Ada laporan berulang tentang pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan yang berlebihan, penangkapan dan pelecehan dan intimidasi terus menerus terhadap pengunjuk rasa dan pembela hak asasi manusia.
Baca Juga: Mengemudi Mabuk, Wakil Bupati Yalimo Papua Tabrak Polwan Hingga Meninggal Dunia
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengabaikan pernyataan kelompok separatis tersebut. Ia menggambarkannya sebagai "status yang diproklamirkan sendiri oleh Wenda".
"Status Papua sebagai bagian dari Indonesia, penerus negara Hindia Belanda (Belanda) sudah final," katanya mengacu pada bekas kekuasaan kolonial.
Dia mengatakan proses integrasi diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan termasuk adopsi resolusi.
Menjelang 1 Desember, seringkali merupakan tanggal kerusuhan dan kekerasan yang signifikan, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan:
“Kami terganggu dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa minggu dan bulan terakhir di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia. dan peningkatan risiko ketegangan dan kekerasan baru."
Baca Juga: Emosi, Penyanyi 'Aku Papua' Edo Kondolangit Minta Keadilan Saat Iparnya Diduga Meninggal di Tahanan
Shamdasani mengatakan dalam satu insiden pada 22 November, seorang remaja berusia 17 tahun ditembak mati dan seorang remaja lainnya terluka dalam baku tembak polisi. Jasad bocah itu ditemukan di gunung Limbaga di distrik Gome, Papua Barat.
Dia juga mengutip pembunuhan pendeta gereja Yeremia Zanambani, yang tubuhnya ditemukan di dekat rumahnya di distrik Hitadipa penuh dengan peluru dan luka tusuk. Zanambani "mungkin telah dibunuh oleh anggota pasukan keamanan", kata Shamdasani.