"Menyerahlah Megawati tampuk kandidasi kepada Jokowi," sambungnya.
Pada saat itu, kata Refly, sesungguhnya PDIP membutuhkan Jokowi. Jokowi tentu saja membutuhkan PDIP sebagai kendaraan poitik.
Baca Juga: Jokowi Dorong Milenial Jadi Petani, Netizen Justru Soroti Gibran dan Kaesang, Ini Kata Mereka
"Karena jika tidak didukung partai besar seperti PDIP, mungkin juga sulit bagi Presiden Jokowi untuk memenangkan pertarungan," ungkap Refly.
Namun, saat ini Ahli Hukum Tata Negara itu menangkap ada kegamangan PDIP utuk tetap bermesraan dengan Presiden Jokowi.
"Faktornya itu dua. Pertama, popularitas dan kepercayaan masayarakat terhadap Presiden Jokowi makin merendah sesuai dengan kutukan periode kedua yang masing-masing kita lihat di Amerika sering terjadi," tutur Refly.
Baca Juga: Rame-rame Elite PDIP Kritik Presiden, Denny Darko: Kayaknya Pak Jokowi Mau Ditinggal Sendirian
Refly berpandangan, memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi mulai ada suara-suara kritis. Sebab, beda periode pertama yang relatif Jokowi mempunyai kepercayaan masyarakat yang tinggi.
"Pada peroiode kedua dia untuk memenangkan pertarungan perlu melakukan rekayasa-rekayasa konstitusional, antara lain mempertahankan presidensial treshold dan juga dalam tanda kutip membeli semua partai politik agar mencalonkan dirinya dan membiarkan hanya satu calon yang bisa memajukan setelah satu partai diborong dengan presidensial treshold," bebernya.
"Dari sana mereka-mereka ayang punya rasionalitas demokrasi pasti tidak menyukai fenomena ini. Jadi, moral standingnya sudah beda jauh dibandingkan dengan periode pertama," ungkapnya.