Ini Penjelasan Pakar Soal Cabai Merah Besar Bisa Lebih Mahal dari Cabai Keriting

12 Agustus 2020, 18:30 WIB
ILUSTRASI cabai.* /PIXABAY/

ISU BOGOR - Rempah-rempahan yang sudah menjadi kebutuhan pokok di Indonesia, semisal cabai harganya selalu fluktuatif atau tidak stabil.

Dampaknya, tidak sedikit masyarakat yang mengeluh, baik di kalangan rumah tangga, pebisnis kuliner hingga industri saos dan sebagainya.

Pakar cabai, Prof. Dr. Muhammad Syukur, dosen IPB University dari Fakultas Pertanian yang terkenal dengan inovasi cabai pelangi menyampaikan fenomena pergeseran harga cabai merah akibat perubahan kondisi permintaan dan penawaran.

Baca Juga: Kian Meroket! Kasus Positif Covid-19 di Bogor Raya Nyaris Tembus 1000 orang

Cabai 60-67 persen dikonsumsi dalam keadaan segar. Jadi harga sangat ditentukan ketersediaan produk di level petani, karena permintaan relatif konstan. Jika produksi di tingkat petani kurang dari permintaan maka dipastikan harga akan naik.

Beberapa waktu terakhir ini, di beberapa daerah, harga di tingkat petani di bawah harga keekonomian karena suplai sedang cukup banyak sedangkan permintaan tetap, ditambah distribusi yang sulit, terutama ke luar pulau Jawa. Perlu diketahui bahwa 50 persen produksi cabai ada di Jawa.

Saat ini ada fenomena harga cabai yang bergeser (dulunya cabai keriting merah mahal, tapi sekarang cabai merah besar yang lebih mahal). Ini karena pada umumnya harga cabai keriting lebih mahal dibandingkan dengan cabai besar karena produktivitasnya lebih rendah.

Baca Juga: Bima Arya Sebut 27 Pegawai Puskesmas di Bogor yang Positif Covid-19 Itu dari Klaster Rumah Tangga

Namun pada bulan-bulan tertentu, harga cabai besar bisa lebih mahal dibandingkan cabai keriting, karena selain digunakan untuk konsumsi segar, cabai merah besar juga digunakan untuk industri saos.

“Jadi jika produksi sama-sama turun maka bisa dipastikan harga cabai besar lebih tinggi dibandingkan cabai keriting,” jelasnya.

Lebih lanjut Prof Syukur menyampaikan kunci utama menekan fluktuasi harga cabai adalah dengan manajemen produksi. Bagaimana mengatur agar permintaan dan penawaran seimbang di setiap bulan di setiap provinsi.

Baca Juga: Waspada! 4 Puskesmas di Bogor yang Pegawainya Terpapar Covid-19 Masih Layani Masyarakat, Mana Saja

“Permintaan cabai relatif tetap setiap bulannya. Berarti tinggal mengatur produksi baik waktu maupun lokasi. Waktu tanam dan waktu panen harus dihitung dengan cermat, sesuai dengan permintaan, dan tentu sesuai dengan agroklimat.

"Jika musim hujan maka jumlah yang ditanam harus lebih banyak karena biasanya produktivitas akan turun hingga 30 persen. Selain itu, sebaran lokasi penanaman juga harus diperhatikan. Lokasi penanaman di luar Jawa harus diperluas agar tidak terkonsentrasi di Jawa saja,” pungkasnya.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler