Ancam wajib Vaksin Covid-19 atau Dipenjara, Presiden Filipina Jadi Kontroversial, Termasuk Soal Narkoba

- 22 Juni 2021, 19:19 WIB
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte  ancam akan jebloskan ke penjara orang-orang yang menolak untuk mengikuti vaksinasi Covid-19.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte ancam akan jebloskan ke penjara orang-orang yang menolak untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. /REUTERS/Aaron Favila

 

ISU BOGOR - Presiden Filipina Rodrigo Duterte keras mengancam akan memenjarakan orang yang menolak divaksinasi virus corona disease (Covid)-19.

Sebab, ia khawatir karena Filipina memerangi Covid-19,salah satu wabah terburuk di Asia, dengan lebih dari 1,3 juta kasus dan lebih dari 23.000 kematian.

"Anda memilih, vaksin atau saya akan memenjarakan Anda," kata Duterte dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin menyusul laporan jumlah pemilih yang rendah di beberapa lokasi vaksinasi di ibu kota Manila.

Baca Juga: Militer Myanmar Terkungkung, Inggris Tambah Boikot 3 Aset Penyuplai Dana Kekejaman Kudeta

Pernyataan kerasnya mengimbau warga untuk suntik vaksin Covid-19 pun menjadi kontroversial.

Pernyataan Duterte bertentangan dengan pernyataan pejabat kesehatannya yang mengatakan bahwa meskipun orang-orang didesak untuk menerima vaksin COVID-19, itu bersifat sukarela.

"Jangan salah paham, ada krisis di negara ini," kata Duterte. "Saya hanya kesal dengan orang Filipina yang tidak mengindahkan pemerintah."

Pada Minggu, 20 Juni 2021, pihak berwenang Filipina baru memvaksinasi penuh 2,1 juta orang, begitu lambat menuju target pemerintah untuk mengimunisasi hingga 70 juta orang tahun ini dari jumlah penduuduk 110 juta.

 

Baca Juga: Google Doodle Hari Ini Bagikan Informasi Terkait Vaksin Covid-19 dan Prokes Masker

 

Duterte, yang telah dikritik karena pendekatannya yang keras untuk menahan virus, juga mendukung keputusannya untuk tidak membiarkan sekolah dibuka kembali akibat lonjakan kasus Covid-19.

Sikapi Narkoba

Dalam pidato yang sama, ia mengecam Pengadilan Kriminal Internasional, setelah seorang jaksa ICC meminta izin dari pengadilan untuk penyelidikan penuh atas pembunuhan perang narkoba di Filipina.

Duterte, yang pada Maret 2018 membatalkan keanggotaan Filipina dalam perjanjian pendirian ICC, mengulangi bahwa dia tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan tersebut, menganggap ICC sebagai 'omong kosong'.

 

Baca Juga: Ebrahim Raisi ke Israel: Sebelum Takut pada Iran, Takutlah pada Rakyat Palestina

 

"Mengapa saya membela atau menghadapi tuduhan di depan orang kulit putih. Anda pasti gila," kata Duterte, yang setelah memenangkan kursi kepresidenan pada 2016 melancarkan kampanye antinarkotika yang telah menewaskan ribuan orang.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan pihak berwenang telah mengeksekusi tersangka narkoba, tetapi Duterte keras menolak penangkapan meskipun telah banyak yang tewas akibat narkoba.

Sementara, juru bicara pengadilan ICC Fadi El Abdallah mengatakan tidak ingin memberi komentar atas sikap Presiden Filipina tersebut.

 

Baca Juga: Penumpasan Cryptocurrency: China Memanggil Bank-bank Besar dan Perintahkan untuk Memblokir Pembayaran

 

"Pengadilan adalah lembaga peradilan yang independen, dan tidak mengomentari pernyataan politik," katanya.***

Editor: Chris Dale

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x