Para Ahli: Vaksin China Masih Efektif Melawan COVID-19 Varian Lambda

- 10 Agustus 2021, 20:56 WIB
ilustrasi Varian Lambda Telah Ditemukan di 29 Negara, Simak dan Waspada
ilustrasi Varian Lambda Telah Ditemukan di 29 Negara, Simak dan Waspada /PIRO4D/pixabay

ISU BOGOR - Sejumlah ahli di China mencatat bahwa vaksin COVID-19 buatan China masih efektif melawan varian Lambda yang terdeteksi di Jepang.

Sehingga China sendiri merasa tidak perlu khawatir dengan adanya varian lambda di tengah perang melawan wabah sporadis terbaru yang disebabkan oleh varian Delta.

Para ahli menekankan langkah-langkah fisik untuk mencegah kasus impor dari virus yang bermutasi dengan cepat, seperti varian lambda dan delta ini.

Baca Juga: Vaksin Hanya Efektif Bagi Orang yang Belum Pernah Terpapar COVID-19, Begini Faktanya

Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka telah mengidentifikasi varian Lambda dari virus COVID-19 di negara itu untuk pertama kalinya.

Lambda, pertama kali diidentifikasi di Peru pada Agustus 2020, telah menyebar di Amerika Selatan.

Dibandingkan dengan strain konvensional, varian Lambda mungkin lebih menular dan mungkin memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap vaksin.

Baca Juga: Bima Arya Disuntik Vaksin Corona Dosis Kedua: Tetap Jaga Prokes

Tetapi The Japan Times melaporkan pihak Institut Penyakit Menular Nasional Jepang masih belum mengetahui secara rinci.

Pengurutan genom juga telah mengidentifikasi setidaknya 1.060 kasus yang disebabkan oleh varian Lambda di AS sejauh.

Pakar AS mencatat bahwa sementara jumlah itu jauh dari lonjakan kasus yang disebabkan oleh varian Delta, yang mewakili sekitar 83 persen kasus baru di AS, mereka mengawasi varian Lambda dengan cermat.

Baca Juga: PPKM Level 4, Ade Yasin Klaim Angka Kasus Covid-19 Kabupaten Bogor Turun 40 Persen

Identifikasi varian Lambda di Jepang telah menimbulkan kekhawatiran publik di China, sementara varian Delta menyapu negara itu dengan 94 kasus baru domestik dan 31 kasus impor ditemukan pada hari Minggu.

Penduduk Cina khawatir bahwa varian Lambda akan membatalkan vaksin yang ada, dan virus yang bermutasi dengan cepat akan menyeret negara itu ke dalam wabah tanpa akhir sehingga orang tidak dapat lagi kembali ke kehidupan normal.

Di tengah kekhawatiran publik, seorang ahli yang berbasis di Beijing mengatakan kepada Global Times bahwa ia berpikir bahwa, dalam jangka pendek, varian Lambda tidak akan mendominasi Jepang atau beberapa negara lainnya.

Baca Juga: Cara Pendaftaran Vaksin Covid-19 di PeduliLindungi.id Mudah, Bisa dengan HP atau Laptop dari Rumah

Alasannya saat ini sedang musim panas, sehingga ketika suhu tidak cocok untuk transmisi Lambda yang pertama kali ditemukan di belahan bumi selatan itu.

Namun belum bisa dipastikan apakah akan menggantikan Delta sebagai varian dominan di musim dingin mendatang. 

Pakar menegaskan kembali pentingnya mengikuti langkah-langkah anti-epidemi yang ketat, memakai masker dan menjaga jarak sosial untuk mencegah virus.

Zhuang Shilihe, pakar lain yang berbasis di Guangzhou, mengambil langkah lebih jauh untuk meredakan kekhawatiran publik.

Ia mengatakan varian Lambda saat ini hanya beredar di Amerika Selatan, dan hanya terbatas di wilayah lain di seluruh dunia.

Dan bahkan di Amerika Selatan, persentase kasus baru yang disebabkan oleh varian Lambda semakin menurun.

Dia juga mencatat bahwa studi terbaru di negara-negara Amerika Selatan seperti Peru dan Chili telah menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh produsen China masih efektif terhadap varian baru.

Menurut GISAID, persentase mingguan kasus baru yang disebabkan oleh varian Lambda di Amerika Selatan menurun dari 7,52 persen pada 21 Juni menjadi 4,9 persen pada 8 Agustus.

Studi yang dilakukan di Peru menunjukkan bahwa vaksin Sinopharm setidaknya 90 persen efektif dalam mencegah kematian pada pasien COVID-19, lapor China Central Television pada 17 Juli.

Sementara itu, mengutip otoritas kesehatan Chili, Reuters melaporkan pada 4 Agustus bahwa vaksin COVID-19 Sinovac adalah 58,5 persen efektif dalam mencegah penyakit simtomatik di antara jutaan orang Chili yang menerimanya antara Februari dan Juli.***

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: Global Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x