Fenomena Lintang Kemukus Menurut Astrophile, Legenda Keris Majapahit dan Istilah 'Berambut Panjang'

- 11 Oktober 2020, 23:47 WIB
Tangkapan layar heboh Lintang Kemukus muncul di Langit Jawa pada Sabtu malam 10 Oktober 2020.*
Tangkapan layar heboh Lintang Kemukus muncul di Langit Jawa pada Sabtu malam 10 Oktober 2020.* /Instagram @ndorobeii

ISU BOGOR - Cerita dan makna Lintang Kemukus atau Komet Halley, menurut Ni Nyoman Dhitasari, Astrophile (penyuka/penghobi astronomi) punya kesan tersendiri.

Sebab, bagi Dhita begitu biasa disapa Ni Nyoman Dhitasari awal mula tertarik tentang astronomi karena sering mendengar cerita ketakutan yang didengarnya terkait kemunculan Lintang Kemukus.

"Sebagai anak SD yang masih belum banyak memahami sains dan belum bisa berpikir kritis, saya menyerap setiap informasi tanpa filter, terutama informasi yang bombastis (termasuk Lintang Kemukus)," tuturnya dikutip IsuBogor.com dari laman langitselatan.com sebuah media yang khusus mengupas tentang Astronomi.

Baca Juga: Makna Penampakan Lintang Kemukus Berdasarkan Arah Mata Angin

Baca Juga: Fenomena Komet Lintang Kemukus di Belahan Dunia, Mitos Pertanda Perang Sampai Isu Kiamat

Baca Juga: Heboh Fenomena Lintang Kemukus, LAPAN Belum Bisa Pastikan Nama Jenis Benda Luar Angkasa Tersebut

Menurutnya, salah satu informasi bombastis yang diterima saat itu adalah bahwa terlihatnya komet di langit adalah suatu pertanda akan terjadinya hal-hal yang buruk, misalnya wabah penyakit, kematian, dan bencana.

Sebagai anak kecil tentunya, kata dia, cerita tentang Lintang Kemukus, membuatnya takut keluar rumah ketika malam hari.

"Untunglah orang tua saya memiliki banyak cara dan literatur untuk menjelaskan hal ini kepada saya, tentunya dengan bahasa yang dapat dipahami oleh seorang anak kelas satu SD dan dengan gambar-gambar yang mendukung," ungkapnya.

Baca Juga: Heboh Fenomena Lintang Kemukus Juga Terjadi di Negara Ini dengan Sebutan Fireball, Ini kata LAPAN

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Pieter Rasiman Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya

Rasa takut masa kecilnya itu, lantas hilang begitu, ia mengetahui apa Lintang Kemukus yang sebenarnya, namun rasa penasarannya tetap ada.

"Apa yang membuat masyarakat atau teman-teman saya ketika itu mengatakan bahwa kemunculan komet adalah pertanda buruk? Maka mulailah saya mencari tahu asal-usul ceritanya," ungkapnya.

Sebagai catatan, ia juga mengaku pernah mendengar berbagai versi legenda-legenda masyarakat Jawa mengenai komet. Sudah banyak, ia mengulas tentang benda-benda luar angkasa dari berbagai perspektif.

Dalam tulisannya yang bertutur berjudul "Komet van Java: Lintang Kemukus dan Legenda Keris Pusaka Majapahit" Dhita sempat membahas dari sisi legenda Keris Pusaka Kerajaan Majapahit hingga Fakta Ilmiah atau Saint.

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Muncul di Langit Jawa, Antara Mitos dan Tetengger Pagebluk

Baca Juga: Hotman Paris Emosi Saat Ingatkan Jokowi Soal UU Omnibus Law Cipta Kerja Ada Netizen yang Asbun

Legenda Keris Pusaka Kerajaaan Majapahits

Dalam bahasa Jawa komet dikenal dengan nama Lintang Kemukus, yang berarti bintang berekor. Tulisan ini akan membahas legenda komet yang berkaitan dengan sejarah Indonesia, yaitu sejarah Kerajaan Majapahit.

Kita semua tentunya pernah mendengar tentang Kerajaan Majapahit dari pelajaran sejarah kuno Indonesia. Kerajaan Majapahit (1293 – 1527) adalah salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Wilayah kerajaan Majapahit sangat luas, yang bila dilihat dari kacamata geografi modern meliputi Indonesia secara keseluruhan, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Timor Leste dan Filipina.

Majapahit mencapai masa kejayaan di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan patihnya yang terkenal yaitu Gadjah Mada.

Baca Juga: Apes, Valentino Rossi 3 Kali Gagal Bahkan di MotoGP Prancis Terjatuh Nyaris Terlindas

Dalam kehidupan bernegara di Majapahit, kerajaan tersebut terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan atas yang terdiri dari anggota kerajaan, keluarga bangsawan dan orang-orang kaya, serta golongan bawah yang terdiri dari rakyat jelata.

Perbedaan dan perselisihan di antara kedua golongan ini begitu besar sehingga mengancam persatuan dan kesatuan Majapahit ketika itu. Untuk mengatasi masalah ini, dipanggilah sekitar seratus orang Empu (orang bijak, pembuat keris) untuk membuat satu keris sakti untuk mempersatukan bangsa.

Keris istimewa tersebut dibuat dari bahan yang diambil dari berbagai daerah dan dinamai Kyai Condong Campur. Nama tersebut dipilih sesuai dengan tujuannya.

Baca Juga: Bima Arya Galau karena Kewenangannya Banyak Dipangkas Omnibus Law UU Cipta Kerja

Kata “condong” dalam bahasa Jawa kuno (yang mungkin sudah diserap menjadi bahasa Indonesia) berarti “cenderung/lebih mendekati/mengarah pada…”. Sementara “campur” berarti “menjadi satu” atau “persatuan”. Dengan demikian, arti nama keris ini kurang lebih adalah “pembawa persatuan”.

Masyarakat Majapahit (dan masih diyakini oleh masyarakat Jawa masa kini) meyakini bahwa setiap keris pusaka memiliki kekuatan spiritual dan supernatural, bahkan memiliki karakternya sendiri-sendiri.

Demikian pula dengan keris Kyai Condong Campur. Keris tersebut diharapkan memiliki karakter pemersatu, namun betapa terkejutanya para Empu pembuat keris ketika mengetahui bahwa Kyai Condong Campur memilki karakter yang jahat dan ingin menguasai.

Baca Juga: Tidak Puas dengan UU Omnimbus Law Cipta Kerja, Opsi Wali Kota Bogor Bima Arya Judicial Review ke MK

Pada masa itu, setiap golongan memiliki keris yang menjadi simbol golongan mereka. Golongan Atas memiliki keris pusaka yang bernama Keris Sabuk Inten (nama yang berarti “ikat pinggang permata/intan”) dan golongan bawah memiliki keris pusaka bernama Keris Sengkelat.

Nama “sengkelat” diyakin berasal kari kata-kata Jawa “sengkal atine” yang berarti “hati yang berat/lelah/kecewa”, dikaitkan dengan kondisi hati masyarakat kelas bawah yang penuh kekecewaan atas kondisi kehidupan mereka yang berat.

Keris Sabuk Inten merasa terancam dengan kehadiran Keris Kyai Condong Campur, maka Kersi Sabuk Inten menantang Keris Kyai Condong Campur untuk bertarung.

Setelah melalui pertarungan yang sengit, Keris Sabuk Inten kalah dalam pertarungan tersebut. Mengetahui karakter jahat Keris Kyai Condong Campur, Keris Sengkelat akhirnya bertarung melawan Kyai Condong Campur meskipun sebenarnya ia segan bertarung.

Baca Juga: 5 Fakta Tanaman Hias Fenomenal Janda Bolong yang Dibanderol Seharga Mobil Bekas

Di luar dugaan, Keris Sengkelat berhasil mengalahkan Kyai Condong Campur yang terkenal sakti.

Keris Kyai Condong Campur amat murka kareka kekalahannya. Dalam kemarahannya Keris Kyai Condong Campur bersumpah bahwa ia akan kembali setiap 500 tahun untuk membawa ontran-ontran (bahasa Jawa, yang berarti “kekacauan/bencana”) ke tanah Majapahit.

Setelah mengucapkan sumpahnya, Keris Kyai Condong Campur melesat ke angkasa, meninggalkan jejak cahaya terang.

Inilah yang dikenal orang Jawa/Majapahit sebagai Lintang Kemukus, bintang berekor.

Mungkin inilah sebabnya masyarakat Jawa hingga saat ini masih percaya bahwa penampakan komet di langit adalah pertanda akan adanya bencana.

Baca Juga: Bocoran Harga HP Realme C17 RAM 6GB dan Realme 7 Pro Berkamera 64MP yang Meluncur 14 Oktober 2020

Kisah tersebut memang termasuk kategori legenda atau mitos. Namun entah hanya karena kebetulan atau memang ada kebenaran di dalam cerita tersebut, perpecahan di dalam kerajaan Majapahit tidak pernah terjembatani.

Perpecahan ini, tentunya dengan kontribusi berbagai faktor lain dalam kondisi politik dan kemasyarakatan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan di sekitarnya pada masa itu, akhirnya menjadi sebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Semuanya kami serahkan kembali kepada para pembaca.

Komet: Fakta Sains

Sebagai pembuka, mari kita bahas secara singkat mengenai komet dari sudut pandang ilmiah. Kata komet berasal dari bahasa Latin cometa atau cometes, suatu istilah yang ternyata diturunkan dari bahasa Yunani.

Arti kata cometa atau cometes adalah “berambut panjang”. “Rambut panjang” dalam penamaan ini merujuk pada “ekor” atau cahaya terang memanjang yang terlihat dari Bumi ketika komet melintas.

Secara sederhana, komet adalah suatu benda langit yang berukuran kecil yang juga mengelilingi Matahari. Nukleus atau inti dari komet terdiri dari batu keras, debu, es (es air, H2O), dan gas-gas beku seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metan (CH4) dan ammonia (NH3).

Baca Juga: Cermati Draf UU Cipta Kerja, Bima Arya Protes Pasal 10, 34 Soal Kewenangan Daerah Tentang Izin Usaha

Ketika komet berada dalam posisi terjauh dari Matahari (aphelion) komet tak ubahnya sebuah batu berlapis es dan gas beku biasa. Komet tidak memiliki cahayanya sendiri, dan bahkan tidak berekor sebagaimana ketika komet mendekati Matahari dan melintasi Bumi. Karena ukurannya yang kecil, komet dalam kondisi seperti ini sulit untuk diamati dari Bumi.

Namun ketika komet mendekati Matahari (perihelion) temperatur permukaan komet akan meningkat seiring dengan meningkatnya energi panas matahari yang diterima oleh komet.

Akibatnya, bahan-bahan beku mulai mencair dan menguap, membentuk semacam lapisan “awan” di sekeliling nukleus komet yang disebut coma (yang berarti ‘rambut’).

Baca Juga: Heboh, Salah Ucap : Melly Goeslaw Luar Binasa dan Bisa Menyengkesarakan Rakyat

Didorong oleh tekanan radiasi Matahari dan angin Matahari, bahan-bahan volatil ini terdorong ke luar dengan arah yang menjauhi Matahari, membentuk ekor.

Dalam situasi-situasi tertentu, kita dapat mengamati fenomena jet di permukaan komet, dimana pemanasan yang tidak merata pada permukaan komet mengakibatkan gas-gas yang baru terbentuk “meledak” dari permukaan komet.

Perlu kita catat bahwa pada dasarnya komet memiliki dua ekor, yaitu ekor debu dan ekor gas. Meskipun kedua ekor ini sama-sama menjauhi Matahari, namun keduanya memiliki sudut arah yang berbeda.

Ekor gas umumnya lurus, searah dengan arah angin Matahari sesuai posisi komet saat itu, namun ekor debu akan sedikit lebih melengkung.***

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: Langit Selatan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah