ISU BOGOR - Penyair legendaris Umbu Landu Paranggi meninggal dunia pada Selasa pagi 6 April 2021.
Banyak karyanya yang dibuat saat masih tinggal di kota kelahirannya yakni Sumba Timur, juga saat masih tinggal Yogyakarta hingga Bali.
Berikut empat puisi terbaik Umbu Landu Paranggi yang dihimpun isubogor.com dari blog umbulanduparanggi:
Baca Juga: Umbu Landu Paranggi Meninggal, Cak Nun: Umbu Menghadap Allah Dalam Keadaan Berpuasa
1. Melodia
cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan
karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah kehidupan
baiknya mengenal suara sendiri dalam mengarungi suara-suara luar sana
sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi, membawa langkah ke mana saja
karena kesetiaanlah maka jinak mata dan hati pengembara
dalam kamar berkisah, taruhan jerih memberi arti kehadirannya
membukakan diri, bergumul dan merayu hari-hari tergesa berlalu
meniup seluruh usia, mengitari jarak dalam gempuran waktu
takkan jemu-jemu napas bergelut di sini, dengan sunyi dan rindu menyanyi
dalam kerja berlumur suka duka, hikmah pengertian melipur damai
begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal, penanggalan penuh coretan
selalu sepenanggungan, mengadu padaku dalam deras bujukan
rasa-rasanya padalah dengan dunia sendiri manis, bahagia sederhana
di ruang kecil papa, tapi bergelora hidup kehidupan dan berjiwa
kadang seperti terpencil, tapi gairah bersahaja harapan impian
yang teguh mengolah nasib dengan urat biru di dahi dan kedua tangan
(Umbu Landu Paranggi)
2. Apa Ada Angin di Jakarta
Apa ada angin di Jakarta
Seperti dilepas desa Melati
Apa cintaku bisa lagi cari
Akar bukit Wonosari
Yang diam di dasar jiwaku
Terlontar jauh ke sudut kota
Kenangkanlah jua yang celaka
Orang usiran kota raya
Pulanglah ke desa
Membangun esok hari
Kembali ke huma berhati
(Umbu Landu Paranggi)
3. Kuda Putih
kuda putih yang meringkik dalam sajak-sajakku
merasuki basabisik kantong peluh rahasiaku
diam diam kupacu terus ini binatang cintaku
dengan cambuk tali anganan dari padang padangku
(Umbu Landu Paranggi)
4. Seremoni
dengan mata pena kugali gali seluruh diriku
dengan helai helai kertas kututup nganga luka lukaku
kupancing udara di dalam dengan angin di tanganku
begitulah, kutulis nyawaMu senyawa dengan nyawaku
(Umbu Landu Paranggi).***