PPATK: Transaksi Keuangan dari Jaringan Narkoba di Indonesia Mencapai Rp23 Triliun

- 6 April 2021, 14:06 WIB
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae saat menjadi keynote speaker Webinar Diskusi Kontemporer dengan tema megupas urgensi pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa 6 April 2021.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae saat menjadi keynote speaker Webinar Diskusi Kontemporer dengan tema megupas urgensi pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa 6 April 2021. /Tangkapan layar Youtube @PPATK

ISU BOGOR - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menegaskan bisnis narkoba di Indonesia sangat luar biasa. Pihaknya mengklaim berhasil menelusuri dan meneliti transaksi kejahatan narkoba yang nilainya mencapai Rp23 triliun.

"Uang bisa kita telusuri dan teliti oleh PPATK yang terakhir itu sekitar 23 triliun yang berhasil kita ungkap dari jaringan narkoba," kata Dian saat menjadi keynote speaker Webinar Diskusi Kontemporer dengan tema megupas urgensi pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Selasa 6 April 2021

Bayangkan, lanjut dia, uang sejumlah itu dipakai untuk meracuni masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, banyak juga kejahatan-kejahatan lain.

Baca Juga: Lantik Puluhan Pejabat Fungsional Kabupaten Bogor, Burhanudin Minta Birokrat Kaya Fungsi dan Inovasi

Baca Juga: 21 Pengedar Narkoba Ditangkap, Polisi Sebut Transaksi Banyak Dilakukan di Mal

"Kita melihat misalnya kejadian baru saja mengejutkan banyak masyarakat Indonesia yang menimpa Jiwasraya dan Asabri dan beberapa asuransi lain. Ini membuktikan bahwa pentingnya legal infrastructure dalam mengawasi sistem keuangan," katanya.

Menurutnya, ada beberapa point pokok terkait draft RUU pembatasan uang kartal dan RUU perampasan aset hasil tindak pidana.

"Kita anggap ini dua UU yang bisa dikatakan, UU yang sangat fundamental bagi PPATK dalam konteks memerangi kejahatan ekonomi secara efektif," jelasnya.

Baca Juga: Millen Cyrus Positif Narkoba Lagi, Kali Ini Mengandung Benzo

Baca Juga: Polres Bogor Tangkap 23 Orang Pelaku Penyalahgunaan Narkoba

Sebab, kata dia, selama 18 tahun PPATK dan KPK berdiri pemberantasan tindak kejahatan ekonomi dalam perjalanannya kurang menggembirakan hasilnya.

"Saya bisa katakan pemberantasan korupsi juga tidak menunjukan tanda-tanda yang menggembirakan. Pemberantasan narkoba juga sama. Tindak pidana lain yang juga berkaitan dengan perbankan, pasar modal, asuransi, macam-macam, kemudian juga ilegal logging, illegal fishing, progressnya sangat slow," jelasnya.

Bahkan, kata Dian, kondisinya sangat mengkhawatirkan seolah-olah hampir semua kejahatan ekonomi ini kasusnya terus meningkat.

"Konteks pidana ekonomi atau bermotifkan ekonomi, paling tidak ada 26 jenis kejahatan yang diawasi PPATK sesuai UU, ini saya melihat progressnya sangat slow dan malah meningkat," katanya.

Baik itu, korupsi dari segi kualitas dan kuantitas juga mengalami peningkatan. Begitu pula narkoba yang saat ini penggemarnya sudah hampir 5 juta orang di Indonesia.

"Bayangkan berdasarkan data BNN penggemar narkoba di Indonesia berjumlah 5 juta orang ini seperti apa, jika dibandingkan penduduk Indonesia 265 juta mungkin itu sedikit, tetapi bandingkanlah dengan populasi singapura yang hanya 5 juta. Betapa luar biasanya di Indonesia itu 5 juta orang, hanya menjadi penggemar narkoba itu," jelasnya.

Menurutnya, persoalan tindak pidana di bidang keuangan ini sangat-sangat signifikan sehingga ada beberapa hal-hal tertentu dalam pengawasannya yang memang perlu disempurnakan.

"Tentu saja penyempurnaan itu dari A sampai Z, dari mulai pengaturan, pengawasan, assesment itu harus dilakukan secara menyeluruh, tapi hari ini kita berbicara dalam konteks dua tema utama kita yaitu dua RUU tadi," jelasnya.

Menurutnya, dua RUU ini sangat penting sebagai legal infrastructure yang akan memungkinkan Indonesia menyambut masa depan untuk lebih baik kedepannya.

"Saya tidak bisa membayangkan sebetulnya, sebagai mantan orang BI saya banyak sekali merenungkan apa sih yang sedang terjadi dengan negara kita ini. Katakanlah kita saat sebelum covid-19 pun growth economy kita itu more less hanya 5 persen. Bisa dikatakan ini long standing dispointing economic grow," tandasnya.

Menurutnya, ekonomi Indonesia bisa dipacu sedemikian rupa agar tumbuh lebih besar dari saat ini seandainya tindak kejahatan ekonomi berhasil diatasi.

"Indonesia secara luas yang disebut sebagai shadow economy 20-40 persen dari GDP, itu artinya kalau kita bisa memerangi ini economic growth kita kesejahteraan rakyat kita itu akan bisa terjamin lebih baik," ungkapnya.

Persoalannya kenapa ini menjadi penting, jika di lihat, dua instrumen undang-undang adalah jika dilihat hadirnya PPATK selama 18 tahun terlihat dalam setiap kejadian kejahatan-kejahatan ini.

"Selalu saja melibatkan beberapa hal, yang jelas banyak sekali penggunaan uang-uang cash untuk tujuan-tujuan kejahatan pencucian uang. Disitu kita lihat misalnya narkoba itu dibelakangnya kalau disita duit puluhan hingga ratusan miliar," ujarnya.

Begitupula, korupsi dan juga tindak kejahatan lain, karena memang ada problem bersama. Artinya, kata dia, sejak PPATK berdiri 18 tahun lalu itu telah melakukan kerjasama yang intens dengan lembaga dan kementerian terkait untuk kemudian memperbaiki pengawasan sistem keuangan.

"Maka dari itu, selama itu masuk di dalam sistem, sebetulnya sangat mudah bagi kita untuk mengontrol segala sesuatu, misalnya soal pendanaan terorisme. Jadi memang jika kita sukses untuk melakukan perbaikan dalam pengawasan terhadap sistem keuangan kita, maka para penjahat ini akan mencari alternatif lain," jelasnya.

Adapun, alternatif itu adalah yang paling mudah di Indonesia melakukan transaksi cash. Ini, lanjut dia, transaksi cash di Indonesia masih menunjukan angka yang signifikan.

"Indonesia itu masih cukup luar biasa besar masih diatas 50 persen transaksi uang cashnya. And where did you like it or not persepsi korupsi itu juga terkait dengan masalah penggunaan uang cash. Karena biasanya negara yang penggunaan uang cash yang sangat tinggi seperti Indonesia dan India cenderung persepsi korupsinya itu renda," tandansya.

Berbeda dengan negara-negara misal skandinavia yang sudah maju rata-rata transaksi cash nya hanya 20 persen. Tentu selama ini, BI dan OJK sudah melakukan upaya-upaya himbauan untuk menggunakan less cash dalam sistem keuangan di Indonesia.

"Tetapi memang yang sedang kita hadapi nampaknya kalau dari perspektif PPATK kita tidak bisa relay kepada himbauaan oleh karena itu ketika UU ini dibahas, tentu saja harus mendapat persetujuan pihak terkait BI sudah menyetujui dan sudah mengirim surat ke kemenkumham untuk mendukung keluarnya UU ini," ujarnya.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x