Sejarah Puasa Ramadhan, Rasulullah Lewati 3 Tahapan Ini Kata Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

- 31 Maret 2022, 09:42 WIB
Sejarah Puasa Ramadhan, Rasulullah Lewati 3 Tahapan Ini Kata Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Sejarah Puasa Ramadhan, Rasulullah Lewati 3 Tahapan Ini Kata Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal /Foto/Ilustrasi/Pixabay
 

ISU BOGOR - Sejarah puasa Ramadhan sangat penting diketahui bagi umat Islam yang dalam waktu dekat diwajibkan menjalaninya.
 
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan puasa Ramadhan disyariatkan pada bulan Syakban tahun 2 Hijriyah.

Dilansir dari laman Rumaysho, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan sejumlah dalil terkait sejarah Puasa Ramadhan.
 

Diantaranya, kata Ustadz Muhammad, sejarah puasa Ramadhan bisa diketahui dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits berikut:

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Adapun periode puasa, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau puasa setiap bulannya tiga hari.

Kemudian beliau menambah puasa hingga 17 bulan dari Rabi’ul Awwal sampai Ramadhan (Yazid mengatakan 19 bulan dari Rabi’ul Awwal hingga Ramadhan), setiap bulannya tiga hari puasa.
 

Kemudian beliau juga puasa Asyura (sepuluh Muharram). Kemudian Allah mewajibkan puasa dengan menurunkan ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
 

Hingga ayat,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِين

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184).

Maka barang siapa ingin puasa, silahkan. Siapa yang mau tunaikan fidyah dengan memberi makan orang miskin, dibolehkan pula. Kemudian diturunkan ayat,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
 

Maka diwajibkan puasa bagi yang mukim, sehat, dan diberikan keringanan bagi orang sakit, musafir. Sedangkan untuk yang sudah berusia lanjut yang tidak sanggup lagi untuk berpuasa, maka dikenakan fidyah dengan memberi makan pada orang miskin. Inilah periode kedua.

Maka orang-orang saat itu makan, minum, dan menggauli istri mereka selama mereka belum tidur malam. Ketika sudah tidur, maka tidak boleh melakukan hal-hal tadi lagi.

Diceritakan bahwa ada seseorang bernama Shirmah, siang hari ia bekerja hingga petang. Kemudian ia mendatangi keluarganya, kemudian ia shalat Isya, kemudian langsung tertidur dan tidak sempat makan maupun minum hingga datang Subuh, maka ia dari tertidur tadi sudah dalam keadaan berpuasa.

Lantas di pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya yang sudah dalam keadaan letih berat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan kepadanya,

مَا لِى أَرَاكَ قَدْ جَهَدْتَ جَهْداً شَدِيداً

“Sepertinya engkau dalam keadaan letih berat.” Ia menjawab,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى عَمِلْتُ أَمْسِ فَجِئْتُ حِينَ جِئْتُ فَأَلْقَيْتُ نَفْسِى فَنِمْتُ وَأَصْبَحْتُ حِينَ أَصْبَحْتُ صَائِماً

“Iya wahai Rasulullah. Aku kemarin bekerja berat. Aku pulang lantas tertidur hingga aku berpuasa pada pagi hari.”

Umar pun menggauli budak wanitanya atau istrinya setelah Umar tidur, kemudian ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kasus yang ia alami. Lantas turunlah firman Allah,

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).” (HR. Ahmad, 5:246).

Kesimpulannya, tiga tahapan puasa adalah:

1. Puasa itu wajib, tetapi masih diberikan pilihan untuk bayar fidyah. (QS. Al-Baqarah: 183-184)
2. Puasa menjadi wajib bagi yang mampu berpuasa. (QS. Al-Baqarah: 185)
3. Puasa wajib mulai dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelam matahari, disunnahkan makan sahur. (QS. Al-Baqarah: 187)

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x