Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Bareskrim Naikkan Status Hukum PT Afi Farma ke Penyidikan

- 1 November 2022, 20:14 WIB
Direktur Tipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengumumkan status hukum kasus gagal ginjal akut pada anak yang menyeret PT Afi Farma ke tahap penyidikan, Selasa 1 November 2022.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengumumkan status hukum kasus gagal ginjal akut pada anak yang menyeret PT Afi Farma ke tahap penyidikan, Selasa 1 November 2022. /PMJNews
 

ISU BOGOR - Tim gabungan Bareskrim Polri resmi menaikkan status hukum kasus gagal ginjal akut pada anak yang menyeret PT Afi Farma ke tahap penyidikan, Selasa 1 November 2022.

"Hasil gelar perkara penyidik Bareskrim dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sepakat tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," terang Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto kepada awak media, di Jakarta.

Menurut Brigjen Pipit, penyidikan itu dilakukan terhadap PT Afi Pharma yang diduga memproduksi obat sirup merk paracetamol atau obat generik yang mengandung Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas.
 

"Yakni 236,39 mg yang harusnya 0,1 mg setelah diuji laboratorium oleh BPOM," jelas Brigjen Pipit sebagaimana dikutip dari PMJNews, Selasa 1 November 2022.

Sepert diberitakan sebelumnya, BPOM sempat mengumumkan ada dua perusahaan farmasi yang menyalahi standar dan persyaratan kemanan, khasiat dan mutu.

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito mengungkapkan berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi juga ditemukan bukti bahwa Industri Farmasi mengubah pemasok Bahan Baku Obat (BBO) dan menggunakan BBO yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dengan cemaran EG pada bahan baku melebihi ambang batas aman yaitu tidak lebih dari 0,1%.
 

"Industri farmasi juga tidak melakukan penjaminan mutu BBO Propilen Glikol yang digunakan untuk sirup obat sehingga produk yang dihasilkan TMS. Industi Farmasi juga tidak melakukan proses kualifikasi pemasok/supplier BBO termasuk tidak melakukan pengujian BBO," kata Penny dikutip dari laman resmi BPOM, Selasa 1 November 2022.

Berdasarkan temuan ketidaksesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, Industri Farmasi telah diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali (recall) dan pemusnahan produk.

Selanjutnya pelanggaran ketentuan dan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), kedua Industri Farmasi tersebut diberikan sanksi administratif berupa pencabutan Sertifikat CPOB untuk fasilitas produksi cairan oral non betalaktam.
 

"Dengan demikian, seluruh izin edar produk cairan oral non betalaktam dari kedua Industri Farmasi tersebut dicabut," ungkapnya.

Dengan perkembangan kasus ini, BPOM bersama Bareskrim Polri menindaklanjuti temuan hasil pengawasan dengan melakukan operasi bersama terhadap dua industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal).

Kedua industri farmasi didapati bahwa dalam kegiatan produksi sirup obat telah menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. Temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan melalui sejumlah karyawan, dokumen, sarana, dan produk terhadap 2 (dua) Industri Farmasi.
 

“Dari hasil pemeriksaan dan pendalaman, PT Yarindo membeli bahan baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari CV Budiarta, sedangkan PT Universal membeli bahan baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari PT Logicom Solutions,” pungkasnya.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x