Putin dan Xi Jinping Sepakat Bangun Keterbukaan dan Toleransi di Afghanistan

- 26 Agustus 2021, 19:44 WIB
Kolase foto Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden China Xi Jinping
Kolase foto Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden China Xi Jinping /instagram @vladimir.putin @xijinping.official

ISU BOGOR - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk bekerjasama membangun keamanan yang terbuka serta penuh toleransi di tengah proses pengambilalihan kekuasaan Taliban atas Afghanistan.

Kedua negara secara ekstensif telah mengkoordinir respons regional yang bertujuan untuk memastikan pemerintahan Afghanistan yang stabil tetap berkuasa di Kabul dan tidak menimbulkan ancaman bagi tetangganya.

Pembicaraan ini merupakan yang pertamakalinya dilakukan sejak pemerintah yang didukung AS digulingkan Taliban, pada 15 Agustus 2021.

Baca Juga: Biden Sindir China dan Rusia soal Penarikan Pasukan AS di Afghanistan

Putin menilai Rusia dan China memiliki kesamaan dalam masalah ini sehingga diperlukan kerja sama dalam hal keamanan.

"Ini semua untuk memerangi terorisme, menghentikan penyelundupan narkoba, mencegah tumpahan narkoba serta risiko keamanan di Afghanistan serta menahan gangguan dari kekuatan eksternal, dan menjaga keamanan dan stabilitas regional,” kata Putin seperti dikutip South China Morning Post.

Kekuatan regional, termasuk, Rusia, Iran dan China, telah menyalahkan AS karena memperkuat kekacauan di Afghanistan dengan cara menarik pasukan setelah 20 tahun pendudukan.

Sekarang mereka mencari jenis hubungan baru dengan Taliban yang dapat menstabilkan negara setelah lebih dari 40 tahun perang.

Baca Juga: Kandahar Direbut Taliban, Diplomat Rusia Sebut Bukan Hasil Pertempuran Tapi karena Pasukan Afghanistan Kabur

Ketakutan yang diungkapkan oleh banyak negara adalah bahwa kemenangan Taliban dapat mengeja periode baru pergolakan yang lebih besar.

Karena kelompok militan Islam telah banyak membiayai pemberontakan selama 18 tahun dengan mengenakan pajak ekspor opium, mengubah Afghanistan menjadi produsen opiat terbesar di dunia.

Tak hanya itu, mereka juga dianggap telah mendukung kelompok teroris lainnya termasuk al-Qaeda dan Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM).

Baca Juga: Inggris Dalam Siaga Merah karena Rusia dan China Terus Tebar Ancaman Lewat Luar Angkasa

Maka dari itu dikhawatirkan kebijakan sosial represif mereka, yang selama periode pemerintahan mereka sebelumnya dari tahun 1996 hingga 2001 termasuk perampasan hak-hak perempuan secara virtual dan penindasan terhadap Syiah dan etnis minoritas, juga dapat kembali.

Namun, Taliban telah membuat sejumlah janji yang jika ditepati, dapat mengantarkan pemerintah yang lebih toleran terhadap hak-hak minoritas dan kurang toleran terhadap kelompok teroris.

Para pemimpin di Beijing, Tehran, dan Islamabad telah bekerja tanpa lelah selama sebulan terakhir untuk memastikan Taliban memahami bahwa harapannya akan normalisasi diplomatik dan integrasi regional bergantung pada kemampuannya untuk menepati janji-janji itu.

Baca Juga: Rusia Pastikan Bergabung Dalam Latihan Bersama di China, Ahli: Bukti Saling Percaya Awasi Asia Tengah

Selama kontak telepon mereka, Xi Jinping mengatakan kepada Putin bahwa China menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial Afghanistan serta mendukung kebijakan non-intervensi dalam urusan internal Afghanistan.

"China siap untuk meningkatkan dialog tentang Afghanistan dengan Rusia dan anggota komunitas internasional lainnya," kata Xi, seraya menambahkan bahwa China bermaksud membangun kerangka kerja politik untuk interaksi yang terbuka dan toleran dengan semua pihak yang berkepentingan di Afghanistan.***

 

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x