Menyoal Adegan Menyilet Kemaluan Jenderal hingga DN Aidit Merokok di Film G30S PKI

- 30 September 2020, 13:38 WIB
Film Pengkhianatan G30S PKI di TV One akan tayang Malam Ini.
Film Pengkhianatan G30S PKI di TV One akan tayang Malam Ini. /Zonapriangan.com/Dok. Perum Produksi Film Negara

Baca Juga: CEK FAKTA: Beredar Gambar Ayah Asli Jokowi 'Komandan Underbow PKI 1965', Ini Faktanya

Akhirnya Ashadi Siregar menyimpulkan jika film Pengkhianatan G30S/PKI dianggap sebagai cara militer untuk menumpas gerakan komunisme, agaknya dengan cara lain film ini bisa diartikan lain. Betapa berbahayanya jika militer disusupi oleh ideologi radikal sehingga seorang prajurit berani menghardik atasannya, kemudian menembaknya. Ini secara gamblang digambarkan dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.

Selama 15 tahun penayangan secara konsisten, film ini secara neuroscience sukses mengubah proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan soal PKI, yakni kejam dan beringas. Adegan putri Jenderal Panjaitan menjerit menangis dengan tangan penuh darah yang melumuri wajahnya, membuat alam bawah sadar kita tersiksa. Musik scoring gereja menambah kesan penderitaan dan sakit hati yang terdalam. 

Kami para mahasiswa Universitas Indonesia setelah menyelesaikan program penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pola 100 jam yang ditutup dengan nonton film Pengkhianatan G30S/PKI di Balai Sidang Senayan, awalnya punya perasaan ingin menggayang kaum komunis. 

Jika pada  masa itu Kedutaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sudah ada, hampir dipastikan dua ribuan mahasiswa baru UI akan melakukan long march, demo ke sana. Anak-anak SMP atau SMA yang diminta gurunya untuk membuat resensi film ini sebagai tugas sekolah, semua menyalahkan komunis atas kekejaman yang terjadi.

Baca Juga: PSBB Bogor Dilanjutkan, Razia Kendaraan dan Tempat Wisata Puncak Diperpanjang Hingga Akhir Oktober

Pesan paham anti-agama kurang jelas digambarkan kecuali pada pembukaan film saat penyerbuan komunis ke pesantren di Desa Kanigoro. Setelah itu, film lebih banyak memperlihatkan rapat-rapat gerakan militer dan PKI, yang dipadu dengan situasi rakyat yang susah saat itu. Padahal penting untuk menciptakan kesan PKI yang anti-Tuhan misalnya. Bagaimana, misalnya, saat itu di Jawa Tengah ada pagelaran ketoprak Matine Gusti Allah. 

Setelah Reformasi 1998, bermunculan referensi dan buku-buku yang mengulas gerakan kudeta komunis tersebut, termasuk buku-buku yang selama masa Orde Baru diharamkan beredar. Kekejaman komunis yang digambarkan, misalnya, menyilet kemaluan para jenderal, mencongkel biji mata menjadi sesuatu yang tidak masuk akal. Ternyata juga, tidak ada tari-tarian Gerwani di Lubang Buaya sebagaimana propaganda selama 32 tahun.

Tiba-tiba esensi kudeta komunis yang berhasil ditanamkan selama bertahun-tahun melalui film ini jadi dipertanyakan motifnya. Generasi yang cerdas mulai mempertanyakan, kenapa dari sejumlah foto close-up jenderal-jenderal yang akan diculik, kenapa tidak ada foto Soeharto. Bukankah dia juga tokoh penting, yang secara tidak resmi dipilih Ahmad Yani sebagai orang nomor dua di Angkatan Darat, jika Menpangad berhalangan?

Selama hampir 20 tahun pasca Reformasi, film ini menjadi barang antik, tak pernah lagi dipertontonkan ke publik, sebagaimana yang terjadi selama 32 tahun di era Soeharto. Tentu saja pihak militer terus berusaha agar film Pengkhianatan G30S/PKI menjadi satu-satunya sumber kebenaran. Usaha ini cukup berhasil di level offline, di mana pemutaran film-film alternatif seperti Jagal atau Senyap “dilarang” melalui  Lembaga Sensor Film. Ada juga tekanan organisasi masyarakat atas pemutaran film Senyap. 

Halaman:

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: Rappler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah