Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah.or. id yang dikutip Isu Bogor, Jumat 1 April 2022, dijelaskan jika Kemenag telah mengubah kriteria awal bulan, maka tahun ini akan semakin besar potensi terjadinya perbedaan.
Namun seperti lazimnya selama ini, putusan Kemenag baru akan diputuskan sesaat setelah pelaksanaan rukyat tanggal 29 Sya’ban 1443 atau hari ini, Jumat 1 April 2022, dengan menunggu laporan dari sejumlah titik dan jejaring rukyat yang telah ditetapkan.
“Muhammadiyah sendiri telah menetapkan awal Ramadan 1443 H jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022. Karena itu perbedaan dan persamaan memulai awal Ramadan 1443 H keduanya masih memungkinkan dan menarik ditunggu,” ujar Arwin.
Perbedaan penentuan awal bulan, kata Arwin, sesungguhnya bisa dilihat dalam empat hal, di antaranya yang pertama, ini merupakan perintah dan persoalan agama (fikih) yaitu terkait puasa dan hari raya.
Baca Juga: Muhammadiyah Dukung Kebijakan Larangan Mudik 2021, Dadang: Silahkan Silaturahmi Secara Online
Menurutnya, setiap Muslim ‘bebas’ berijtihad menjalankan perintah agama dan menafsirkan cara melaksanakannya, dalam hal ini apakah dengan rukyat, dengan hisab, dengan imkan rukyat, dengan kalender Islam global, atau cara dan metode lainnya.
Kedua, penentuan awal bulan merupakan kasus astronomi, sehingga perlu ditelaah secara astronomis, berbagai teori, konsep, dan rumus dari para pakar akan muncul tentang hilal dan awal bulan. Normalnya dalam dunia ilmiah-akademik akan ada banyak pandangan dan kesimpulan tentangnya, ini hal lazim.
Ketiga, penentuan awal bulan merupakan fenomena sosial, sehingga penting didekati secara sosiologis, memperhatikan aspek kultur dan histori merupakan keniscayaan, terlebih di era dan negara demokrasi seperti Indonesia.
Baca Juga: Ditentang MUI, NU, Muhammadiyah, Akhirnya Jokowi Cabut Pepres Miras