"Melanggar asas-asas kesetaraan manusia itu, nah itu yang sekarang terjadi justru, sifat dari kerumitan soal obat itu dimanipulasi dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha yang bersekongkol dengan penguasa," kata Rocky Gerung.
Sekadar diketahui penurunan harga tes Covid-19 melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR) terus menuai kontroversi dan jadi polemik.
Pada satu sisi masyarakat dibuat bingung, karena rupanya harga tes PCR yang pada mulanya seharga jutaan rupiah, ternyata dapat ditekan hingga Rp275.000 saja.
Belum lagi, penurunan HET tersebut diikuti dengan kebijakan wajib menunjukan hasil tes PCR untuk masyarakat yang ingin berpergian dengan seluruh moda transportasi umum, baik darat, laut, maupun udara.
Sisi lain dari kebingungan masyarakat, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengirim surat kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menetapkan standar harga dan mutu bahan medis habis pakai seiring kebijakan harga eceran tertinggi atau HET yang dipatok sebesar Rp275.000 dan Rp300.000 bagi alat PCR.
Baca Juga: Tagar 'Stop Wajib PCR' Menggema di Twitter, Netizen: Maen Gaya Baru Pemerintah Mencari Keuntungan
Permintaan standarisasi harga dan mutu bahan medis habis pakai itu di antaranya menyasar pada reagen kit, viral transport medium (VTM), alat pelindung diri (APD), dan kebutuhan langsung atau tidak langsung penanganan pandemi Covid-19.***