Tetapi mantan presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian itu pada 2018 dan menjatuhkan sanksi baru, yang mencekik penjualan minyak Iran yang membuat ekonominya terpuruk.
Mousavi dari Universitas Teheran mengatakan bahwa sebagian alasan hasil tersebut adalah karena sanksi AS.
“Masih bisa diperdebatkan apakah ini disengaja atau apakah ini konsekuensi yang tidak diinginkan, tetapi bagaimanapun sepanjang sejarah Iran, setiap kali ada tekanan AS, itu selalu menguntungkan kaum konservatif dan selalu berubah menjadi kerugian bagi faksi reformis,” katanya kepada Al Jazeera.***