Sambil Tolak RUU Omnibus Law di Bogor, FSP RTMMSPSI Ungkap 63.000 Pekerja Rokok Menganggur

30 September 2020, 15:48 WIB
FSP RTMM SPSI secara tegas menolak RUU Omnibus Law yang hingga saat ini masih dalam pembahasan pemerintah dan badan legislatif DPR RI /Iyud Walhadi

ISU BOGOR - Ketua Umum Serikat Pekerja Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto kembali secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang saat ini masih digodok oleh pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR).

Pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.

Ketujuh substansi tersebut diantaranya adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimum, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.

Baca Juga: Jam Operasional Rumah Makan Dilonggarkan di Bogor, Tapi Ada Konsukuensinya, Risih?

"Kami perlu mengantisipasi karena Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari dan oleh untuk pekerja yang bersifat bebas mandiri demokratis dan bertanggung jawabm,"

"Guna melindungi dan membela hak serta kepentingan pekerja. RUU Omnibus Law ini memberikan dampak terhadap menurunnya kesejahteraan pekerja Indonesia," katanya pada acara rapimnas FSP RTMM-SPSI di Bogor, Rabu 30 September 2020.

Menurut Sudarto, pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden Jokowi, DPR dan Kementerian terkait bahwa RUU Omnibus Law meresahkan pekerja.

“Kami mempunyai tiga keinginan agar tidak diabaikan pemerintah dalam RUU tersebut. Pertama yakni meminta semua hak dan perlindungan tenaga kerja tetap terjaga sebagaimana mestinya,” paparnya.

Baca Juga: PSBB Pra AKB Diperpanjang, Pemkab Bogor Longgarkan Jam Operasional Rumah Makan Jadi Jam 8 Malam

Keinginan Kedua, industri sebagai sawah ladang pekerja diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang agar bisa mensejahterakan pekerjanya dan memperluas lapangan kerja.

Ketiga, peran serikat pekerja sebagai wakil pekerja hendaknya diberikan porsi dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagakerjaan maupun regulasi yang menyangkut ketenagakerjaan.

"Selama omnibus law tidak menggangu usulan tersebut, kami mendukung tapi kalau mengganggu, kami pasti menyatakan menolak," ujar Sudarto.

Baca Juga: Patuhi Protokol Kesehatan! Berikut 8 Titik Lokasi Operasi Yustisi di Kota Bogor

Selain RUU Omnibus Law, untuk sektor industri hasil tembakau (IHT) menghadapi regulasi yang dinilai menghambat keberlangsungan industri tembakau. Mulai dari kenaikan harga jual eceran (HJE), rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, hingga rencana ekstensifikasi cukai.

“Kenaikan tarif cukai dan HJE ibarat agenda tahunan yang mencekik Industri Hasil Tembakau (IHT). Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi, khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT) dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja,” tutur Sudarto.

Berdasarkan data FSP RTMM-SPSI selama 10 tahun terakhir, ada 63 ribu pekerja rokok yang terpaksa kehilangan pekerjaan. Jumlah industri ini berkurang dari 4.700 perusahaan menjadi sekitar 700 di 2019.

Baca Juga: 6 Kata Bijak Tentang Kesaktian Pancasila

"Penyesuaian tarif cukai dan HJE berdasarkan target penerimaan dalam APBN menyulitkan kalangan industri dalam merencanakan produksi dan penetapan harga jual produk. Kami setiap tahun selalu mendorong agar kenaikannya moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Sudarto.

Sudarto berharap, pemerintah menjaga kelangsungan IHT dan industri makanan dan minuman yang merupakan ladang penghidupan jutaan masyarakat Indonesia.

“Regulasi yang dibuat pemerintah hendaknya juga mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja dalam memperoleh penghidupan yang layak."

"Untuk sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT), sebaiknya mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena produk asli Indonesia,” tegas Sudarto.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler