Viral Fenomena Awan Lenticular Mirip Semar Muncul di Tengah Siaga Merapi, Netizen: Mbah Maridjan

12 November 2020, 15:51 WIB
Fenomena Awan Lenticular mirip Semar di Langit Sawangan, Magelang, Jawa Tengah. Fenomena itu membuah heboh karena muncul di tengah siaga Gunung Merapi, Kamis 12 November 2020. /Instagram @merapi_uncover

ISU BOGOR - Fenomena alam berupa kemunculan Awan Lenticular (lencitcuar cloud) mirip semar di Jawa Tengah kembali terjadi. Kali ini terjadi tepat di langit Magelang, pada Kamis pagi, 12 November 2020.

Fenomena Awan Lenticular mirip sosok tokoh punakawan Semar itu membuat heboh jagat maya karena muncul saat di tengah siaga Gunung Merapi.

Bahkan yang mengunggah foto fenomena Awan Lenticular itu adalah akun media sosial dengan nama @merapi_uncover. "Awan pagi tadi, miripa siapa lurd," tulisnya dengan lokasi Sawang, Magelang, Jawa Tengah.

Baca Juga: Viral Fenomena Awan Lenticular di 7 Gunung di Jawa, Ada Tanda Bahaya di Balik Keindahannya

Ada seorang warganet atau netizen dengan nama akun @pahlawan_kesiangan.1976 menyebut "Sesekali cocoklogi boleh lahh, kyk baby terbang min."

Tak sedikit netizen yang menyebut semar, seperti yang dilontarkan @hendriek05 "Semar lagi mabur po ya?" bahkan @rarrie_arum berkomentar, "Mbah Semar sampun muncul, mugi Merapi senantiasa mandali"

Tak hanya itu, beberapa netizen justru memiliki persepsi lain seperti mirip Donald Trump, tokoh kartun Casper, dan ada yang menyebut mirip Mbah Maridjan.

Baca Juga: Fenomena Langit 7 November, Asteroid 2020 TY1 Berdiameter 105 Meter Bakal Menghantam Bumi?

Sementara itu, Petugas Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa mengatakan, awan yang berbentuk menyerupai sosok itu adalah fenomena alam biasa.

"Masyarakat umum menyebut awan ini sebagai awan topi, awan tudung atau juga awan kanopi karena seolah menjadi penutup yang menyelubungi puncak gunung," ungkapnya.

Bahkan, ia memastikan itu adalah fenomena Awan Lenticularis yang terbentuk terbentuk saat arus angin yang mengalir sejajar permukaan bumi.

Baca Juga: 2 Fenomena Alam di Gunung Merapi Terjadi Berurutan, Awan Lenticular dan Berpotensi Erupsi

Kemudian mendapat hambatan dari objek tertentu seperti pegunungan. Akibat hambatan tersebut, arus udara tersebut bergerak naik secara vertikal menuju puncak awan.

"Biasa terjadi saat angin kencang bertiup melintasi puncak gunung," ungkapnya.

Sebelumnya, fenomena alam serupa sempat muncul juga di atas 7 puncak Gunung di Jawa persis tepat pekan lalu yakni Kamis 5 November 2020 membuat.

Baca Juga: Heboh! 7 Gunung di Jawa Serentak Muncul Fenomena Awan Topi, Ada Apa? Ini Penjelasannya

Fenomena awan lencticular itu juga membuat heboh jagat maya. Dikutip dari akun instagram @GunungIndonesia yang merangkum dari para followernya.

"Gunung Jateng (Jawa Tengah) dan Jatim (Jawa Timur) pagi tadi kompak sekali. Awan lenticular yang menyelimuti terlihat indah dari bawah, namun badai menerjangmu diatas gunung,"

"Tetap utamakan persiapan dan keselamatan lur yang punya agenda muncak," tulisnya.

Baca Juga: 2 Fenomena Alam di Gunung Merapi Terjadi Berurutan, Awan Lenticular dan Berpotensi Erupsi

Dari pantauan, foto dan video yang diunggah setidaknya fenomena awan lenticular itu terjadi di 7 gunung yakni Arjuno, Welirang, Sumbing, Sindoro, Lawu, Merbabu dan Merapi.

Fenomena seperti itu kerap terjadi di masa pancaroba atau peralihan musim.

Berdasarkan pengalaman Isu Bogor, fenomena alam tersebut cukup berbahaya. Sebab angin dibawah awan lenticular cukup dahsyat kecepatannya.

Ternyata, awan tersebut bagi para pendaki yang sedang berada di puncak gunung sangat mengancam dan berbahaya.

Baca Juga: 3 Fenomena Alam yang Bakal Terjadi Sampai Akhir Oktober, Nomor Tiga Paling Menarik!

Indah dilihat dari kejauhan tapi bagi mereka yang dibawah awan tersebut sangat mengerikan, layaknya angin puting beliung.

Tak hanya itu, siapapun yang berdiri tepat dibawah awan berbentuk topi caping tersebut, akan goyah tertiup angin karena begitu kuat hempasannya.

Bahkan, tak jarang angin dibawah awan tersebut menerbangkan tenda-tenda para pendaki.

Sementara itu, berdasarkan informasi di laman climate4life.info, awan cantik Lenticularis ini menjadi indikator adanya bahaya Gelombang Gunung.

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Menurut LAPAN Belum Bisa Dipastikan Nama Jenis Benda Luar Angkasa Tersebut

Masyarakat umum menyebut awan ini sebagai awan topi, awan tudung atau juga awan kanopi karena seolah menjadi penutup yang menyelubungi puncak gunung.

Kemunculan awal Lenticularis tergolong langka karena mekanisme pembentukannya yang unik.

Ahrens, seorang pakar Klimatologii dan Geofisika, dalam bukunya Essential of Meteorology menggolongkan awan lenticularis sebagai subklas awan khusus.

Baca Juga: Fenomena Lintang Kemukus Menurut Astrophile, Legenda Keris Majapahit dan Istilah 'Berambut Panjang'

Hal ini karena memang bentuk awan Lentikularis atau awan topi ini juga ketinggian terbentuknya dapat berada pada level awan rendah, awan menengah dan awan tinggi.

Berdasarkan hal tersebut maka awan Lenticularis dibedakan menjadi tiga jenis.

Pertama, Stratocumulus standing Lenticular (SCSL), merupakan awan Lenticularis yang terbentuk pada ketinggian kurang dari 2.000 meter.

Kedua, Altocumulus standing Lenticular (ACSL), jika awan Lenticularis tersebut terbentuk pada ketinggiannya antara 2.000 - 7.000 meter.

Baca Juga: Meninggal Saat Sambut Kepulangan Habib Rizieq Syihab, Jenazah Warga Bogor Ditutupi Bendera Tauhid

Dan ketiga, Cirrocumulus standing Lenticular (CCSL), adalah awan Lenticularis yang berada pada ketinggian di atas 7.000 meter.

Sesungguhnya dibalik keindahan awan Lenticularis, terdapat bahaya tersembunyi. Kemunculan awan Lenticularis ini merupakan pertanda keberadaan gelombang gunung.

Gelombang gunung ini akan dapat menyebabkan terbentuknya turbulensi yang berbahaya bagi penerbangan. Akan kita bahas di bagian selanjutnya.

Walaupun awan-awan Lenticularis ini lebih sering terlihat di pegunungan, pada beberapa kejadian langka, awan-awan Lenticularis juga muncul di dataran yang datar/rendah.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Model Dewasa China yang Viral Disebut Anya hingga Jasad Bayi Ditemukan di Solokan

Menurut para ahli meteorologi, pembentukan awan Lenticularis pada daerah tersebut bukanlah hasil dari efek gelombang gunung, tetapi lebih dari kecepatan angin yang berfluktuasi karena adanya front di atmosfer.

Mekanisme Terbentuknya Awan Lenticularis

Pada umumnya awan Lenticularis merupakan awan atau kelompok awan yang berbentuk seperti piring atau lensa yang terperangkap dalam lapisan atmosfer bawah.

Disebut terperangkap karena awan Lenticularis umumnya nampak diam pada tempat terbentuknya.

Sekilas bentuk awan cantik Lenticularis ini terlihat seperti mitos piring terbang UFO. Beberapa ahli menyatakan kemungkinan awan inilah yang kemudian disebut masyarakat awam soal adanya UFO dari planet lain.

Awan Lenticularis mulai terbentuk ketika arus angin yang mengalir sejajar permukaan bumi mendapat hambatan dari objek tertentu seperti pegunungan.

Akibat hambatan tersebut, arus udara tersebut bergerak naik secara vertikal menuju puncak awan.

Jika udara naik tersebut mengandung banyak uap air dan bersifat stabil, maka saat mencapai suhu titik embun di puncak gunung.

Uap air tersebut mulai berkondensasi menjadi awan mengikuti kontur puncak gunung.

Saat udara tersebut melewati puncak gunung dan bergerak turun, proses kondensasi terhenti.

Inilah mengapa awan Lenticularis terlihat diam karena awan mulai terbentuk dari sisi arah datangnya angin (windward side).

Di puncak gunung kemudian menghilang di sisi turunnya angin (leeward side).

Awan Lenticularis, Gelombang Gunung dan Bahaya yang Mengintai

Pada dasarnya udara yang bergerak melewati pegunungan kemudian membentuk awan Lenticularis.

Tidak hanya pada lapisan dekat permukaan bumi saja. Ketebalan arus udara yang bergerak horizontal tersebut.

Mencapai lapisan beberapa kilometer di atas permukaan bumi.

Hal ini kemudian menjawab mengapa awan Lenticularis dapat terbentuk pada beberapa lapis ketinggian di atmosfer.

Hambatan pegunungan terhadap terhadap arus angin yang datang secara horizontal.

Kemudian menyebabkan defleksi yang membentuk gelombang gunung yang terjadi di belakang gunung (Leeward side).***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler