Niat dan Doa Puasa Wajib di Bulan Ramadhan 2021, Latin, Arab, Arti dan Keutamaannya

- 12 April 2021, 14:11 WIB
Ilustrasi puasa Ramadhan
Ilustrasi puasa Ramadhan / Pexels/Chattrapal (Shitij) Singh

ISU BOGOR - Berikut niat dan doa puasa wajib di Bulan Ramadhan 2021, lengkap dengan bahasa latin, arab, arti dan keutamaannya.

Niat puasa wajib di dalam hati pada malam hari seperti puasa Ramadhan, puasa nazar, dan qadha.

Puasa wajib merupakan kewajiban yang menentukan keabsahan puasa seseorang menurut Mazhab Syafi’i.

Baca Juga: Jadwal Sahur dan Imsak Puasa Ramadhan 2021, Lengkap dengan Jadwal Salat, untuk Jakarta dan Sekitarnya

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah: Pengusaha Wajib Bayar THR Secara Penuh dan Tepat Waktu

Berikut beberapa lafal niat puasa yang dapat dibaca oleh mereka yang terkena kewajiban puasa Ramadhan.

1. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā

Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”

Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya.

Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.

Baca Juga: Link Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Ramadhan 2021

2. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā

Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”

Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya.

Baca Juga: LINK Live Streaming Sidang Isbat Penentuan Awal Puasa Ramadhan Mulai Sore Nanti, 12 April 2021

3. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā

Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”

Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya.

Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal kata "hādzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".

Baca Juga: MUI: Vaksinasi di Bulan Puasa Itu Boleh dan Tidak Ada Masalah

4. نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ

Nawaitu shauma Ramadhāna

Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan.”

5. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ

Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna

Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan.”

6. نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ

Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna

Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.”

Perbedaan redaksi pelafalan ini tidak mengubah substansi lafal niat puasa Ramadhan.

Redaksi (1) dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu.

Redaksi (2) dan (6) dinukil dari Kitab Asnal Mathalib.

Redaksi (3) dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam.

Sedangkan redaksi (4) dan (5) diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin.

Adapun keutaman dari puasa Ramadhan sebagaimana dilansir laman resmi NU.or.id dijelaskan menurut Syekh Al-Masyath, bahwa ibadah puasa lebih unggul dibanding ibadah lainnya dengan beberapa argumen sebagai berikut:

Pertama, puasa adalah ibadah yang tidak terlihat secara gerakan, berbeda dengan ibadah pada umumnya.

Jika shalat, zakat ataupun haji, maka ibadah yang dilakukan pasti terlihat orang; saat kita melakukan shalat, gerakan shalat kita memperlihatkan kita sedang shalat.

Saat sedang menunaikan zakat, orang lain melihat kita melakukan zakat. Begitupula saat haji, orang lain melihat bagaimana kita melakukan ibadah tersebut. Lain halnya dengan berpuasa.

Ketika seseorang berpuasa, tidak ada gerakan yang menunjukan kita sedang berpuasa.

Contoh sederhananya, saat melihat dua orang berdampingan duduk, mereka tidak minum atau makan. Satu sedang berpuasa dan yang satu tidak.

Hal teresebut tidak bisa ditebak siapa yang puasa dan tidak? Sulit, bukan? Karena ibadah puasa tidak terihat secara eksplisit oleh orang lain, maka sulit untuk terjerumus dalam sifat pamer ibadah (riya).

Jika pun sengaja pamer puasa, hanya mampu diungkapkan dalam kata-kata saja. “Saya sedang puasa. loh,” dengan tujuan pamer, misalkan.

Tidak bisa diungkapkan dalam sebuah gerakan. Berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya.

Kedua, puasa adalah ibadah yang mampu mengekang syahwat dengan sebab meninggalkan makan dan minum. Sementara syahwat adalah pintu utama bagi syaitan.

Hal ini menjadikan puasa memiliki nilai lebih dibanding ibadah umumnya.

Ketiga, hanya Allah yang mengetahui bobot pahala ibadah puasa. Berbeda dengan ibadah lainnya, pahalanya sudah diberitahukan penggandaan 10 sampai 700 kali lipat, sampai yang Allah kehendaki.

Keempat, balasan orang yang berpuasa adalah berjumpa dan berbincang langsung dengan Allah swt di akhirat kelak, tanpa ada penghalang apapun.

Sementara ibadah selain puasa, pahalanya adalah surga. Tentu, berjumpa dengan Allah swt adalah nikmat paling agung, lebih agung daripada nikmat mendapat surga dan seisinya.

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: NU


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x