Mengenal Nicko Pandawa, Sosok di Balik Film Dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara

- 20 Agustus 2020, 15:47 WIB
Tangkapan layar cuplikan wawancara Nicko Pandawa penggarap film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara di akun Youtube Ngaji Cerdas 11 Agustus 2020
Tangkapan layar cuplikan wawancara Nicko Pandawa penggarap film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara di akun Youtube Ngaji Cerdas 11 Agustus 2020 /

ISU BOGOR - Akhir-akhir ini, publik dibuat geger dengan Film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Selain penayangannya bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1442 Hijriah, Kamis 20 Agustus 2020, kata Khilafah yang dijadikan judul dari film itu pulalah yang membuatnya fenomenal.

Pasalnya, kata Khilafah menjadi momok di negeri ini, terlebih sejak Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selaku organisasi pengusung ideologi tersebut dilarang pemerintah. Lalu siapa dan apa motivasi dari si pembuat film JKDN, berikut kutipan wawancara Nicko Pandawa, penggarap film dokumenter yang diangkat dari tugas akhir kuliahnya di Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakulas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Seperti dikutip IsuBogor.com dari kanal akun akun Youtube Ngaji Cerdas dengan judul "Menguak Jejak Khilafah di Nusantara Membongkar Sejarah Tersembunyi di Semenangjung Nusantara" yang diunggah pada 11 Agustus 2020. Berikut ulasannya:

Baca Juga: Film JKDN Sempat Diduga Diblokir, Twitter dan Youtube Paling Grandung Soal Khilafah

Nicko bertutur saat itu ia sedang meneliti sejarah relasi antara Khilafah dengan wilayah Asia Tenggara, khususnya nusantara. Ia menyebutkan, penelitian ini untuk sebagai tugas akhir di kampusnya.

"Saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ngambil jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora, disitu saya ngambil tema penelitian tentang Pasang Surut Pan Islamisme Khilafah Utsmaniyah di Hindia Belanda 1882-1928," paparnya.

Disitu ia mengkaji sejarah relasi Khilafah Utsmaniyah di Turki dengan Hindia Belanda atau Nusantara tepatnya pada masa Sultan Abdul Hamid ke-2 sampai Khilafah itu sendiri runtuh. "Saya menuangkan hasil penelitiannya itu hampir 500 halaman," katanya seraya tersenyum sambil menunjukan perkiraan setebal buku yang ada dihadapannya.

Baca Juga: 7 Fakta Menarik Film Jejak Khilafah di Nusantara yang Tayang 1 Muharam 20 Agustus 2020

Alasan ia tertarik meneliti sejarah Islam di Nusantara dengan pusat kekuasaan Islam yang ada di Timur Tengah. Jika melihat narasi yang ada di sekolah Islam selama ini, SD sampai SMA bahkan kuliah. "Itu kita selalu disuguhi narasi sejarah kebangsaan, padahal Islam itu tidak disekat-sekat satu kebangsaan saja, tapi Islam itu menaungi bermacam-macam suku dan bangsa," katanya.

Ia menyebutkan, sebenarnya karena ikatan Islam itu mereka saling terhubung, karena kurikulum di Indonesia selama ini mengedepankan kebangsaan negeri sendiri hingga akhirnya tertutup relasi-relasi antara kaum muslimin di Nusantara dengan Muslimin di luar nusantara.

Sehingga itu memunculkan pemikiran bahwa Islam di Indonesia, itu Islam tersendiri, terpisah dengan pusatnya, seolah ini punya corak Islam yang berbeda dengan Islam diluar nusantara.

Baca Juga: Riuh, Film Jejak Khilafah di Nusantara Akan Ditayangkan 1 Muharam 1442 H, Kamis 20 Agustus 2020

"Akhirnya ada klaim bahwa Islam kita ini unik dan berbeda dengan yang lain. Inikan punya tendensi untuk memecah, kalau saya lihat. Padahal Islam itu agama yang menyatukan berbagai macam bangsa, tatkala umat-umat manusia yang ada dibelahan bumi, memeluk Islam maka mereka menjadi satu umat, itu sebetulnya yang ingin saya gali dari situ," katanya.

Namun, ia mengakui, dalam melakukan penelitian tersebut hanya mengandalkan studi pustaka. "Saya berkeliling ke perpustakaan-perpustakaan, perpustakaan nasional yang ada di Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Salemba, disitu ada koran-koran kuno, kemudian perpustakaan kedutaan Belanda di Kuningan, saya mengerti sedikit-sedikit bahasa Belanda karena di jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN itu diajarkan bahasa Belanda" katanya.

Sebab, kata dia, mau tidak mau jika memang hendak mempelajari sejarah Indonesia, harus belajar bahasa Belanda, karena banyak fakta-fakta sejarah yang ditemukan para sejarahwan Belanda yang dulu menjajah Indonesia. "Tapi bukan berarti menjadikan satu-satunya referensi penelitian ini dari Belanda, nggak, tapi hanya sebagai pembanding," jelasnya.***

Editor: Iyud Walhadi

Sumber: YouTube Sobat Dosen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x