ISU BOGOR - Militer Myanmar menyita sejumlah besar senjata Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) setelah bentrokan di Kota Mandalay beberapa hari lalu.
PDF yang sebagian besar bersenjata ringan dan telah menerima pelatihan terbatas, dengan serangan mereka terfokus terutama di daerah pedesaan atau kota-kota kecil mulai coba dilumpuhkan militer Myanmar.
Senjata PDF yang disita militer dibawa melalui di sebuah truk menuju Mandalay minggu ini.
Baca Juga: Tak Bisa Tahan Lagi, AS Akan Lacak Laporan Kekerasan Militer Myanmar Terhadap Warga Antikudeta
Menurut media setempat, itu dilakukan setelah menangkap gerilyawan menyusul baku tembak di kota terbesar kedua.
Sejak kudeta 1 Februari terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi, militer telah mencoba untuk membasmi perbedaan pendapat dan telah membunuh atau menangkap ratusan demonstran.
Demontrans itu kini melawan junta miilter Myanmar dengan membentuk milisi yang dikenal sebagai PDF.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah memuat foto empat orang yang ditangkap di depan gudang senjata.
Baca Juga: TERBARU: Milisi Antikudeta Myanmar Dianggap Teroris, 10 Mobil Lapis Baja Militer Gerebek Markas
Dikatakan lebih dari 100 senjata api, 10.000 peluru, 499 granat, ditambah bom dan detonator disita.
Laporan itu mengatakan mereka yang ditangkap mengaku menerima pelatihan dan senjata dari Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), tentara etnis minoritas dengan sejarah panjang konflik dengan militer.
Pasukan keamanan melakukan penangkapan setelah bentrokan dengan Mandalay PDF dengan delapan milisi tewas dan delapan ditahan.
Untuk kasus ini, juru bicara Mandalay PDF dan KIA tidak segera menjawab panggilan untuk meminta komentar.
Setidaknya 877 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 6.000 ditangkap sejak kudeta, menurut angka aktivis.
Junta membantah angka-angka itu dan mengatakan jumlah yang tewas jauh lebih rendah.
Dalam sebuah wawancara dengan media di Rusia selama kunjungan minggu ini, pemimpin junta Min Aung Hlaing mengatakan pertumpahan darah adalah akibat dari protes yang terlalu jauh.
"Jika itu melampaui protes normal dan mengarah pada kekerasan, pasukan keamanan masing-masing harus merespons untuk menghindari mempengaruhi publik dan supremasi hukum," katanya, menurut kutipan yang dibagikan di aplikasi pesan Telegram milik militer Myawaddy TV.