Ngenes, Pemerintah Tigray Pilih Gencatan Senjata, Diejek Lawannya Sebagai Lelucon

- 3 Juli 2021, 20:48 WIB
PM Ethiopia Abiy Ahmed
PM Ethiopia Abiy Ahmed /Ethiopian News Agency

 

ISU BOGOR - Niat gencatan senjata Pemerintah Tigray Ethiopia di Afrika Timur diejek lawannya sebagai lelucon.

Pertempuran yang terjadi dengan motif awal politik ini terjadi setelah Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, memerintahkan serangan militer terhadap pasukan regional di Tigray.

Konflik perdana yang cukup berdampak terjadi pada 4 November 2021 atas perintah itu.

Abiy yang menganggap serangan itu merupakan respons atas serangan lebih dulu terhadap perumahan militer untuk pasukan pemerintah di Tigray.

Eskalasi ini terjadi setelah pemerintahan Abiy dan pemimpin partai politik yang dominan di Tigray berseteru selama berbulan-bulan.

Sebabnya, partai politik itu hampir 30 tahun berada di pusat kekuasaan, sampai akhirnya Abiy menjabat pada 2018 menyusul demonstrasi anti-pemerintah.

Abiy yang menginginkan reformasi dilawan kelompok politik itu di Tigray, sehingga terjadilah krisis politik.

Sejak saat itu, pertempuran terus terjadi hingga menyengsarakan rakyatnya masuk dalam keadaan kelaparan.

Kini, pejabat tinggi PBB memperingatkan Dewan Keamanan pada hari Jumat, 2 Juli 2021 bahwa lebih dari 400.000 orang di Tigray Ethiopia, Afrika sekarang dalam kelaparan.

Kelaparan terjadi sejak ada bentrokan antara pemerintah dengan kelompok di dalam negaranya. Bentrokan pun telah meluas hingga intervensi kekuatan negera tetangga.

PBB bahkan menyebut ada risiko lebih banyak bentrokan di wilayah tersebut meskipun ada gencatan senjata sepihak oleh pemerintah federal.

Hampir 9 bulan berjalan, akhirnya Pemerintah Ethiopia mendeklarasikan gencatan senjata sepihak pada hari Senin lalu. Sayangnya, malah oleh lawannya, TPLF dianggap sebagai lelucon.

Ada laporan tentang bentrokan yang terus berlanjut di beberapa tempat saat tekanan meningkat secara internasional agar semua pihak mundur.

Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan pemerintah Ethiopia harus menunjukkan benar-benar bermaksud menggunakan gencatan senjata untuk mengatasi bencana kemanusiaan.

Memperingatkan bahwa setiap penolakan akses bantuan bukanlah indikasi gencatan senjata kemanusiaan, melainkan pengepungan.

Thomas-Greenfield mendesak pihak-pihak yang berkonflik untuk memanfaatkan momen ini untuk berdialog.

Ia memperingatkan bahwa jika mereka gagal, akan ada konsekuensi yang menghancurkan bagi Ethiopia dan Tanduk Afrika.

Sementara, Duta Besar Ethiopia untuk PBB Taye Atske Selassie Amde mengatakan kepada wartawan setelah dia berbicara kepada dewan bahwa tujuan gencatan senjata bukan untuk mengepung, itu untuk menyelamatkan nyawa.

Amde mempertanyakan perlunya pertemuan Dewan Keamanan publik. Menurutnya, gencatan senjata diumumkan untuk meningkatkan akses bantuan.

Dengan itu, seharusnya mendorong negara-negara sahabat untuk memberikan dukungan dan mengurangi tekanan yang tidak membantu.

Ia pun mengatakan pemerintah Tigray Ethiopia berharap gencatan senjata juga bisa memicu dialog.

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan publik pertamanya sejak pertempuran pecah pada bulan November 2021 antara pasukan pemerintah, yang didukung oleh pasukan dari negara tetangga Eritrea, dan para pejuang TPLF dengan mantan partai penguasa Tigray.

Penjabat kepala bantuan PBB Ramesh Rajasingham mengatakan kepada dewan bahwa situasi kemanusiaan di Tigray telah "memburuk secara dramatis" dalam beberapa pekan terakhir dengan peningkatan sekitar 50.000 orang yang sekarang menderita kelaparan.

"Lebih dari 400.000 orang diperkirakan telah melewati ambang kelaparan dan 1,8 juta orang lainnya berada di ambang kelaparan. Beberapa menyatakan bahwa jumlahnya bahkan lebih tinggi. 33.000 anak-anak kekurangan gizi parah," katanya.


Di sisi lain, Kepala urusan politik dan perdamaian PBB Rosemary DiCarlo mengatakan pasukan Eritrea telah ditarik ke daerah-daerah yang berdekatan dengan perbatasan.

Namun, pasukan dari wilayah tetangga Amhara tetap berada di daerah Tigray barat yang mereka rebut.

"Singkatnya, ada potensi untuk lebih banyak konfrontasi dan penurunan cepat dalam situasi keamanan, yang sangat memprihatinkan," katanya kepada dewan, mendesak TPLF untuk mendukung gencatan senjata dan agar pasukan Eritrea mundur sepenuhnya.

Sementara Rusia dan China tidak keberatan dengan pertemuan publik Dewan Keamanan di Tigray pada hari Jumat, 2 Juli 2021.

Mereka yakin konflik itu adalah urusan internal Ethiopia. Duta Besar Rusia untuk PBB mengatakan, "Kami percaya bahwa campur tangan Dewan Keamanan dalam menyelesaikannya adalah kontraproduktif."

Rusia dan China sama-sama memiliki hak veto dewan, bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris.***

Editor: Chris Dale

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x