Genjot dan Tukar Informasi Pajak di Masa Pandemi Covid-19, Bogor Gandeng Kemenkeu secara Virtual

27 Agustus 2020, 09:49 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya bersama jajarannya saat menjalin kerjasama dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan secara virtual, Rabu 26 Agustus 2020. /Iyud Walhadi/Prokompim

ISU BOGOR - Guna menggenjot atau mengoptimalkan pemungutan dan pertukaran informasi pajak, Pemkot Bogor sebagai satu dari 76 pemerintah daerah menggandeng Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, secara virtual.

Perjanjian yang dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah tersebut ditandatangani Wali Kota Bogor, Bima Arya yang disaksikan secara virtual di Paseban Punta, Balai Kota Bogor, Rabu 26 Agustus 2020.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menyebutkan, maksud perjanjian yang berlaku selama lima tahun kedepan ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak pusat dan pajak daerah yang menjadi kewenangan masing-masing pihak.

Baca Juga: Niat Puasa Kamis 27 Agustus 2020, Besok dan Lusa 9-10 Muharam Juga Dianjurkan Nabi

"Misalnya dalam bentuk kegiatan bersama sebagai bagian dari proses teknis administrasi perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya, dalam keterangan pers tertulis yang diterima Kamis 27 Agustus 2020.

Sedangkan tujuannya adalah mengoptimalkan pelaksanaan pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan serta data perizinan, data atau informasi lainnya yang dibutuhkan.

"Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengoptimalkan penyampaian data IKD (Informasi Keuangan Daerah), mengoptimalkan pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak Bersama,"

Baca Juga: PSBB Masa Transisi di Jakarta, Anies Usulkan Sepeda Bisa Melintas di Jalan Tol

"Kemudian mengoptimalkan pemanfaatan program/kegiatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan, meningkatkan pendampingan dan dukungan kapasitas kepada para pihak di bidang perpajakan dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan aparatur/sumber daya manusia para pihak di bidang perpajakan," ungkapnya.

Untuk ruang lingkup diantaranya meliputi pembangunan data perpajakan yang berkualitas, pelaksanaan pertukaran data perpajakan, pemanfaatan data dan/atau informasi Pajak, pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak Bersama dalam bidang perpajakan.

"Selain itu, pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), koordinasi dalam penyusunan regulasi pajak daerah dan kegiatan lain yang dipandang perlu dalam rangka optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah," katanya.

Baca Juga: Janji, Menaker Ida : BLT Pekerja DiLuncurkan Hari Ini oleh Presiden Jokowi

Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti menyampaikan, kontraksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia banyak berdampak pada PSB atau PAD bagi provinsi-provinsi sekitar Jawa dan Bali dengan kisaran lebih dari 20 persen.

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Bali yang terdampak secara berat. Sementara itu ada dua provinsi yang pertumbuhan ekonominya positif adalah Papua (4,52 persen) dan Papua Barat (0,53 persen).

"Berdasarkan data untuk seluruh daerah hasil re-alokasi anggaran telah mencapai Rp 87 triliun dan ini bisa digunakan untuk penanganan Covid-19 di seluruh daerah yang bersumber dari APBD," kata Astera.

Baca Juga: Cerita Insiden Penyelidikan Narkoba di Pondok Pesantren, Madura Hingga Anggota Polisi Disekap

Pemerintah pusat telah menggelontorkan dana lebih Rp600 triliun untuk mengcover 3 bidang terbesar, yakni kesehatan, perlindungan sosial dan insentif-insentif sebagai dukungan pertumbuhan ekonomi.

Diharapkan pada kuartal 3 ekonomi Indonesia mampu pick up karena banyaknya indikator yang menunjukan terjadinya reborn di ekonomi.

Menurut Astera pemda perlu memperkuat perpajakan daerah sebagai salah satu sumber PAD untuk kemandirian dan pemerataan pembangunan serta pelayanan pada masyarakat.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca : Bogor Belum Akan Hujan Hari Ini

"Porsi terbesar dari APBD dari segi pendapatan rata-rata secara nasional tergantung dari transfer ke daerah, sementara besarnya PAD jika dilihat secara agregat rata-rata porsinya untuk daerah atau provinsi kisarannya 30 - 40 persen, sementara kab/kota kisarannya ada di angka 13 persen," katanya.

Dalam upaya peningkatan pajak daerah seiring pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah dengan mendorong beberapa langkah.

Diantaranya implementasi organisasi perpajakan yang tepat yang didukung peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan pajak daerah dengan pemanfaatan teknologi informasi serta data yang terintegrasi. Selain itu perlunya kerja sama dengan para stakeholder.

Baca Juga: Ada Program Bantuan KemenPUPR Bikin Rumah Bagi Warga Berpenghasilan Rendah, Begini Cara Daftarnya

"Kelemahan daerah adalah organisasi pengelola penerimaan pajak daerah belum fit padahal potensinya besar, banyak aturan daerah belum mengikuti aturan best practice pengelolaan pajak, selain itu up dating data dan transparansi yang masih perlu ditingkatkan. Jika hal itu ditingkatkan saya yakin PAD bisa ditingkatkan," harapnya.

Dalam kesempatan yang sama Dirjen Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo mengungkapkan, kegiatan ini sebelumnya telah dilaksanakan pada 2019 dengan 7 pemda dengan tujuan untuk berkolaborasi melakukan pengawasan dan tahun ini meningkat menjadi 76 pemda.

"Sehingga kita bisa melihat lebih jelas prospektif dimana wajib pajak melaksanakan kegiatan usaha. Ini sangat bagus karena kami membutuhkan pemda untuk sharing begitu pula sebaliknya. Bapak Presiden menginginkan satu data yang sifatnya universal nasional, saya pikir inilah saatnya untuk melaksanakan keinginan tersebut karena akan lebih memudahkan untuk digunakan," ujar Suryo Utomo.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler