Usai Ferdy Sambo Divonis Mati, Motif Pembunuhan Brigadir J Disorot Netizen

- 14 Februari 2023, 07:54 WIB
Usai Ferdy Sambo Divonis Mati, Motif Pembunuhan Brigadir J Jadi Sorotan Netizen
Usai Ferdy Sambo Divonis Mati, Motif Pembunuhan Brigadir J Jadi Sorotan Netizen /Instagram/@pn.jakartaselatan/
 
ISU BOGOR - Setelah Ferdy Sambo divonis pidana mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, 13 Februari 2023, banyak publik atau netizen yang masih penasaran motif atau alasan Nofriansyah Brigadir J Hutabarat alias Brigadir J dibunuh.

Sehingga motif pembunuhan Brigadir J dianggap tetap misterius. Sebab, Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso hanya menjelaskan bahwa motif pembunuhan Brigadir J tidak terkait dengan kekerasan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

"Jadi sebenarnya motifnya apa?" tanya warganet @aira*** mengomentari unggahan akun Instagram @insta_julid tentang pidana mati yang diterima Ferdy Sambo yang dikutip, Selasa, 14 Februari 2023.

"Terwakilkan (pertanyaan tentang motif pembunuhan Brigadir J), saya hanya ingin tau motif yang sesungguhnya... kenapa Sambo bisa bunuh Josua.. itu aja," kata @qweennha***.

Baca Juga: Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J soal Vonis yang Diterima Ferdy Sambo: Pantas Dia Dihukum Mati

Meski demikian, tak sedikit juga netizen yang menilai majelis hakim dalam menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Ferdy Sambo dianggap tidak membutuhkan motif secara detail dikarenakan bukti pembunuhan itu ada.

"Singkatnya hakim tidak butuh motif karena bukti pembunuhan berencana itu ada dan nyata," kata netizen liannya @liza.mlz***.

Sebagaimana diketahui, Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhi vonis hukuman pidana mati terhadap Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana dengan motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan.

"Dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Brigadir J Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," beber Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis pidana matai Ferdy Sambo, PN Jakarta Selatan, Senin, 13 Februari 2023.

Baca Juga: Beri Keterangan Bohong, ART Ferdy Sambo Diminta Dijadikan Tersangka

Dalam persidangan itu, hakim Wahyu juga tidak menjelaskan secara gamblang tentang yang dimaksud adanya perasaan sakit hati Putri Candrawathi terhadap perbuatan atau sikap Brigadir J.

"Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Brigadir J Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," tegasnya.

Tak hanya itu, hakim Wahyu juga menyebut tidak ada bukti valid tentang motif pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. Namun demikian, hakim menilai relasi kuasa menjadi pertimbangan dalam memutuskan perkara ini.

Hakim Wahyu mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.

Baca Juga: Susi ART Ferdy Sambo Jadi Bulan-bulanan Netizen, Terindikasi Beri Kesaksian Palsu

Maka dalam kondisi ini, Putri Candrawathi memiliki posisi dominan dibandingkan Brigadir J karena yang bersangkutan merupakan istri dari seorang jenderal polisi bintang dua dan berlatar belakang pendidikan dokter.

Sementara Brigadir J hanya lulusan SLTA dan berpangkat Brigadir yang ditugaskan sebagai ajudan Ferdy Sambo untuk membantu Putri Candrawathi baik sebagai sopir maupun tugas lain.

"Sehingga dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinannya kalau korban Nofriansyah Brigadir J Hutabarat melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri," tuturnya.

Apalagi, hakim Wahyu menilai tidak ada fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami post traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca-trauma akibat pelecehan seksual atau perkosaan. Hakim juga menyoroti proses pemulihan korban pelecehan atau kekerasan seksual yang seharusnya butuh waktu lama.

Tindakan Putri bertemu dengan Brigadir J sesaat setelah pengakuan kekerasan seksual terjadi menurut hakim tidak masuk akal.

"Bahwa dari pengertian gangguan stres pasca-trauma atau post traumatic stress disorder dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual di atas, perilaku Putri yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju pemulihan," pungkasnya.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x