Penerimaan Pajak Kurang, Belanja Pemerintah Banyak, Hingga Agustus Indonesia Defisit Rp500 Trilun

- 22 September 2020, 17:59 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Instagram/@smindrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Instagram/@smindrawati /

ISU BOGOR - Realisasi defisit APBN hingga Agustus mencapai Rp500,5 triliun akibat terjadinya belanja pemerintah melonjak sementara penerimaan pajak masih tertekan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi vitual Selasa 22 September 2020 menjelaskan, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit APBN hingga Agustus 2020 telah mencapai Rp 500,5 triliun, setara dengan 3,05% dari produk domestik bruto.

"Defisit terjadi karena belanja pemerintah melonjak sementara penerimaan perpajakan masih tertekan," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani : Pertumbuhan Ekonomi September Minus, Indonesia Siap-siap Menuju Resesi

Kata dia, kondisi defisit APBN saat ini harus terus dijaga. Kenaikan defisit anggaran sangat besar jika dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 197,9 triliun atau 1,25% dari PDB. Meski yield Surat Berharga Negara mengalami penurunan, namun tetap harus berhati-hati.

Belanja negara hingga akhir bulan lalu tercatat mencapai Rp 1.534,7 triliun, tumbuh 10,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pengeluaran tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 977,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 557,4 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, belanja pemerintah pusat naik hingga mencapai 14%. Realisasi belanja ini terdiri atas belanja kementerian/lembaga yang tumbuh 7,4% menjadi Rp 517,2 triliun dan belanja non K/L yang melesat 22,4% menjadi Rp 460,1 triliun.

Baca Juga: Jokowi Bertemu BTS di Sidang PBB, Warganet Ajak Presiden Jadi Anggota ARMY

"Pertumbuhan belanja non k/l tumbuh tinggi karena kenaikan belanja lain-lain yang di dalamnya pengeluaran biaya penanganan Covid-19," kata dia.

Sementara transfer ke daerah dan dana desa tumbuh 5%, terdiri dari transfer ke daerah yang naik 3,3% menjadi Rp 504,7 triliun dan dana desa yang melonjak 41,2% menjadi Rp 52,7 triliun.

Di sisi lain, pendapatan negara tercatat turun 13,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 1.034,1 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan yang turun 13,4% menjadi Rp 1.404,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak yang turun 13,5% menjadi Rp 294,1 triliun, dan penerimaan hibah yang naik 651,6% menjadi Rp 1,3 triliun.

Baca Juga: Bangun Pelabuhan Patimban Subang, Jokowi Ingin Jawa Barat Punya Kasawasan Segitiga Industri

Dengan realisasi tersebut keseimbangan primer tercatat minus Rp 304 triliun. Sedangkan untuk menutupi defisit, pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 667,8 triliun atau naik 138% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ada kelebihan pembiayaan anggaran Rp 167,3 triliun.

Sri Mulyani memerinci, pembiayaan anggaran terdiri dari pembiayaan utang Rp 693,6 triliun, pembiayaan investasi minus Rp 27,2 triliun, pemberian pinjaman Rp 1,7 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp 400 miliar, dan pembiayaan lainnya Rp 200 miliar.

Meski naik 143,3%, dia mengatakan pembiayaan utang masih terjaga. "Likuiditas pasar masih cukup ample," ujarnya.

Baca Juga: Dana BLT BPJS Ketenagakerjaan Tahap 4 Belum Terima Juga, Coba Cek Lagi Sekarang!

Lebih rinci, pembiayaan utang terdiri dari realisasi SBN neto Rp 671,6 triliun, tumbuh 131% dan pinjaman neto Rp 22 triliun, turun 486,5%.

Sementara untuk pembiayaan investasi yang naik 431,5% tediri atas investasi kepada BUMN minus Rp 11,3 triliun, investasi kepada BLU minus Rp 11 triliun, dan investasi kepada lembaga atau badan lainnya minus Rp 5 triliun. ****

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x