2 Fenomena Alam di Gunung Merapi Terjadi Berurutan, Awan Lenticular dan Berpotensi Erupsi

- 6 November 2020, 12:44 WIB
Awan Lenticular di Gunung Arjuno Welirang, Kamis 5 November 2020.*
Awan Lenticular di Gunung Arjuno Welirang, Kamis 5 November 2020.* /Instagram @gunungindonesia

ISU BOGOR- Gunung Merapi menjadi sorotan karena mengalami 2 fenomena alam dalam waktu yang berdekatan.

Pertama, Gunung Merapi mengalami fenomena awan lenticular atau wan yang membentuk seperti payung di atas puncaknya pada 5 November 2020.

Fenomena alam yang kedua yakni meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Merapi pada 4 November 2020.

Status Gunung Merapi ditingkatkan dari waspada atau level II menjadi Siaga atau Level III yang berlau sejak pukul 12.00 WIB, Kamis, 5 November 2020. 

Baca Juga: CEK FAKTA: 43 Ekor Buaya Lepas dari Penangkaran di Bogor ke Sungai Cisadane, Ini Faktanya

Baca Juga: 152 Ribu Pekerja Tak Akan Terima BLT BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 2, Begini Cara Ceknya

Baca Juga: Detik-detik Dendam Kesumat Pelaku Bunuh Guru Ngaji di Bogor, Tendang Kepala lalu Buang ke Sumur

Untuk fenomena lenticular atau awan berbentuk payung tersebut juga terjadi di beberapa gununglainnya, yakni Gunung Lawu, Gunung Merbabu, dan Gunung Arjuno yang mana di atas gunung-gunung tersebut terdapat awan lentikularis atau awan yang bentuknya seperti topi atau juga banyak yang menganggap mirip UFO.

Dikutip Isubogor.com dari laman RRI, fenomena awan di Gunung Arjuno ini terlihat di kawasan Malang Raya.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda, awan lentikularis dapat membahayakan jalur penerbangan karena pesawat akan mengalami turbulensi atau guncangan.

Awan ini memang sering muncul di sekitaran gunung atau dataran tinggi. Namun, awan lentikularis ini tidak membahayakan masyarakat setempat.

"Awan-awan ini mengindikasikan adanya turbulensi atau putaran angin secara vertikal yang cukup kuat di sekitaran Gunung Arjuno yang memiliki ketinggian 3.339 meter di atas permukaan laut (Mdpl),” tutur Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda, Teguh Tri Susanto.

Awan Lenticular di Gunung Lawu, Kamis 5 November 2020.*
Awan Lenticular di Gunung Lawu, Kamis 5 November 2020.* Instagram @gunungindonesia

Awan lentikularis terjadi akibat adanya angin lapisan gunung yang kuat yang kemudian membentur dinding pegunungan, sehingga menimbulkan turbulensi di sisi gunung lainnya dan membentuk awan-awan bertingkat yang berputar seperti lensa.

"Awan ini tidak ada kaitannya dengan fenomena lain seperti akan datangnya gempa atau bencana besar lainnya," kata Teguh.

Teguh menjelaskan bahwa fenomena ini jarang terjadi dan biasanya ditandai dengan adanya kecepatan angin yang cukup kuat.

Sementara, terkait peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Merapi, hasil evaluasi data pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut aktivitas tersebut berpotensi berlanjut ke fase erupsi.

BBPTKG Badan Geologi Kementerian ESDM melaporkan terjadinya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang ada di perbatasan provinsi Jawa Tengah-DIY.

Baca Juga: Fenomena Awan Lenticular Muncul di Langit Jawa, Antara Keindahan dan Tanda Bahaya

Baca Juga: Video Ade Londok 'Dicuekin' Malih Viral, Begini Penjelasan Sang Pelawak Senior

Status aktivitas Gunung Merapi ditingkatkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Status tersebut berlaku mulai tanggal 5 November 2020 pukul 12.00 WIB.

"Terkait perkembangan status Merapi, masyarakat tidak perlu panik, tetap mengikuti arahan dan instruksi yang disampaikan Pemerintah dan BPBD setempat," ungkap Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, di Jakarta, Kamis 5 November 2020 dikutip Isu Bogor dari RRI.

Sejak Oktober 2020, status kegempaan Gunung Merapi terpantau meningkat semakin intensif. Pada 4 November 2020, secara rerata tercatat terjadi sebanyak 29 kali gempa vulkanik dangkal per hari, guguran 57 kali per hari, hembusan 64 kali per hari.

Kondisi data pemantauan di atas sudah melampaui kondisi saat menjelang munculnya kubah lava, 26 April 2006 lalu. Tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan kondisi sebelum erupsi tahun 2020.

Agung menjelaskan, berdasarkan pengamatan morfologi kawah Gunung Merapi dengan foto udara (drone) tanggal 3 November 2020, belum terlihat adanya pembentukan kubah lava baru.

Sampai saat ini deformasi dan kegempaan masih terus meningkat. Berdasarkan hal tersebut dimungkinkan terjadi proses ekstrusi magma secara cepat atau letusan eksplosif.

"Berdasarkan laporan yang kami terima dari BPPTKG, Potensi ancaman bahaya berupa guguran lava, lontaran material dan awan panas sejauh maksimal 5 km dari bibir kawah," kata Agung.

Dengan ditetapkannya status Siaga (Level III) tersebut, berikut rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian ESDM:

Perkiraan daerah bahaya meliputi wilayah D. I Yogyakarta dan Jawa Tengah. Untuk Yogyakarta yakni Kab. Sleman. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah meliputi Kab. Magelang, Kab. Boyolali dan Kab. Klaten.

Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di G. Merapi dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.

Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III G. Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi.

Pemerintah Kab. Sleman, Kab. Magelang. Kab. Boyolali dan Kab. Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan G. Merapi yang bisa terjadi setiap saat.***

Editor: Yudhi Maulana Aditama

Sumber: RRI Mantrasukabumi.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x