Prihatin, PBB Peringatkan Kasus Kelaparan di Afrika Akibat Bentrokan Capai 400.000 Orang

- 3 Juli 2021, 20:27 WIB
Tangkapan layar foto kelaparan di Tigray Ethiopia, Afrika.
Tangkapan layar foto kelaparan di Tigray Ethiopia, Afrika. /Chris Dale/Reuters

 

ISU BOGOR - Pejabat tinggi PBB memperingatkan Dewan Keamanan pada hari Jumat, 2 Juli 2021 bahwa lebih dari 400.000 orang di Tigray Ethiopia, Afrika sekarang dalam kelaparan.

Kelaparan terjadi sejak ada bentrokan antara pemerintah dengan kelompok di dalam negaranya. Bentrokan pun telah meluas hingga intervensi kekuatan negera tetangga.

PBB bahkan menyebut ada risiko lebih banyak bentrokan di wilayah tersebut meskipun ada gencatan senjata sepihak oleh pemerintah federal.

 

Baca Juga: AS Tarik Pasukan dari Afganistan, Joe Biden Anggap Presiden Ghani Mampu Tahan Taliban

 

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan publik pertamanya sejak pertempuran pecah pada bulan November 2021 antara pasukan pemerintah, yang didukung oleh pasukan dari negara tetangga Eritrea, dan para pejuang TPLF dengan mantan partai penguasa Tigray.

Penjabat kepala bantuan PBB Ramesh Rajasingham mengatakan kepada dewan bahwa situasi kemanusiaan di Tigray telah "memburuk secara dramatis" dalam beberapa pekan terakhir dengan peningkatan sekitar 50.000 orang yang sekarang menderita kelaparan.

"Lebih dari 400.000 orang diperkirakan telah melewati ambang kelaparan dan 1,8 juta orang lainnya berada di ambang kelaparan. Beberapa menyatakan bahwa jumlahnya bahkan lebih tinggi. 33.000 anak-anak kekurangan gizi parah," katanya.

Pemerintah Ethiopia mendeklarasikan gencatan senjata sepihak pada hari Senin lalu, yang malah oleh lawannya, TPLF dianggap sebagai lelucon.

Ada laporan tentang bentrokan yang terus berlanjut di beberapa tempat saat tekanan meningkat secara internasional agar semua pihak mundur.

 

Baca Juga: Heboh Fenomena Laut Terbakar di Meksiko: Bentuknya Menyerupai Mata Api

 

Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan pemerintah Ethiopia harus menunjukkan benar-benar bermaksud menggunakan gencatan senjata untuk mengatasi bencana kemanusiaan.

Memperingatkan bahwa setiap penolakan akses bantuan bukanlah indikasi gencatan senjata kemanusiaan, melainkan pengepungan.

Thomas-Greenfield mendesak pihak-pihak yang berkonflik untuk memanfaatkan momen ini untuk berdialog.

Ia memperingatkan bahwa jika mereka gagal, akan ada konsekuensi yang menghancurkan bagi Ethiopia dan Tanduk Afrika.

Sementara, Duta Besar Ethiopia untuk PBB Taye Atske Selassie Amde mengatakan kepada wartawan setelah dia berbicara kepada dewan bahwa tujuan gencatan senjata bukan untuk mengepung, itu untuk menyelamatkan nyawa.

 

Baca Juga: Viral di Medsos Video Kebakaran Laut di Meksiko, Ternyata Ini Penyebabnya

 

Amde mempertanyakan perlunya pertemuan Dewan Keamanan publik. Menurutnya, gencatan senjata diumumkan untuk meningkatkan akses bantuan.

Dengan itu, seharusnya mendorong negara-negara sahabat untuk memberikan dukungan dan mengurangi tekanan yang tidak membantu.

Ia pun mengatakan pemerintah Tigray Ethiopia berharap gencatan senjata juga bisa memicu dialog.

Di sisi lain, Kepala urusan politik dan perdamaian PBB Rosemary DiCarlo mengatakan pasukan Eritrea telah ditarik ke daerah-daerah yang berdekatan dengan perbatasan.

Namun, pasukan dari wilayah tetangga Amhara tetap berada di daerah Tigray barat yang mereka rebut.

"Singkatnya, ada potensi untuk lebih banyak konfrontasi dan penurunan cepat dalam situasi keamanan, yang sangat memprihatinkan," katanya kepada dewan, mendesak TPLF untuk mendukung gencatan senjata dan agar pasukan Eritrea mundur sepenuhnya.

Sementara Rusia dan China tidak keberatan dengan pertemuan publik Dewan Keamanan di Tigray pada hari Jumat, 2 Juli 2021.

 

Baca Juga: Media Asing Sorot PPKM Darurat yang Berlaku Hari Ini Sebagai Lockdown untuk Mencegah Lonjakan Varian Delta

Mereka yakin konflik itu adalah urusan internal Ethiopia. Duta Besar Rusia untuk PBB mengatakan, "Kami percaya bahwa campur tangan Dewan Keamanan dalam menyelesaikannya adalah kontraproduktif."

Rusia dan China sama-sama memiliki hak veto dewan, bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris.***

Editor: Chris Dale

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x