"Jadi selama tidak ada aksi unjuk rasa besar-besaran, maka berdasarkan sejarah yang ada pemerintah pasti tidak akan menggubris tuntutan apapun," ungkap Refly.
"Mau bilang mengundurkan diri, karena pasti penguasa merasa sah. Mereka adalah presiden dan wkil presdien yang terplilih melalui mekanisme pemilu," sambungnya.
Refly menambahkan, saat ini kebutuhannya untuk mengagnti bukan menurunkan.
"Diganti saja sebagai sebuah upaya ekstra konstitusional, bukan inkonstitusional," ujarya.
Hal-hal demikian menurut Refly tatarannya berada di sebuah negara yang menghormati demokrasi.
Baca Juga: Refly Harun Bingung Kenapa Polisi 'Halangi' Aksi HMI: Takut Pandemi atau Takut Demo Ini Membesar
"Tapi negara yang tidak menghormati demokrasi maka mudah sekali dianggap makar, dan yang dgerakkan pun buzser buzser," tandasnya.
"Saya sampai mengatakan bahwa demomstrasi tidak perlu izin. Saya hanya mengulangi apa yang dikatakan oleh instiutsi dan undang-undang di bawhanya bahwa yang namanya demonstrasi itu adalah bagian dari hak berdemokrasi," jelas Refly.
Masalahnya, kata Refly, kembali pada dilema demokras. Ketika pemerintahan atau penguasa berkurang legitimasinya, berkurang kerpercayaannya, maka sangat mungkin unjuk rasa itu dikhawatirkan akan membesar.