Bupati Ade Yasin Pastikan Aktivitas Kawin Kontrak di Kampung Arab Puncak Bukan Perempuan Asal Bogor

7 Agustus 2020, 09:58 WIB
Kawasan Puncak Bogor /dok

 

ISU BOGOR – Bupati Bogor Ade Yasin memastikan aktivitas kawin kontrak di Kampung Arab kawasan Puncak, Cisarua bukan perempuan asal Bogor. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun meminta pemerintah pusat agar pengiriman imigran ke Puncak dihentikan.  

Kampung Arab hanya sebuah istilah di masyarakat dan tidak resmi oleh pemerintah daerah. Nama asli kampung  yakni kampung Sampay atau Warung Kaleng. Kawasan Warungkaleng berada di desa tugu selatan dan tugu utara. Kawasan kampung mulai terisi sekitar tahun 80-an.

Seiring dengan bertambah jumlah wisatawan timur tengah ke kawasan Puncak terdengar istilah kawin kontrak antara laki-laki timur tengah dengan wanita lokal dan melakukan kawin kontrak atau nikah mut'ah dengan wanita setempat.

Baca Juga: Polisi Temukan Tindak Pidana Kasus Herbal Anticovid-19, Anji dan Hadi Pranoto Diperiksa Pekan Depan 

Kawin kontrak menjadi sangat terkenal. Dulu yang melakukan kawin kontrak adalah gadis-gadis setempat dengan alasan kebutuhan ekonomi. Namun saat ini yang melakukan kawin kontrak bukanlah gadis setempat melainkan wanita tuna susila dan yang menjajakan di kawasan Puncak.

Bupati Bogor Ade Yasin menyebut, wanita-wanita itu pelaku kawin kontrak tersebut bukan berasal dari Cisarua melainkan dari Cianjur, Sukabumi dan daerah lain.

Baca Juga: Undang Kerumunan, Dedie Imbau Warga Kota Bogor Tak Gelar Lomba 17-an 

"Kami kerap melakukan razia bersama Timpora (pemda, aparat dan Imiigrasi). Yang ditemukan saat ini, pelaku tuna susila berdomisili di Cianjur, Sukabumi, bahkan Jakarta dan luar Jawa Barat," kata Ade Yasin.

Berkenaan dengan para pencari suaka dan pengunjung saat ini jumlahnya terus bertambah. Pada 2018 terdata 1.672 orang, lalu melonjak pada 2020 menjadi 2.245 orang yang sebagian besar berasal Afganistan, Irak dan Pakistan.

"Kami selaku pemerintah di daerah mempertanyakan bagaimana pengendalian terhadap para pencari suaka yang dengan mudah masuk Indonesia dan jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya," jelas Ade Yasin dalam siaran persnya yang diterima Isu Bogor, Jumat 7 Agustus 2020. 

Baca Juga: Tingkatkan Akurasi Data, Pemkab Bogor Gelar Diseminasi Profil Gender 

Pengawasan terhadap imigran pada awalnya ditampung terpusat. Namun saat ini, kata Ade Yasin, dengan bermodal uang jaminan yang diberikan lembaga internasional, para imigran secara mandiri dengan cara mengontrak rumah sehingga sulit dalam aspek pendataan dan pengawasan. Komunikasi dengan imigran silit dalam faktor bahasa

"Pemda telah memberikan opsi kepada Internasional organisasi of immigration (IMO) terkait pemusatan imigran tidak lagi di Puncak melainkan di Parungpanjang, Kabupaten Bogor," terang. 

Karena bila keberadaan para imigran terus bertambah di kawasan Puncak. Ade menyebut, keberadaan itu juga menimbulkan stigma negatif terhadap kawasan Puncak sebagai kawasan strategi pariwisata nasional. 

Baca Juga: Epidemiolog UI Kaget Penyebaran Covid-19 di Kota Bogor Tertinggi dari Klaster Luar 

Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi maladministrasi pada penataan kawasan Kampung Arab di Puncak, Cisarua Kabupaten Bogor, yakni tindakan pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.

Hal ini berdasarkan investigasi atas prakarsa sendiri oleh Ombudsman yang menghasilkan temuan di antaranya tidak adanya data mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA), status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status dan administrasi anak hasil perkawinan campuran.***

Editor: Chris Dale

Tags

Terkini

Terpopuler