Negara Barat Gencar Beri Sanksi Militer Myanmar, ASEAN Pilih Diplomasi, Begini Reaksi Junta

- 4 Juni 2021, 15:05 WIB
Tanggkapan layar foto Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam Erywan Yusof.
Tanggkapan layar foto Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam Erywan Yusof. /Chris Dale

Setelah ribuan orang selama 4 bulan ini berdomontrasi, Kamis, 3 Juni 2021, demo berlanjut dengan jumlah sekitar 400 pendukung pro-demokrasi turun ke jalan-jalan di pusat kota Yangon.

Demo itu termasuk terbesar baru-baru ini menentang kekuasaan militer di pusat komersial dan kota terbesar Myanmar.

"Kami berkumpul di protes hari ini untuk menunjukkan bahwa kami tidak akan membiarkan mereka memerintah kami," Zayar Lwin, seorang aktivis dan mantan tahanan politik yang menghadiri rapat umum itu, mengatakan kepada Reuters.

Baca Juga: Pasukan Zionis Tangkap Remaja di Lingkungan Sheikh Jarrah, Gegara Menggambar Bendera Palestina

Sementara itu, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan kepada Reuters melihat situasi Myanmar, balik ICRC maupun PBB, blok tersebut berencana untuk memberlakukan babak baru sanksi terhadap para jenderal yang berkuasa dan kepentingan ekonomi mereka dalam beberapa hari mendatang.

Menurut sebuah kelompok aktivis, Myanmar telah tenggelam dalam kekacauan sejak kudeta menggulingkan pemimpin terpilih Aung Suu Kyi. Setidaknya 845 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 4.500 dipenjara. Protes anti-junta berkobar setiap hari, konflik etnis telah muncul kembali dan ekonomi lumpuh karena pemogokan.

Huru-hara kudeta militer Myanmar terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi mengganas hingga menewaskan 845 orang, membuat Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mendesak isu perlindungan kemanusiaan.

Presiden ICRC Peter Maurer adalah perwakilan paling senior dari organisasinya itu melakukan perjalanan ke ibu kota Naypyidaw untuk bertemu dengan pimppinan Junta Militer Myanmar Min Aung Hlaing.

Baca Juga: Kata Motivasi Hari Ini: Penting, 3 Cara Mengenal Diri Sendiri

Min Aung Hlaing yang banyak dikritik untuk ditolak dari pengakuan internasional akibat tindakannya mengkudeta Aung San Suu Kyi, Kamis, 3 Juni 2021 bersedia menemui Maurer.

Halaman:

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah