Fenomena Gerhana Bulan Penumbra Menurut Mitologi Jawa, Bayi Lahir Tak Sempurna hingga Bencana

28 November 2020, 15:23 WIB
Gerhana Bulan Penumbra akan terjadi tanggal 30 November 2020.*/ /BMKG

ISU BOGOR - Fenomena Gerhana Bulan Penumbra diprediksi terjadi pada 30 November 2020. Diprediksi akan dimulai sejak pukul 14:29:56 WIB hingga pukul 18:55:48 WIB selama empat jam 25 menit 52 detik.

Bahkan, pihak Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak Gerhana Bulan Penumbra akan terjadi pukul 16:42:49 WIB.

Sejak lama, masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa mempercayai fenomena Gerhana bulan itu, dikaitkan dengan risiko terjadinya kelainan terhadap bayi yang baru lahir.

Baca Juga: Fenomena Gerhana Penumbra Bakal Terjadi pada Akhir November 2020

Baca Juga: Niat, Tata Cara dan Hukum Salat Gerhana Bulan Penumbra yang Akan Muncul 30 November 2020

Baca Juga: Mitos Gerhana Penumbra Menurut Orang Jawa, Antara Fenomena dan Bencana

Bahkan, tak jarang dikaitkan dengan peristiwa bencana alam. Gerhana Bulan selalu terjadi saat Purnama.

Akan tetapi, tidak setiap purnama terjadi gerhana. Saat gerhana Bulan, Matahari, Bumi, dan Bulan segaris dengan Bumi berada di antara Matahari dan Bulan.

Posisi ketiga benda yang sejajar menyebabkan terbentuknya dua kerucut bayangan Bumi.

Bayangan pada kerucut terluar adalah area bayangan penumbra dimana Bumi mengahalangi sebagian cahaya Matahari untuk mencapai Bulan.

Ilustrasi gerhana bulan penumbra. caiostefamasca

Sedangkan kerucut yang ada di dalam kerucut penumbra adalah kerucut umbra dimana Bumi menghalangi seluruh cahaya Matahari untuk mencapai Bulan.

Fenomena gerhana matahari maupun bulan telah biasa dialami oleh umat manusia sejak zaman dahulu kala.

Sejalan dengan perkembangan intelektual dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, tanggapan terhadap terjadinya gerhana pun menjadi beragam.

Pada zaman dahulu, keterbatasan intelektual, ilmu pengetahuan dan sejalan dengan keyakinan primitif manusia.

Baca Juga: Fenomena Sungai Pink di India Indah Tapi Merusak, Berikut Penjelasan Ahli Biologi

Baca Juga: Viral Fenomena Awan Lenticular Mirip Semar Muncul di Tengah Siaga Merapi, Netizen: Mbah Maridjan

Baca Juga: Viral Fenomena Awan Lenticular di 7 Gunung di Jawa, Ada Tanda Bahaya di Balik Keindahannya

Setiap gejala atau fenomena alam kerap dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan supranatural, mitos-mitos dan keyakinan keagamaan.

Mitos-mitos yang muncul pada zaman dahulu, bahkan sebagian masih ada yang mempercayainya hingga sekarang ini.

Sehingga timbul ketakutan-ketakutan yang tak tak beralasan dan sulit dijelaskan oleh logika.

Ilustrasi Gerhana Bulan Penumbra. /adege

Ketakutan warga kian besar karena mitos terkait gerhana masih sangat diyakini masyarakat.

Baik di Jawa maupun di daerah-daerah lainnya di Indonesia dengan kisah atau keyakinan lokal yang tidak selalu sama.

Bagi perempuan yang sedang mengandung, sebagian orang Jawa meyakini gerhana dapat berakibat fatal.

Janin dikhawatirkan lahir tidak sempurna. Maka sang calon ibu bisa saja meninggal dunia.

Baca Juga: 2 Fenomena Alam di Gunung Merapi Terjadi Berurutan, Awan Lenticular dan Berpotensi Erupsi

Baca Juga: 3 Fenomena Alam yang Bakal Terjadi Sampai Akhir Oktober, Nomor Tiga Paling Menarik!

Baca Juga: LAPAN Sebut Fenomena Lintang Kemukus Merupakan Pantulan Cahaya dari Pembangkit Listrik

Apabila tidak diselamatkan dengan melakukan sejumlah ritual khusus yang diyakini masyarakat setempat sejak lama.

Sehingga, berdasarkan kepercayaan, wanita hamil harus diungsikan ke tempat yang dianggap aman, misalnya masuk ke kolong tempat tidur.

Tak jarang juga yang melakukan ritual sego rogoh atau tradisi liwetan, yaitu memasak nasi beserta lauknya kemudian disantap beramai-ramai.

Tradisi ini masih kerap diterapkan hingga kini di beberapa desa di Jawa.

Batara Kala atau Kala Rahu, muncul berbagai mitos dalam kepercayaan sebagian orang Jawa seputar gerhana matahari atau bulan.

Baca Juga: Heboh! 7 Gunung di Jawa Serentak Muncul Fenomena Awan Topi, Ada Apa? Ini Penjelasannya

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Menurut LAPAN Belum Bisa Dipastikan Nama Jenis Benda Luar Angkasa Tersebut

Baca Juga: Fenomena La Nina Segera Datang, BNPB Minta Masyarakat Waspadai Bencana Banjir dan Longsor

Jika terjadi gerhana, sebagian masyarakat harus segera pulang untuk menyelamatkan sumber penghidupannya di desa.

Sawah atau lahan pertanian, dalam kepercayaan orang Jawa zaman dulu, harus disirami air selama gerhana terjadi agar tidak rusak dan gagal panen.

Jika punya kebun yang menghasilkan bahan pangan, seperti pohon-pohon buah, harus dipukul-pukul batangnya supaya selamat dari terjangan murka Batara Kala.

Hewan-hewan ternak juga harus dijaga jangan sampai tertidur selama gerhana berlangsung dengan cara dicambuk-cambuk pelan dengan dahan pohon.

Ilustrasi fenomena astronomi gerhana bulan. Pexels.com/ Alex Andrews

Jika tidak, hewan-hewan yang merupakan aset kehidupan itu terancam mati setelah gerhana usai. Begitulah mitosnya.

Bahkan, ada satu kisah mitologi Jawa, setengah leher ke bawah Batara Kala berubah menjadi lesung (tempat menumbuk padi).

Maka dari itu, ketika terjadi gerhana, orang-orang beramai-ramai memukuli lesung hingga membuat kebisingan dengan berbagai cara.

Agar Kala memuntahkan matahari atau bulan yang dimakannya.

Tak hanya itu, apabila terjadi gerhana bulan, sebagian masyarakat di Jawa mempercayai risiko ancaman bencana.

Baca Juga: Fenomena Komet Lintang Kemukus di Belahan Dunia, Mitos Pertanda Perang Sampai Isu Kiamat

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Menurut Astrophile, Legenda Keris Majapahit dan Istilah 'Berambut Panjang'

Baca Juga: Heboh Fenomena Lintang Kemukus Juga Terjadi di Negara Ini dengan Sebutan Fireball, Ini kata LAPAN

Bencana akan terjadi jika tak dihalau sesegera mungkin. Hal yang biasa dilakukan ialah, bila sedang musim tanam.

Banyak masyarakat akan ke sawah atau ladang untuk membangunkan tanaman-tanaman tersebut agar tidak menjadi korban keganasan makhluk yang tengah memakan bulan.

Kemudian, bagi mereka yang berternak, maka akan segera ke tempat peternakan dan membangunkan hewan-hewan ternak tersebut, agar selamat dari kejahatan gerhana.

Serta masih banyak hal yang dilakukan masyarakat ketika terjadi gerhana bulan ini.

Sebelumnya, Kepala LAPAN Thomas Djamaludin menyebutkan fenomena Gerhana Bulan Penumbra sempat terjadi pada Sabtu 11 Januari 2020.

Gerhana kali ini tidak hanya akan membuat bulan tertutup bayangan penumbra bumi, tapi juga terdapat kemungkinan pasang air laut yang dapat menyebabkan banjir rob.

Ilustrasi Banjir Rob. PIXABAY/Hans

"Pasang maksimum biasa terjadi kurang lebih 2 hari dari saat purnama atau gerhana."

"Jadi berpotensi terjadi banjir rob di pantai," Kejadiannya dua kali sehari, pagi dan petang," katanya seperti dikutip Antara di Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Menurutnya, pasang surut air laut disebabkan oleh pengaruh gravitasi matahari dan bulan.

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Muncul di Langit Jawa, Antara Mitos dan Tetengger Pagebluk

Baca Juga: Fenomena Komet Lintang Kemukus di Belahan Dunia, Mitos Pertanda Perang Sampai Isu Kiamat

Baca Juga: Ini Penyebab Banjir Bandang di Bogor dan Sukabumi, BMKG: Fenomena Rossby

Gravitasi bulan bisa menyebabkan pasang laut purnama ketika Bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus yang membuat pasang, baik naik yang tinggi dan surut yang rendah.

"Kejadian itu terjadi ketika terjadi bulan baru dan bulan purnama," ungkpanya.

Sekadar diketahui, Gerhana Bulan Penumbra yang terjadi pada 11 Januari 2020 sempat mempengaruhi pasang air laut.

Bahkan, BMKG sempat memprakirakan kondisi pasang naik air laut maksimum di Teluk Jakarta terjadi pada 9-12 Januari 2020 lalu.***

 

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler