Kudeta Militer Myanmar Memasuki Perang Politik, Pembantaian 25 Warga Sipil Viral Dituduhkan ke Kelompok Etnis

- 18 Juni 2021, 15:45 WIB
Seorang Biksu di Myanmar Rela Meninggalkan Tugasnya Sebagai Biksu, Demi Melawan Kudeta Militer Myanmar
Seorang Biksu di Myanmar Rela Meninggalkan Tugasnya Sebagai Biksu, Demi Melawan Kudeta Militer Myanmar /Setn

ISU BOGOR - Hampir 5 Bulan berjalan, kekacauan di Myanmar akibat kudeta militer kini memasuki perang politik yang mengangkat tuduhan pembantaian 25 warga sipil ke kelompok etnis.

Militer Myanmar menuding kelompok etnis menculik 47 orang warga sipil dan 25 orang di antaranya telah dibantai pada bulan lalu.

Dikutip IsuBogor.com dari Reuters, media yang dikendalikan junta militer Myanmar melaporkan para pejuang yang tergabung dalam Organisasi Pertahanan Nasional Karen (KNDO) telah melakukan kekejaman itu.

 

Baca Juga: Ledakan Misterius Sasar Pro Militer Myanmar, 2 Orang Tewas, 6 Orang Terluka

Baca Juga: Militer Myanmar Tuding Ledakan Misterius Dilakukan 'Teroris' Pendukung Aung San Suu Kyi

Baca Juga: Digempur Israel Kemarin, Semangat Hamas Berkobar Seru Pembelaan Palestina

 

Kudeta militer di negara itu memang telah memicu konflik etnis kembali merebak menentangnya, bersama warga warga sipil di kota-kota besar seperti Yangon dan lainnya menjadi korban kekejaman selama demonstrasi.

Tak tahan dengan tuduhan junta militer Myanmar, Organisasi Persatuan Nasional Karen yang merupakan sayap politik KNDO mengatakan dalam sebuah surat tertanggal 16 Juni bahwa penyelidikannya akan membuktikan kebenaran.

"Persatuan Nasional Karen mengikuti Konvensi Jenewa yang tidak menerima pembunuhan warga sipil selama pertempuran bersenjata," katanya.

Sementara itu, Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah dan militer menyebutkan Myawaddy Television minggu ini menunjukkan gambar-gambar yang tampak seperti 25 mayat di pembukaan hutan.

 

Baca Juga: Luncurkan Serangan Udara Baru di Gaza, Militer Israel: Siap Dimulai Kembali Permusuhan

 

Mereka mengatakan mayat para pria yang mencakup 10 anak-anak dan enam wanita itu bekerja di sebuah jembatan di Distrik Myawaddy dan diduga diculik pada 31 Mei 2021 oleh sebuah kelompok.

Surat kabar Global New Light of Myanmar itu melaporkan 7 mayat warga ditemukan pada 11 Juni 2021, satu terbakar dan yang lainnya dengan tangan terikat di belakang punggung mereka. Ada pula 18 mayat lainnya ditemukan pada hari berikutnya.

Media lainnya yang dikelola junta, MRTV dalam siaran berita malamnya menganggap pembakaran itu sebagai "teroris" dan mengatakan banyak media yang menjajakan berita palsu dengan menyalahkan api pada pasukan keamanan.

 

Baca Juga: Kesehatan Kim Jong Un Jadi Sorotan, Pengamat Korea Utara: Pertanda 'Tidak Baik'

 

Sebuah video yang viral dibagikan di media sosial merekam salah satu pembunuhan seorang pria berulang kali ditikam sebelum tenggorokannya digorok dan tubuhnya dimutilasi.

Beberapa suara dalam bahasa Karen terdengar meminta si pembunuh untuk berhenti sementara yang lain menyemangatinya.

Reuters belum memverifikasi keaslian video tersebut.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Jumat, 18 Jani 2021 akan menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar.

PBB juga mendesak militer untuk menghormati hasil pemilihan November dan membebaskan tahanan politik, kata para diplomat.

 

Baca Juga: China Dikabarkan Punya Niat untuk Ambil Alih Taiwan Secara Paksa

 

Seperti banyak dikabarkan, Myanmar telah berada dalam krisis sejak kudeta dan para jenderal telah berjuang untuk menegakkan ketertiban dengan kekejaman yang memicu penentangan dan demonsstrasi besar-besaran.

Namun, kini junta militer Myanmar menyalahkan kekerasan pada 'teroris' dan menangkap ribuan orang, termasuk guru, dokter dan wartawan.

Majalah Frontier Myanmar mengatakan redaktur pelaksananya Danny Fenster, seorang Amerika, muncul di sesi pengadilan khusus di penjara pada hari Kamis, 17 Juni 2021 dengan tuduhan penghasutan.

"Kami terkejut dan frustrasi karena dia ditahan tanpa alasan yang jelas," kata Frontier.

Sementara itu, MRTV yang dikelola negara Myanmar tidak menyebutkan kehadiran pengadilan dalam buletin berita malamnya.

 

Baca Juga: Luluh Lantah di Serang Israel, Pusat Pendidikan di Gaza Sulit Dibangun Kembali

Atas penahanan itu, di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price meminta Myanmar untuk memberikan akses kepada pejabat konsuler ke Fenster dan memastikan perawatan yang tepat selama dia tetap ditahan.

"Petugas konsuler kami di Burma telah berusaha untuk mengunjungi Daniel tetapi kami belum diberikan akses kepadanya oleh pejabat rezim," kata Price kepada wartawan melalui panggilan singkat.

Meskipun sebagian besar kritik internasional telah diarahkan pada junta militer, akan tetapi ada juga kekhawatiran berkembang tentang perilaku pasukan pemberontak.

Dengan gerakan gerilyanya yang baru-baru ini terbentuk, berdampak terhadap warga sipil.

Akan tetapi, di sisi lain, perwakilan PBB di Myanmar pada hari Kamis, 17 Juni 2021 menyebut bahwa pihaknya khawatir dengan tindakan kekerasan baru-baru ini yang menggambarkan 'kemerosotan tajam lingkungan hak asasi manusia'.

 

Baca Juga: Seorang Ibu Tewas Setelah Terjun Turuni Tebing di Tepi Laut di Depan Putrinya

 

Ini menyoroti penemuan kuburan massal Myawaddy dan pembakaran desa Kin Ma di Wilayah Magway minggu ini yang menurut saksi dilakukan justru oleh pasukan keamanan yang dikomando militer Myanmar.

Bahkan, Kedutaan Besar AS di Myanmar pada Kamis, 17 Juni 2021 menggambarkan penghancuran Kin Ma sebagai 'tindakan mengerikan' yang konsisten dengan kekejaman militer di masa lalu.

 

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah