompetensi tidak hanya terbatas pada pelatihan yang bersifat klasikal saja atau training and development.

Menurutnya, paradigma training and development harus digeser dan digantikan menjadi belajar dan pengembangan atau 'learning and development.'

Training and development sifatnya selalu tersentral pada instruktur atau widyaiswara yang dilakukan di kelas, dengan kecepatan pembelajaran dan materi yang sama.

Baca Juga: Pemerintah Sebut Angka Kesembuhan Kasus Covid-19 Terus Meningkat


Sementara learning and development sifatnya lebih fleksibel dan tidak tersentral pada instruktur atau widyaiswara, tetapi lebih tersentral pada peserta itu sendiri.

Metode tersebut menekankan pada variasi kebutuhan pembelajaran pegawai dan disesuaikan dengan gaya belajar (learning style) peserta. 

Selain itu, membuka metode-metode yang variatif, yaitu metode non-klasikal yang dikembangkan di tempat kerja, seperti coaching, mentoring, on the job training, pertukaran pegawai, datasering (secondments), job shadowing, maupun community of practice.

Dalam PP No. 17/2020 disebutkan pengembangan kompetensi dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university). Yang dimaksud dengan terintegrasi adalah antara metode klasikal dan non-klasikal menjadi satu dan dilaksanakan dalam rangka menjabarkan strategi organisasi.

Baca Juga: Bima Arya : Sosialisasi Sepekan, Selanjutnya Pelanggar Masker Didenda

“Jadi utamanya adalah pengembangan kompetensi tidak dilakukan serta merta hanya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada, tetapi dalam rangka menjabarkan strategi organisasi. Inilah yang disebut dengan corporate university,” katanya.

Editor: Linna Syahrial

Sumber: Kemenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x