Pulang ke Indonesia Menkumham Yasonna Bawa Buronan Kakap Maria Pauline

9 Juli 2020, 09:25 WIB
Buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa diekstradisi dari Serbia. (Dok Kemenkumham). /

 

ISU BOGOR – Bersamaan pulang ke Indonesia, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly membawa buronan kelas kakap pembobol Bank BNI senilai Rp1,7 triliun Maria Pauline Lumowa, Kamis 9 Juli 2020.

Sebelumnya, Yasonna Laoly bersama delegasi Indonesia ke Serbia sejak Sabtu 4 Juli 2020 untuk kerja sama bilateral di berbagai sektor, terutama hukum dan hak asasi manusia, dalam kunjungan ke Serbia tersebut, delegasi yang dipimpin Yasonna juga berhasil menyelesaikan proses ekstradisi buronan Maria Pauline Lumowa.

Pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun itu diketahui telah buron sejak 2003 lalu. Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna H Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata  Yasonna Laoly dalam keterangan pers yang diterima Kamis 9 Juli 2020.

Baca Juga: Jokowi Dibatalkan jadi Presiden Oleh Putusan MA, Gerindra : Tidak Masuk Akal  

Yasonna mengatakan, keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara.

Selain itu, proses ekstradisi ini juga merupakan wujud komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang. Yasonna menyebut pemulangan ini sempat mendapat 'gangguan', namun Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

Baca Juga: Mahfud MD Usut Buronan Joko Tjandra, Benny Harman : Sandiwara Ci Luk Ba 

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan. Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna Laoly. 

Komitmen Serbia tersebut juga digarisbawahi Presiden Aleksandar Vucic saat bertemu dengannya. Menurutnya, proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit proses ekstradisi di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.

 "Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M Chandra W Yudha, yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," tuturnya.

Baca Juga: Datang Lewat Pintu Belakang, Erich Thohir Bicarakan Korupsi di BUMN dengan KPK 

Dalam kesempatan ini, Yasonna Laoly menyebut ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas atau timbal balik. Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.

Diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$ 136 juta dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Baca Juga: Heboh, Gara-Gara Anak Belajar Daring Ayah di India Bunuh Diri 

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu ditolak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.


Upaya penegakan hukum memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

 Baca Juga: Hari ini, Bogor Diguyur Hujan Siang sampai Sore

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna Laoly.

Selain itu, keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.

"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," tambah Yasonna Laoly.***

 

Editor: Chris Dale

Tags

Terkini

Terpopuler