Bogor Rawan Bencana, Pemkab Akan Tertibkan Alih Fungsi Lahan di Kawasan Wisata

- 23 September 2020, 21:00 WIB
KAWASAN Puncak Bogor.*/
KAWASAN Puncak Bogor.*/ /

ISU BOGOR - Pemkab Bogor berencana menertibkan sejumlah bangunan di kawasan wisata, khususnya di kawasan konservasi menyusul maraknya alih fungsi lahan. Hal tersebut diungkapkan Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan merespon penyebab bencana yang terjadi belakangan ini.

“Iya banyaknya bencana kemarin diduga akibat maraknya alih fungsi lahan dari konservasi ke wisata dan industri. Maka dari itu saya minta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Satpol PP untuk kembali melakukan operasi dan evaluasi terhadap bangunan yang berdiri di tebingan,” kata Iwan, Rabu 23 September 2020.

Ia menuturkan, bangunan yang berdiri area konservasi itu diduga tak ramah lingkungan yang saat hujan turun terjadi longsor. Iwan juga menduga banyak pengusaha yang mengeksploitasi alam hanya untuk memanfaatkan keindahannya, tanpa memikirkan dampak negatif.

Baca Juga: Bogor Kembali Diguyur Hujan Es Sebesar Kepala Jari, Ini Penjelasan Ilmiahnya

“Makanya, ini harus dievaluasi oleh bidang tata ruang dinas pupr dan satpol pp untuk memeriksanya. Karena tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga membahayakan wisatawan. Karena banyak bangunan yang tidak berizin juga,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, Budi Pranowo menyebutkan, akibat curah hujan tinggi pada Senin 21 September 2020, di wilayahnya tercatat ada 39 bencana yang tersebar di seluruh kecamatan.

“Berdasarkan hasil assestment di lapangan hingga pukul 11.30 WIB  ini. Hujan lebat yang terjadi kemarin mengakibatkan  39 bencana tersebar di 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor," ungkap Budi.

Baca Juga: Cuaca Ekstrem, Kota Bogor Diguyur Hujan Es Sebesar Kepala Jari

Menurutnya jika dikategorikan, ada tiga jenis bencana atau peristiwa yang terjadi pada Senin 21 September 2020 petang, pertama yaitu longsor ada 21 kejadian, banjir 9 kejadian dan angin kencang 7 kejadian. 

“39 bencana itu terjadi di 31 desa yang tersebar di 12 kecamatan. Namun yang paling parah adalah kejadian banjir yang diakibatkan luapan sungai Cianten di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan,” katanya.

Banjir akibat melupnya sungai Cianten itu menghancurkan sebuah jembatan dan sejumlah tambak ikan milik warga. Sedangkan untuk bencana longsor paling paraha terjadi di Desa Pancawati, Kecamatan Caringin. 

Baca Juga: Percepat Pengendalian Banjir Jakarta, Anies Minta Jajarannya Segera Bangun Sistem Deteksi Dini

Kejadian longsor di Pancawati, Caringin itu, selain sempat menutup akses jalan, juga sempat menyeret sejumlah pejalan kaki. “Alhamdulillah dari semua kejadian itu, tak ada korban jiwa. Hanya beberapa kejadian saja yang membuat rumah, jalan, dan jembatan mengalami kerusakan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Citeko, Bogor, Asep Firman Ilahi  mencatat intensitas hujan yang terjadi kawasan Puncak (Megamendung, Cisarua dan Ciawi) pada Senin petang 21 September 2020 petang masuk dalam kategori ekstrem. 

“Iya jadi fenomena curah hujan kemarin dikarenakan curah hujan ekstrim yang melebihi (bata normal) atau masuk dalam kategori lebih dari 100 mm perhari," ujar Asep.

Baca Juga: Sempat Siaga 1 Banjir Jakarta, Bendung Katulampa Selasa Pagi Normal

Lebih lanjut, ia menyebutkan, berdasarkan pengukuran dan pencatatan yang dilakukan pihak BMKG, saat kawasan Puncak diguyur hujan lebat, tepatnya sekitar pukul 15.30 WIB, curah hujannya mencapai 110 mm dan 95 mm dari pengukuran Pos Polusi Udara Cibeureum, Cisarua.

“Tentunya ini kita catat sebagai curah hujan pertama paling ekstrim sepanjang kemarau tahun ini. Maka dari itu, kita himbau kepada masyarakat agar tetap waspada karena potensi terjadinya curah hujan ekstrim di kawasan hulu Sungai Ciliwung bisa kembali terjadi,” ungkapnya.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x