Potensi Wabah Baru Bakal Sering Terjadi, Indonesia di Minta Segera Ambil Tindakan

- 8 Juli 2020, 00:35 WIB
LOGO PBB.* KEMLU
LOGO PBB.* KEMLU /


ISU BOGOR - Para ahli yang tergabung dalam United Nations Environment Programme atau Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperingatkan faktor seperti intensifikasi pertanian dan peternakan, peningkatan permintaan protein hewani, serta deforestasi dan perubahan iklim dapat menimbulkan wabah baru yang berasal dari hewan sebelum ditularkan ke manusia, seperti kasus yang terjadi pada virus corona.

"Faktor-faktor tersebut merusak habitat alami dan memperlihatkan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia ke spesies lain, yang membuat manusia semakin dekat dengan sumber penyakit. Jika telah ditularkan pada manusia, penyakit tersebut dapat menyebar cepat dalam dunia yang saling terhubung saat ini, seperti yang kita lihat terjadi pada kasus Covid-19”, ungkap Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen dalam keterangan pers tertulis dari Act for Farmed Animal kepada isubogor.com, Selasa 7 Juli 2020.

Laporan tersebut menjelaskan bagaimana hewan seperti sapi, babi, dan ayam, sering dibesarkan dalam kondisi yang “tidak ideal” dalam level produksi yang tinggi serta cenderung serupa secara genetik, sehingga sangat rentan mengalami infeksi dibandingkan dalam populasi yang lebih beragam. Lebih parahnya lagi, mayoritas hewan ternak saat ini dibesarkan dalam peternakan pabrikasi, fasilitas yang dirancang untuk mengurung ribuan hewan dalam satu tempat dan tidak memberi ruang untuk adanya jarak fisik antar satu hewan dengan yang lainya.

Baca Juga: Komersialisasi Bawang Merah IPB Jadi Prioritas Riset Nasional

Di banyak negara berkembang, seperti Indonesia, UNEP menyebutkan bahwa terdapat peningkatan tajam terhadap konsumsi produk hewani, yang membuat produksi daging meningkat sebesar 260% dan telur 360% secara global dalam 50 tahun terakhir. Tidak pula mengagetkan bahwa, menurut laporan tersebut sejak tahun 1940, usaha dalam melakukan intensifikasi pertanian dan peternakan seperti, waduk, proyek irigasi, dan peternakan pabrikasi telah dikaitkan dengan lebih dari 25 persen dari semua penyakit–serta lebih dari 50 persen dari penyakit zoonosis–menular yang telah muncul ke manusia.

"UNEP juga menekankan adanya faktor resiko tambahan di negara berkembang, karena seringkali produksi hewan ternak berada di dekat kota, praktik biosekuriti dan peternakan yang dilakukan sering tidak memadai, limbah peternakan sering tidak dikelola dengan baik, juga obat antimikroba yang sering digunakan untuk menjadi tameng kondisi atau praktik yang buruk," katanya.

Kerusakan lingkungan dan peternakan hewan liar juga salah satu faktor resiko Selain itu, industri peternakan juga menjadi salah satu penyebab utama rusaknya lingkungan. "Sekitar sepertiga lahan pertanian digunakan untuk pakan hewan. Di beberapa negara hal ini menjadi faktor yang menyebabkan deforestasi," ungkap UNEP.

Baca Juga: Dua Kementerian Ini Umumkan Protokol Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif di Masa Pandemi Secara Virtual

Deforestasi memainkan peran utama yang memperparah perubahan iklim, satu faktor yang meningkatkan resiko wabah. Pengrusakan hutan juga diasosiasikan dengan peningkatan penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, dan penyakit penyakit kuning.

Laporan tersebut juga melihat fakta bahwa bukan hanya peningkatan permintaan daging tradisional saja yang tumbuh, namun juga permintaan daging untuk hewan liar, yang menyebabkan spesies baru diternakkan.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjelaskan munculnya SARS-CoV dan SARS-COV-2 di Asia Timur serta, penyakit Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) yang ditularkan melalui unta ke manusia, yang mengalami transisi produksi unta dari ekstensif ke sistem produksi intensif. Di mana awal mulanya diidentifikasi terjadi di Arab Saudi, yang sekarang telah menyebar ke 27 negara.

Baca Juga: CEK FAKTA : Cara Disuntik, Tenaga Medis di Jawa Timur Sengaja Tularkan Covid-19

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan hasil temuan PBB. Salah satunya Act for Farmed Animals, LSM yang mengadvokasi pola makan berbasis nabati.

"Kita tentunya akan hidup lebih berkelanjutan dan aman jika bukan karena protein hewani. Kita tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada sistem pangan yang mengancam ekosistem dan kesehatan kita," ungkap Koordinator Kampanye Act for Farmed Animals.

Bahkan, pihaknya meluncurkan kampanye “Sebelum Terlambat” yang meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil aksi dalam mencegah wabah di masa depan dengan menghentikan deforestasi, menyetop penggunaan tidak bertanggung jawab obat-obatan yang digunakan di peternakan hewan dan mengubah sistem pangan yang tidak terlalu bergantung pada operasi intensif peternakan.

"Hal yang sama dilakukan oleh UNEP dengan pendekatan “one health”, sebagai metode yang menekankan pada pemahaman hubungan yang kompleks antara lingkungan, keanekaragaman hayati, masyarakat, dan penyakit manusia dengan menyatukan kesehatan publik, serta ilmu kedokteran hewan dan juga lingkungan. Hal tersebut penting, menurut PBB, bukan hanya untuk merespon wabah masa depan juga untuk mencegah wabah baru," pungkasnya.***

 

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x