Mengenal Tarekat Shiddiqiyyah yang Dianut Kiai Muchtar Ayah Mas Bechi

- 8 Juli 2022, 09:49 WIB
Tangkapan layar video negosiasi alot perwira polisi dari Polda Jatim dengan KH Muhammad Mukhtar Mukthi, pengasuh Ponpes Siddiqiyyah untuk menyerahkan anaknya, DPO pencabulan. /Instagram @ jombangmbois
Tangkapan layar video negosiasi alot perwira polisi dari Polda Jatim dengan KH Muhammad Mukhtar Mukthi, pengasuh Ponpes Siddiqiyyah untuk menyerahkan anaknya, DPO pencabulan. /Instagram @ jombangmbois /
ISU BOGOR - Istilah Tarekat Shiddiqiyyah banyak dicari dan diperbincangkan setelah sikap Kiai Haji (KH) Muhammad Muchtar bin Abdul Mu'thi dianggap menghalangi polisi yang hendak menangkap putranya, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) atau Mas Bechi karena diduga melakukan pencabulan terhadap santriwati.

Sekadar diketahui, tarekat merupakan istilah yang merujuk kepada aliran-aliran dalam dunia tasawuf atau sufisme Islam. Adapun, Shiddiqiyyah berasal dari julukan yang diberikan Rasulullah SAW kepada sahabat Abu Bakar yaitu Ash-Shiddiq.

Dikutip dari berbagai sumber, tarekat Shiddiqiyyah adalah salah satu dari sekian banyak tarekat yang berkembang di seluruh dunia. Kabarnya, tarekat ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, meskipun pada masa itu belum menggunakan nama Tarekat Shiddiqiyyah.

Menurut Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul 'Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Tarekat Shiddiqiyyah' disebutkan guru Tarekat Shiddiqiyah di Indonesia adalah Kiai Muchtar.

Baca Juga: MSAT Putra Kiai Ponpes Shiddiqiyyah Ploso Dijebloskan ke Penjara Rutan Medaeng, Ini Kata Polisi

Kiai Muchtar dalam buku tersebut menjelaskan nama tarekat ini berasal dari gelar yang diberikan Rasulullah SAW kepada sahabat Abu Bakar, yaitu Ash-Shiddiq, ketika Rasul menceritakan pengalamannya seusai melaksanakan perjalanan Isra dan Mikraj kepada penduduk Makkah, kala itu.

Di saat kafir Quraisy mendustakan peristiwa Isra dan Mikraj, hanya Abu Bakar yang pertama kali memercayai kejadian yang dialami Rasul SAW itu.

Rasulullah bersabda, "Semasa aku diisrakan, aku hendak keluar untuk menyampaikan berita itu kepada kaum Quraisy, kemudian aku ceritakan kepada mereka dan mereka mendustakannya. Sementara yang membenarkan peristiwa itu adalah Abu Bakar. Maka, pada hari itu ia kuberi gelar Ash-Shiddiq."

Maka dari itu, banyak yang meyakini bahwa ajaran tarekat ini diturunkan langsung dari Nabi Muhammad SAW melalui sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Meski demikian, tidak ada sumber sejarah yang menyebutkan kapan tepatnya Abu Bakar menerima ijazah tarekat ini.

Baca Juga: Cegah Tawuran Perang Sarung, Ade Yasin: Saya Imbau Pondok Pesantren dan DKM di Bogor Aktif

"Meski diyakini berasal langsung dari Nabi Muhammad SAW, namun keberadaan Tarekat Shiddiqiyyah sekarang ini di luar Indonesia sudah punah," tulis Martin van Bruinessen.

Sehingga, dalam bukunya Martin van Bruinessen menyebut Tarekat Shiddiqiyah merupakan tarekat lokal, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan tarekat ini.

“Dan saat ini, satu-satunya tempat berkembangnya ajaran Tarekat Shiddiqiyyah hanyalah di Indonesia yang berpusat di wilayah utara Jombang, Jawa Timur,” tambah Martin van Bruinessen.

Pandangan lain disampaikan peneliti Zamakhsyari Dhofier dalam tulisannya yang berjudul The Pesantren: The Role of the Kyai in the Maintenance of Traditional Islam in Java.

Baca Juga: Gas Bumi Menyembur di Pondok Pesantren Al-Ihsan, Riski: Kemungkinan Berbahaya dan Beracun

Zamakhsyari Dhofier dalam tulisannya itu menyebutkan asal-usul tarekat Shiddiyyah ini tidak jelas.

Menurut Zamakhsyari Dhofier, Tarekat Shiddiqiyyah muncul untuk pertama kalinya pada 1958 di sebuah desa bernama Losari yang berada di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Zamakhsyari Dhofier juga menegaskan bahwa tarekat Shiddiqiyyah yang dianut dan diajarkan Kiai Muchtar kepada pengikutnya tidak ada di negara lain.

Ia juga menjelaskan kekurangan penelitian tentang tarekat Shiddiqiyyah disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari tidak diklasifikasikan sebagai mu'tabarah dan tidak terlibat dalam jaringan budaya Nahdlatul Ulama (NU) yang ada di Jombang.

Baca Juga: Din Syamsuddin Dikabarkan Menikah di Pondok Pesantren Gontor, Ma'mun Murod: Semoga Samara Bang

"Maka dari itu orang mungkin menganggapnya tidak penting. Kemudian tarekat ini terkesan sangat eksklusif (tertutup). Kesan eksklusivitas itu diakui oleh banyak orang di Jombang," jelasnya.

Kaitan dengan Sembilan Ulama

Namun, sejumlah sumber sejarah menyebutkan masuknya tarekat Shiddiqiyyah ke nusantara dibawa oleh sembilan ulama Shiddiqiyyah dari negeri Irbil (Irak sekarang). Para ulama ini berlabuh pertama kali di wilayah Cirebon, Jawa Barat, kemudian menyebar ke seluruh Pulau Jawa.

Satu di antara sembilan orang ulama tersebut adalah seorang wanita bernama Syarifah Baghdadi. Makamnya hingga kini masih bisa ditemui di Cirebon. Sementara sebagian besar dari sembilan ulama itu wafat dan dimakamkan di Pandeglang, Banten.

Mereka, antara lain Maulana Aliyuddin, Maulana Malik Isroil, Maulana Isamuddin, dan Maulana Ali Akbar. Sedangkan Maulana Jumadil Kubro, menjadi satu-satunya di antara sembilan orang ulama ini yang wafat di Jawa Timur dan dimakamkan di Troloyo, Mojokerto.

Baca Juga: Kasus Positif Corona di Bogor Capai 2.136 Orang, Ridwan Kamil Soroti Penularan di Pondok Pesantren

Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah saat ini adalah Syekh Muhammad Muchtar bin Abdul Mu'thi Muchtarullah Al-Mujtaba. Ia mulai mengajarkan Tarekat Shiddiqiyyah sejak 1954, setelah memperoleh izin dan perintah dari mursyidnya, Syekh Ahmad Syuaib Jamali Al-Banteni, yang pergi ke luar negeri.

Mengenai sosok mursyid Tarekat Shiddiqiyyah ini, Dhofier menggambarkannya sebagai orang yang bisa menyembuhkan penyakit tertentu. Selain itu, menurut dia, sosok Syekh Muchtar juga dianggap kontroversial dalam kaitannya dengan shalat Jumat.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah