Kerumunan Sambut Jokowi di NTT, Pakar Hukum Tata Negara: Bisa Dikenakan Pasal Seperti Rizieq Shihab

27 Februari 2021, 19:40 WIB
Kerumunan warga menyambut Presiden Jokowi di NTT menurut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun bisa dikenakan pasal seperti Rizieq Shihab. /Tangkapan layar video twitter @didienAZHAR

ISU BOGOR - Kerumunan warga menyambut Presiden Jokowi di NTT menurut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun bisa dikenakan pasal seperti Rizieq Shihab.

Menurut penilaian Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun kejadian kerumunan Presiden Jokowi dan kerumunan Rizieq Shihab itu sama.

Pakar Hukum Tata Negara itu menyampaikan bahwa kerumunan Presiden Jokowi terjadi mengumpulkan massa secara tidak langsung dan kemudian juga melemparkan sesuatu yang membuat massa semakin antusias.

"Bahkan keluar dari mobil, melalui sun roofnya untuk menyapa kerumunan yang membuat kerumunan makin berkerumun," ungkap Refly Harun dalam kanal YouTubenya Refly Harun, Jumat 26 Februari 2021.

Baca Juga: ILC Pamit, Refly Harun: Merasa Sedih Kok Pemerintahan Jokowi Makin Represif

Menurutnya kalau Habib Rizieq dikenakan pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Maka kasusnya mirip sama Presiden Jokowi.

"Maka tentu bisa dikatakan ada alasan untuk mengatakan bahwa presiden Jokowi pun bisa dikenakan pasal tersebut dan terpenuhilah klausul tindak pidana berat," katanya.

Maka dari itu lanjut Refly ini bisa dijadikan alat oleh DPR untuk melakukan inisiasi untuk menjatuhkan presiden Jokowi the trial of impeachment.

"Tapi jangan lupa, bahwa perkara ini bukanlah perkara tingkat polisi, perkara seperti ini adalah perkara tingkat politisi, karena dia tingkat politisi maka sesungguuhnya sangat tergantung inisiatif dari DPR untuk memproses ini," ungkapnya.

Baca Juga: Jokowi Ungkap Sejumlah Kunci Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19

Dasarnya adalah, kata Refly, bahwa presiden melakukan pelanggaran hukum berupa tindak pidana berat lainnnya sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945.

"Yaitu melakukan penghasutan agar orang-orang melanggar protokol kesehatan, sama seperti yang terjadi pada Habib Rizieq," jelasnya.

Meski demikian, Refly mengatakan kasus kerumunan yang menimpa Presiden Jokowi masih belum cukup untuk menjatuhkannya dari jabatan.

"Ada pertanyaan kira-kira cukup alasan atau cukup legitimate untuk menjatuhkan Prsiden, kalau saya mengatakan ini belum cukup," ungkapnya.

Namun, menurutnya yang menjadi masalah utama dalam kasus Rizieq Shihab adalah terlalu mudah mengenakan pasal itu.

Baca Juga: Warganet Serang dr Tirta terkait Komentar Kerumunan Massa Penyambutan Presiden Jokowi di NTT

"Harusnya penegak hukum tidak bermain-main dengan penggunaan pasal 160 tersebut. Walaupun prokes adalah sebuah pelanggaran tapi tidak boleh kontruksinya dilebihkan. sehingga ancaman hukumannya yang tadinya hanya 1 tahun. tiba-tiba melejit jadi 6 tahun," ungkapnya.

Refly Harun memahami ada sebagian aspirasi masyarakat yang menginginkan presiden Jokowi juga diproses karena telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan ketika berada di Maumere, NTT.

"Maka sebagian orang akan mengatakan, kalau begitu dikenakan juga dong tiga UU. Pertama, tentang UU kekarantinaan kesehatan; Kedua, UU tentang wabah penyakit menular, dan ketiga, UU tentang yaitu KUHP," paparnya.

Baca Juga: Viral Video Jokowi di NTT Timbulkan Kerumunan, Rocky Gerung: Presiden Melanggar dan Harus Ada yang Persoalkan

Dua UU tadi, lanjut dia, ancaman hukumannya hanya ringan saja yaitu satu tahun. Tapi pasal penghasutan seperti yang dikenakan kepada Habib Rizieq, itu ancaman hukumannya 6 tahun.

"Karena 6 tahun tentu hukumannya bisa dikualifikasikan sebagai kejahatan atau tindak pidana berat dan ada alasan untuk ditahan," jelasnya.

Menurutnya hal itulah satu-satunya alasan mengapa Rizieq Shihab dikenakan pasal tentang penghasutan pasal 160 KUHP agar yang bersangkutan bisa ditahan.

Baca Juga: Viral Video Jokowi di NTT Timbulkan Kerumunan, Istana: Itu Spontanitas Masyarakat

"Lainnya rasanya tidak pertanyaannya adalah dengan kerumunan yang sama, dengan provokasi yang barangkali dianggap kurang lebih sama, maka sebagian pihak mengharapkan Presiden Jokowi juga bisa dilaporkan ke polisi," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, viral video kunjungan Presiden Jokowi di Kabupaten Sikka Maumere, NTT hingga menimbulkan kerumunan massa disorot warganet.

Banyak netizen yang mengkritik peristiwa itu dan membandingkan dengan kasus yang dialami Rizieq Shihab.

Baca Juga: Viral Video Jokowi di NTT Timbulkan Kerumunan, Warganet: Mirip Acara IB HRS di Petamburan

Berdasarkan pantauan dari video yang beredar luas di media sosial terlihat Presiden Jokowi yang berada di kendaraan dengan atap terbuka menyapa warga NTT.

Tampak ribuan warga NTT antusias menyambut kedatangan orang nomor satu di tanah air itu itu membentuk kerumunan hingga mengerubungi kendaraan yang ditumpangi Presiden Jokowi.

Warganet lain pun menimpali video unggahan tersebut dan berkomentar kalau kerumunan warga tersebut sama seperti acara yang pernah diperlihatkan saat menyambut kedatangan Imam Besar Habib Rizieq Syihab (IB HRS) di Petamburan.

Baca Juga: Begini Reaksi Bupati Bogor Ade Yasin Tanggapi Kerumunan Ultah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di Puncak

"Kunjungan Presiden @jokowi di Maumere (Flores) hari ini tanpa prokes?!," tulis @didienAZHAR yang mengunggah video kerumunan itu.

Unggahan viralnya video Jokowi timbulkan kerumunan itu langsung diserbu warganet lainnya dengan ragam komentar.

"Mirip acara IB HRS dipetamburan, dan itu melanggar prokes,ini kira2 masuk pelanggarn prokes ga min
@DivHumas_Polri apa krn mentang2 presiden..???," balas @reyzhan_adla warganet lainnnya.

"Pak Presiden, di Maumere gak ada Covid-19 ya ?
Atau memang, Seorang Presiden bebas melakukan hal apa saja ?," kata @M_YusufD.

"Tunggu aja apa bakal ada yg ditangkap dan ditahan serta byar denda?
Atau cukup minta maaf tanpa denda?," tulis @momocimol.

Baca Juga: Gubernur Jatim Unggah Video Kerumunan Brimob Bernyanyi Terpesona, Netizen: Kok Nggak Jaga Jarak?

Pengamat Politik Rocky Gerung menilai kerumunan Presiden Jokowi adalah sebuah drama yang dibuat dramatis akibatnya tragis.

"Kemudian dihujat atau dipersoalkan sebetulnya, secara hukum oleh netizen, karena ini perbandingan dengan kasus yang publik tahu (Habib Rizieq Shihab melanggar Protokol Kesehatan lalu dipenjara)," ungkapnya dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Rabu 24 Februari 2021.

Menurutnya, sesuai prinsip hukum Equality Before The Law (persamaan dihadapan hukum), justru kasus vitalnya video kerumunan Jokowi yang terjadi ini adalah stupidity before the law yaitu kesamaan kedunguan didepan hukum.

"Karena orang tahu dan bandingkan langsung dengan kasus Habib Rizieq yang dituduh melakukan kerumunan kemudian dihukum, presiden sebetulnya bisa saja bilang tanpa perlu istana kasih apology dulu harusnya mengatakan saya berbuat kesalahan karena itu saya akan membayar denda Rp50 juta itu lebih beradab," ungkapnya.

Bahkan menurutnya, jika Presiden Jokowi mau fair, bahwa peristiwa kerumunan ini sebagai pembelajaran harusnya membuat edukasi yang lebih dramatis dibandingkan HRS.

"Harusnya begitu, tapi ya udah itu sudah terjadi, tidak mungkin diulang lagi. Saya cuma kasih solusi, lain kali siapkan dulu uang lalu lakukan pencitraan, supaya gampang, begitu terdeteksi timbulkan kerumunan dihukum saja langsung disitu," katanya.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler