Terancam Terbunuh, Pendemo Antikudeta Militer Myanmar Tidak Akan Mundur, Ini Janji Mereka

3 Juni 2021, 23:56 WIB
Tangkapan layar Foto Demo antikudeta militer Myanmar, Kamis, 3 Juni 2021 /Chris Dale/Stringer

ISU BOGOR - Para pendemo antikudeta yang dilakukan militer Myanmar terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi mengaku tidak akan mundur meskipun terancam terbunuh.

Ratusan pendemo tetap memilih berjuang untuk melawan junta militer yang dianggap merebut kekuasaan dari Aung San Suu Kyi.

Meskipun kudeta militer Myanmar yang telah berlangsung sejak Senin, 1 Februri 2021 tercatat menewaskan ratusan pendemo dengan mengenaskan.

 

Baca Juga: Huru-Hara Kudeta Mengganas, Isu kemanusiaan Mendesak, Junta Militer Myanmar Enggan Menolak Enggan Mengiyakan

Baca Juga: SIM C Dibagi 3 Golongan? Jika Peraturan Ini Tidak Diubah Harganya Bisa Sama Saja

Baca Juga: China Kirim 16 Pesawat Tempur di Laut China Selatan untuk Menguji Pertahanan Udara Malaysia

Setelah berhasil menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta dan menangkap dia dan anggota senior partainya.

Dikutip dari Reuters, sekitar 400 pendukung pro-demokrasi alias antikudeta malah tetap turun ke jalan-jalan di pusat kota Yangon pada hari Kamis, 3 Juni 2021, untuk menggelar salah satu demonstrasi terbesar baru-baru ini.

Demo terus berlangsung sebagai upaya menentang kekuasaan militer di pusat komersial dan kota terbesar Myanmar.

Kerja keras junta militer yang berusaha menertibkan pendemo meskipun dengan kekerasan pun terus dilakukan untuk meyakinkan kekuasaannya.

Namun risiko terbunuh dalam aksi demo tidak digubris ratusan orang yang terlanjur turun ke jalan.

Aksi demo antikudeta militer Myanmar, Kamis, 3 Juni 2021. Stringer

Baca Juga: China Tegas Larang Ultra Marathon Usai Bencana Olahraga Gunung yang Menewaskan 21 Pelari

Baca Juga: Program Kuliah Beasiswa Gratis Tanpa Biaya

Mereka berjanji tidak akan membiarkan junta militer memerintah Myanmar.

"Kami berkumpul di protes hari ini untuk menunjukkan bahwa kami tidak akan membiarkan mereka memerintah kami," Zayar Lwin, seorang aktivis dan mantan tahanan politik yang menghadiri rapat umum itu, mengatakan kepada Reuters.

Walaupun pendemo di perkotaan harus lebih gesit untuk menghindari aparat keamanan.

Sebab, seringkali menggunakan flash mob yang cepat membubarkan massa, setelah unjuk rasa besar-besaran di bulan-bulan pertama.

Tak tanggung, aparat keamanan, termasuk tentara atau polisi sering kali menembakkan peluru tajam.

Baca Juga: Moncer Tunggangi Inter Milan, Tottenham Tertarik Datangkan Conte

Zayar Lwin berjanji bahwa protes terhadap kudeta akan berlanjut. Meskipun dia mengaku sekarang lebih sulit untuk mengorganisir rekan-rekan pendemo karena kehadiran keamanan yang ketat di Yangon.

"Risiko minimumnya adalah kami bisa ditangkap dan bahaya terbesarnya adalah dibunuh," kata aktivis itu, yang mengatakan hanya dua orang yang ditangkap dalam unjuk rasa hari Kamis yang berlangsung sekitar lima menit itu.

Menurut kelompok aktivis, Pasukan keamanan telah menewaskan 842 orang sejak kudeta. Sementara Junta menyebuut bulan lalu jumlah korban mendekati 300, termasuk 47 polisi.

Sepanjang jalannya penentangan kudeta militer Myanmar, bukan hanya daerah perkotaan, kerusuhan telah memakan banyak korban di pedesaan.

Baca Juga: Warga Tertua 111 Tahun Doakan di Hari Jadi Bogor ke-539 Lebih Makmur

Akibat bentrokan antara militer Myanmar yang diperlengkapi senjata dengan baik berhadapan dengan tentara etnis minoritas atau Pasukan Pertahanan Rakyat yang baru dibentuk untuk ikut menentang kudeta.

Hasilnya, telah membuat puluhan ribu orang warga sipil mengungsi menghindari bentrokan.***

Editor: Chris Dale

Tags

Terkini

Terpopuler