Pakar Sebut Instruksi Mendagri Tidak Tepat, UU Tidak Boleh Untuk Jatuhkan Lawan Politik

20 November 2020, 08:13 WIB
Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 6 tahun 2020 yang ditanda tangangi oleh Mendagri pada 18 November 2020 /Kemendagri.go.id

ISU BOGOR - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai, keputusan pemerintah pusat dalam menindak kepala daerah yang tidak menjalankan protokol kesehatan kemudian diberhentikan, tidaklah tepat.

Refly menganggap instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian itu hanyalah sebagai pengingat, bahwa benar ada klausul seperti itu.

"Anggap saja instruksi Mendagri untuk mengingatkan kita semua, ada klausul-klausul seperti itu di Undang-undang Pemda, walaupun saya tidak sreg semuanya," ujarnya di saluran YouTube Refly Harun yang disiarkan pada Jumat 20 November 2020.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun YouTube Refly Harun

Baca Juga: Anies Baswedan Diperiksa Polisi Lebih Awal, HRS Center: Ridwan Kamil Juga Dipanggil Tapi Terlambat

Sebab, menurutnya, dalam penegakan aturan harus ada ada hal-hal yang harus menghargai otonomi daerah, sehingga bukan lagi ranah pemerintah pusat.

"Untuk menentukan sesuatu di daerah masing-masing, apalagi soal pilkada dan mudahnya pemberhentian, oh tidak begitu".

"UU tidak boleh digunakan secara serampangan untuk menjatuhkan lawan politik, UU itu mengatur, sedemikian rupa kepemimpinan, agar dia berpihak kepada negara dan dia mampu mewujudkan tujuan nasional," ungkap Refly.

Baca Juga: Polisi Pastikan Refly Harun Segera Diperiksa Terkait Kasus Sugi Nur alias Gus Nur

Meski demikian, lanjut dia, memang benar seorang Mendagri atau Presiden, semua pejabat daerah, pejabat negara, entah itu gubernur/bupati/walikota, dapat diberhentikan.

"Siapa yang memberhentikan? secara administratif, kalau itu bupati atau walikota, diberhentikan oleh Mendagri, kalau itu gubernur diberhentikan oleh presiden, tapi apa alasan untuk memberhentikan," tegasnya.

Maka dari itu, lanjut dia, klausul Instruksi Mendagri yang mengingatkan publik bahwa kepala daerah bisa diberhentikan oleh 3 sebab.

Baca Juga: Refly Harun: Presiden Jokowi Tidak Nyaman Dekat Dengan Kalangan PDIP

"Pertama, meninggal dunia, kedua mengundurkan diri, dan tiga diberhentikan, tapi untuk diberhentikan ini ada proses yang tidak hanya melibatkan satu institusi saja".

"Misalnya mendagri atau presiden saja, tidak begitu, tapi harus menggambarkan dinamika demokrasi, check and balancies diantara cabang-cabang kekuasaan negara atau pemerintahan," jelasnya.

Sebab, menurutnya, Indonesia adalah negara berdasarkan rule of law atau negara hukum. Ciri sebuah negara hukum itu, kata Refly tentu tidak boleh menghukum seseorang, tanpa adanya putusan dari institusi yang berwenang.

"Terutama dari institusi pengadilan, yang memang memiliki kewenangan untuk menilai sebuah peristiwa, apakah sebuah peristiwa yang bisa dihukum, baik hukum administratif, maupun hukuman penjara," pungkasnya.***

 

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler