Jokowi Dibatalkan jadi Presiden Oleh Putusan MA, Gerindra : Tidak Masuk Akal

- 8 Juli 2020, 21:07 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman. Foto : Oji/Man
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman. Foto : Oji/Man /

 

 

ISU BOGOR Ketua Bidang Advokasi Partai Gerindra, Habiburokhman menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) terbaru terkait gugatan Rachmawati Soekarnoputri tak memiliki konsekuensi terhadap hasil Pilpres 2019. 

Kata dia, Jokowi-KH Ma'ruf Amin tetap sah sebagai presiden dan wakil presiden RI teprilih periode 2019-2024 hasil pemilu 2019.

Hal itu disampaikan Habiburokhman menanggapi upaya penggiringan opini bahwa hasil Pilpres 2019 bisa batal karena adanya putusan Uji Materiil MA Nomor 44 P/HUM/2019.

"Faktanya jauh panggang dari api. Tidak masuk akal. Putusan MA tersebut memang ada, tapi sama sekali tidak berpengaruh dengan hasil Pilpres," kata Habiburokhman dalam keterangannya, Rabu 8 Juli 2020.

Baca Juga: Mahfud MD Usut Buronan Joko Tjandra, Benny Harman : Sandiwara Ci Luk Ba 

Alasannya, kata dia, dalam Pasal 6A UUD 1945 dan dalam UU Pemilu diatur bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Aturan dalam UUD 1945 itu diturunkan ke UU Pemilu.

Lalu ada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 yang selain juga memuat ketentuan syarat 20% suara di lebih dari 50% jumlah provinsi.

Lalu aturan tambahan yaitu pasal 3 ayat (7) yang berbunyi "dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.

 Baca Juga: Datang Lewat Pintu Belakang, Erich Thohir Bicarakan Korupsi di BUMN dengan KPK

"Jadi kalau paslon hanya dua, tidak berlaku ketentuan si pemenang harus memperoleh 20% provinsi di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, Paslon yang suara nasional di atas 50% langsung ditetapkan sebagai pemenang," ulasnya. 

Kata Habiburokhman, ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU 5/2019 inilah yang digugat Rachmawati ke MA dan dikabulkan untuk dihapuskan. Dengan dihapuskannya ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU 5/2019, maka pengaturan hasil Pilpres dua paslon kembali ke konsep 20 : 50 sebagaimana diatur di UUD 1945, UU Pemilu dan Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019.

Bila dikroscek ke hasil Pilpres 2019, ternyata syarat 20:50 itu sudah terpenuhi. Sebab secara nasional, Jokowi-Ma'ruf menang dengan 55,5% berbanding dengan Prabowo- Sandi yang memperoleh 44,5%. Lebih detail Jokowi menang di 21 Provinsi dan Prabowo - Sandi unggul di 13 Provinsi.

Baca Juga: Minta Pembatalan Asimilasi, Besok Bahar bin Smith Gugat Bapas Bogor di PTUN Bandung 

Karena Jokowi-Ma’ruf unggul di 21 Provinsi, tentu saja syarat sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia sebagaimana diatur Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019, UUD 1945 dan UU Pemilu, juga terpenuhi.

"Jadi jelas tidak ada relevansi Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 dengan batalnya hasil Pilpres," pungkasnya.

Dirinya curiga bahwa isu ini sengaja digelontorkan karena ada pihak-pihak yang secara sistematis sengaja menyebarkan narasi batalnya hasil Pilpres dengan Putusan MA dengan tujuan memecah konsentrasi rakyat.

"Rakyat dipasok info palsu tersebut agar persoalan-persoalan besar luput dari perhatian," ujarnya.***

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x