Pro-Kontra Anak Jokowi, Gibran Manggung Politik Jadi Wali Kota Solo

19 Juli 2020, 11:00 WIB
Bakal calon Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan bakal calon Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa (kanan) memberikan keterangan kepada Wartawan saat berada di kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan, Solo, Jawa Tengah, Jumat 17 Juli 2020. /ANTARA/Mohammad Ayudha

 

ISU BOGOR – Satu pekan ini, warga media sosial gaduh dengan sosok Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wali Kota Solo dalam Pilkada 2020. Tak lain sebagai anak tertua Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai pro dan kontra.

Riuh pencalonan Gibran lantaran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melanggengkan tukang martabak itu menjadi kandidat yang diusung partai. Daya tarik Gibran pun mampu menyakinkan sebagain besar partai ke dalam barisannya. Hanya PKS yang belum menentukan sikap.

Ikut Pilkada adalah hak warga negara. Tapi kalo anak presiden ikut pilkada lalu berharap rakyat tidak mengaitkan dua hal itu, rasanya kok terlalu naïf,” cuit Ernst Prakars dua 17 juli 2020.

Baca Juga: Bima Arya Sebut Bansos Kota Bogor Tahap Kedua Ditambah 5.982 Penerima 

Cuitan di Twitter Ernes seorang komika dan sutradara itu pun diaminkan Rudi Valika yang merupakan pengiat media sosial.

+100 gue setuju kok kurang elok yah : 1. Terlalu prematur masih muda banget. 2. Dinasti politik saat masih menjabat. 3. Kasihan bagi politikus karir yg tersisih. 4. Kalo menang juga dianggap karena bapaknya kalo sampe kalah dibully,” cuit Rudi dengan akun Kurawa.

Cuittan Rudi pun berbalas pantun dengan mantan Mentri KKP Susi Pudjiastuti yang hanya membalas emoticon ‘salam’ tanda setuju.

 

 

Namun tidak sedikit juga yang membombardir cuitan-cuitan akun yang tidak setuju dengan Gibran, pun pada dasarnya banyak akun-akun kloning atau akun anonim. Sebut saja akun @OrangSoloAsli yang menulis “Kalian itu bukan orang Solo, yang berhak milih orang Solo. Jangan suka kecentilan,”tulisanya.

“Ngapain ngurusin ituannya dah. urusin aja cara berkampanyenya, klo kepilih gmn kinerjanya, klo buruk ya jgn pilih lg. apa ktika dia prnah blg g mau berpolitik itu artinya sumpah? ky lu2 kg pernah gt aja dlm idup. g ush ribet2. rasional aj, jd konstituen mah. vote or not, just it,” timpal Rio.

Ada juga akun Boy Candra menulis, “Harus pakai logika juga sih, liat nanti kinerjanya seperti apa, klo emang gak mumpuni baru kita kritik rame rame, karena apa bedanya dengan ruang lingkup kecil kita, apa yg kita raih ujung ujungnya buat keturunan kita juga kan ? Sama aja,” katanya.

Baca Juga: Amerika Tembus 70.000 Kasus Baru Covid-19 

Rata-rata percakapan memang mengedepankan, dua pendekatan yang berbeda. Yang pro dengan Gibran lebih memperjuangkan kinerja, visi dan misi, lalu keputusan pemilih dalam mencoblos nantinya. Sedangkan di kubu kontra, memcap Gibran sosok dekat dengan penguasa yakni Jokowi. Artinya menang dibully, tidak menang pasti dibully. Yang kontra juga memberikan sudut pandang, bagaimana pun berpolitik itu ada etikanya.

Lalu bagaimana dengan Jokowi, pada akhir tahun lalu Presiden Jokowi menyerahkan semua keputusan keinginan anaknya pada dirinya sendiri.

Eks Wali Kota Solo itu pun membantah apabila keputusan Gibran merupakan jalan mewujudkan dinasti politik. Sebab, pemilihan kepala daerah merupakan sebuah kompetisi yang bisa berakhir dengan kemenangan maupun kekalahan.

Baca Juga: Covid-19 Makin Masif, Pemrov Jabar Putuskan Perpanjangan PSBB Hingga 1 Agustus 2020 

"Terserah rakyat yang memiliki hak pilih. Siapapun punya hak pilih dan dipilih. Ya kalau rakyat ga memilih gimana? Ini kompetisi bukan penujukkan. Beda. Tolong dibedakan," Jokowi menekankan.***

Editor: Chris Dale

Tags

Terkini

Terpopuler