PJJ di Masa Pandemi, KPAI Sebut Timbulkan Disparitas Digital Kaya-Miskin dan Jawa-Luar Jawa

- 23 Januari 2021, 15:35 WIB
Caption:

Anak-anak di Desa Kertamukti Blanakan, Subang, Jawa Barat sedang memanfaatkan layanan internet untuk menunjang Pembelajaran Jarak Jauh. Hingga saat ini, XL Axiata telah menyalurkan lebih dari 1,1 juta paket internet gratis melalui lebih dari 4.600 sekolah di sebagian besar daerah di Jawa Barat. Manajemen XL Axiata berharap para pelajar memanfaatkan bantuan paket internet tersebut secara maksimal.
Caption:

Anak-anak di Desa Kertamukti Blanakan, Subang, Jawa Barat sedang memanfaatkan layanan internet untuk menunjang Pembelajaran Jarak Jauh. Hingga saat ini, XL Axiata telah menyalurkan lebih dari 1,1 juta paket internet gratis melalui lebih dari 4.600 sekolah di sebagian besar daerah di Jawa Barat. Manajemen XL Axiata berharap para pelajar memanfaatkan bantuan paket internet tersebut secara maksimal. /Dok. XL Axiata

ISU BOGOR - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti menjelaskan sebagaimana telah diungkapkan oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama 10 bulan ini telah terjadi disparitas digital.

"Dari data KPAI sendiri, pertama adalah munculnya disparitas digital yang sangat lebar antara anak dari keluarga kaya dengan anak dari keluarga menengah kebawah, apalagi miskin," kata Retno dalam Talkshow 'Nasib Siswa di Tengah Pandemi' yang disiarkan secara virtual di kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu 23 Januari 2021.

Menurut Retno, pemandangan disparitas itu sangat jauh yang artinya ada korelasi dengan kondisi ekonomi. Sehingga terpengaruh atas PJJ di masa pandemi.

Baca Juga: Evaluasi PJJ Selama Pandemi, Kemendikbud: Ada Penurunan Nilai Hasil Belajar Siswa

Baca Juga: Nasib Siswa di Masa Pandemi, Kemendikbud: Baru 14 Persen Daerah yang PTM Sisanya Masih PJJ

"Kemudian disparitas digital ini pun terjadi antara sekolah-sekolah atau anak-anak atau guru-guru, yang berada diperkotaan dengan dipedesaan," katanya.

Jadi, lanjut Retno, yang dipedesaaan itu jauh lebih tertinggal daripada yang di perkotaan, kemudian disparitas itu akan semakin lebar, saat dilihat dari geografis Jawa dan luar Jawa.

"Berdasarkan data kami, memang ada 1.700 siswa di awal ketika PJJ, namun ketika survei kami pada Juni, menjelang masuk Tahun Ajaran Baru Juli 2020, itu kami melakukan survei, yang diikuti 196.555 orangtua mereka menyatakan tidak bersedia untuk sekolah tatap muka atau pembelajaran tatap muka (PTM)," kata Retno.

Lalu ada murid dan guru yang ditanya, kalau orangtua siswa 66 persen tidak setuju sekolah dibuka lagi atau PTM, maka muridnya atau anaknya berbeda pendapatnya dengan orang tua.

Halaman:

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x